Agar Manusia Tidak Berdalih

Agar Manusia Tidak Berdalih

Salah satu alasan diutusnya para rasul adalah untuk menutup pintu kesempatan bagi manusia untuk berdalih di hadapan Allah di Hari Kiamat. Allah menjelaskan hal ini dalam ayat: “(Mereka kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS al-Nisâ` [4]: 165).

Selain para nabi dan rasul, semua pemimpin di dunia memang tak ada yang mampu memenuhi keinginan semua bangsa secara berkesinambungan. Bisa jadi sebagian mereka berhasil menyenangkan bangsa  yang mereka pimpin di satu masa, tapi keberhasilan itu pasti bersifat sementara. Seiring dengan berjalannya waktu dan melapuknya pemikiran mereka, semua keberhasilan itu pasti akan rontok satu persatu seperti dedaunan di musim gugur. Hal itu terjadi karena apa yang dilakukan para pemimpin itu tidak disandarkan pada pertolongan ilahi. Padahal mereka tidak pernah bisa melampaui sifat manusiawi baik dari segi ucapan maupun perbuatan.

Adapun para nabi dan rasul, maka yang terjadi amatlah berbeda. Mereka adalah individu-invidu yang telah dipersiapkan secara matang dan telah terpilih untuk mengemban misi kenabian sejak mereka masih berada dalam kandungan. Hidup mereka mengalun indah seperti komposisi sebuah lagu, dan tutur kata mereka menyegarkan bagaikan kata-kata pujangga. Ketika mereka berbicara, seluruh semesta diam mendengarkan dan tunduk menyimak apa yang mereka ucapkan. Bayangkanlah betapa banyak hal yang berubah dengan kedatangan mereka; betapa banyak kejadian yang berbelok tak terduga dengan kemunculan mereka; betapa banyak hati yang takluk menyerah kepada mereka; dan betapa banyak aturan yang berlaku di jagad raya mendadak tak berlaku demi mereka, untuk membela mereka, atau disebabkan permintaan mereka.

Berkenaan dengan hal ini, tampaknya cukup bagi kita untuk kembali melihat apa yang terjadi pada sang Pemimpin para Rasul, Muhammad Saw. Bumi, pepohonan, binatang-binatang tunduk di hadapan beliau, seakan-akan mereka semua ingin menjalin hubungan dengan Rasulullah sebagai seorang Utusan Allah dan untuk menunjukkan pembenaran mereka atas kenabian serta risalah beliau.

Al-Bushiri bersyair:

Pepohonan datang ketika dia panggil lalu bersujud[1]

Semua kedahsyatan itu dapat terjadi karena semua makhluk berhasil mencapai fitrah penciptaan mereka masing-masing setelah kedatangan Rasulullah, sehingga jagad raya pun terhindar dari kekacauan yang mengerikan.

Ayat al-Qur`an menyatakan: “Langit yang tujuh, bumi, dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.” (QS al-Isrâ` [17]: 44).

Allah berfirman dalam ayat di atas yang mengesankan seolah-olah Dia meniupkan nyawa ke dalam semua benda di dunia. Segala yang kita pelajari saat ini telah kita pelajari dari-Nya, dan hukum segala sesuatu hanya berlaku disebabkan Dia.[2] Sampai di sini, kita harus menyatakan bahwa umat manusia pasti tidak diciptakan sebagai sebuah kesia-siaan.[3]

Setiap nabi dan rasul datang dengan membawa berbagai macam mukjizat untuk memperkokoh keimanan orang-orang yang sudah beriman dan memupus semua dalih dan alasan yang diajukan oleh semua orang yang tidak mau beriman. Adapun sang Pemimpin para Rasul datang dengan membawa semua jenis mukjizat yang pernah dimiliki oleh semua rasul dan nabi sebelum beliau.

Ya. Setiap umat memang telah menyaksikan atau mendengar beberapa mukjizat yang dimiliki nabi mereka masing-masing, akan tetapi kita telah mendengar ribuan mukjizat yang dimiliki nabi kita. Bahkan sampai hari ini kita umat Islam masih dapat memegang sebuah mukjizat abadi yang bernama al-Qur`an. Oleh sebab itu, maka tak ada seorang pun yang dapat berdalih atau mendebat Allah karena Dia, melalui para nabi dan rasul, telah menjelaskan dengan sejelas-jelasnya semua hakikat yang dapat menuntun manusia ke arah keimanan. Jadi jelaslah bahwa peran para rasul sebagai hujjah yang akan memupus semua dalih yang mungkin dikemukakan oleh kaum kafir telah menjadi salah satu tujuan diutusnya mereka kepada umat manusia. Apalagi Allah telah meletakkan sebuah kaidah yang termaktub di dalam al-Qur`an: “…dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul.” (QS al-Isrâ` [17]: 15).

Kelak ketika nanti timbangan amal telah ditegakkan di Hari Kiamat, tak ada dalih apapun yang dapat diajukan oleh siapapun atas apa yang telah dilakukan di dunia, karena para rasul dan nabi telah diutus Allah untuk membimbing mereka.[4]

[1] Lihat: Muslim, al-Zuhd, 74; al-Musnad, Imam Ahmad 1/223; al-Bidâyah wa al-Nihâyah, Ibnu Katsir 6/135.
[2] Lihat: “Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Qur'an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS al-Baqarah [2]: 129); “Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan ni`mat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah (As Sunnah), serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.” (QS al-Baqarah [2]: 151); “Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (QS Ali Imrân [3]: 164); “Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (QS al-Jumu’ah [62]: 2). Lihat pula: al-Musnad, Imam Ahmad 1/202 sebuah hadits tentang apa yang terjadi antara Ja’far ibn Abi Thalib dan Raja Negus (Najasyi).
[3] Ayat-ayat berikut ini dapat menjelaskan hal ini: “Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung jawaban)?” (QS al-Qiyâmah [75]: 36); “Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (QS al-Mu`minûn [23]: 115).
[4] Lihat: “Orang-orang kafir dibawa ke neraka Jahannam berombong-rombongan. Sehingga apabila mereka sampai ke neraka itu dibukakanlah pintu-pintunya dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya: ‘Apakah belum pernah datang kepadamu rasul-rasul di antaramu yang membacakan kepadamu ayat-ayat Tuhanmu dan memperingatkan kepadamu akan pertemuan dengan hari ini?’ Mereka menjawab: ‘Benar (telah datang).’ Tetapi telah pasti berlaku ketetapan azab terhadap orang-orang yang kafir.” (QS al-Zumar [39]: 71).

Pin It
  • Dibuat oleh
Hak Cipta © 2024 Fethullah Gülen Situs Web. Seluruh isi materi yang ada dalam website ini sepenuhnya dilindungi undang-undang.
fgulen.com adalah website resmi Fethullah Gülen Hojaefendi.