Pengantar Penerbit

Dakwah: Jalan Terbaik dalam Berpikir dan Menyikapi HidupKalau qalbu Kita tidak pernah merasa rindu, ruh tidak pernah merasa gelisah, dan pikiran tidak pernah merasa risau, maka cegahlah diri Kita bertutur kata. Sebab, tidak akan ada seorang pun yang mampu mencerna tutur kata yang Kita ucapkan.

Manakala qalbu Kita tidak dipenuhi kesadaran bahwa dakwah yang Kita sampaikan merupakan inti sari keberadaan, ruh, sekaligus perwujudan alam semesta ini, maka tidak mungkin Kita memiliki keberanian untuk melawan ganasnya badai yang dimunculkan oleh alam semesta ini di dalam merespons seruan yang tengah Kita sampaikan?

Apabila darah Kita tidak bergejolak layaknya seorang pahlawan, yang keberadaannya akan mendorong Kita menentang segala bentuk kekuasaan zhalim yang lebih besar dari kekuasaan kebaikan Kita, juga melawan kekuatan yang jah lebih besar dari kekuatan yang Kita miliki, maka mana mungkin Kita siap menghadapi berbagai tantangan dan melakukan berbagai keajaiban?

Kalau Kita tidak pernah merasa bertanggung jawab dalam menyelamatkan keimanan manusia yang akan menimbulkan bahaya yang sangat besar di alam semesta ini, maka mana mungkin Kita bisa berharap orang lain akan mendengar petunjuk-petunjuk yang Kita jabarkan?

Kalau semua tutur kata yang Kita sampaikan bukan tutur kata yang manis penuh kasih sayang dan menarik ruhani dan perasaan orang lain, maka perlu Kita sadari bahwa semua tutur kata yang Kita sampaikan, tidak lebih dari tutur kata murahan, tidak berbobot. Bahkan bisa jadi tutur kata Kita dianggap tong kosong nyaring bunyinya.

Kalau Kita tidak merasakan nafas para malaikat yang bercampur dalam nafas , juga tidak merasakan gerak-gerik sayap-sayapnya membelai wajah Kita untuk menyaksikan setiap tutur kata dan nasihat yang Kita sampaikan, maka janganlah Kita berharap dapat menghirup udara kejujuran yang akan mampu membuka pintu hati dan pikiran orang yang mendengarkan tutur kata Kita.

Kalau motivasi Kita berdakwah tidak terdorong oleh rasa tanggung jawab untuk menambah pengertian, memahami alam rohani dan pikiran, dan mengerti bahasa yang dapat memberimu pengertian cara berdakwah, maka dakwah yang kamu sampaikan akan sia-sia belaka. Sedikit pun tidak akan memberi manfaat dan kemajuan. Bahkan Kita akan mendapat hasil sebaliknya.

Manakala ruhani Kita merasakan kekosongan (hampa), suhu batin Kita cenderung turun, dan pikiran Kita diliputi rasa galau, maka Kita tidak perlu berdakwah. Sebab, ruhani Kita masih bingung dan perlu dibersihkan terlebih dahulu. Saat seperti ini, berdiam diri jauh lebih baik daripada bertutur kata (menyampaikan seruan, dakwah), tetapi tidak menyentuh perasaan orang lain.

Jika diri Kita tidak bisa diselamatkan dari perasaan yang menyiksa, mana mungkin ucapan dan perilaku Kita akan bersih?

Apabila Kita tidak merasa yakin akan meraih kemenangan dalam perjuangan yang tengah dijalani, maka mana mungkin tutur kata Kita akan dapat keluar secara lantang dan memiliki kekuatan menyentuh?

Kalau Kita tidak mampu merapikan tempat tinggal Kita sendiri, maka mana mungkin Kita mampu merapikan tempat tinggal orang lain yang beraneka ragam model maupun bentuknya?

Pada saat jiwa Kita tidak bersih atau belum berhiaskan keindahan, maka mana mungkin Kita mampu mempercantik atau memperindah jiwa orang lain?

Itulah sejumlah pertanyaan yang bisa Kita simpulkan dari buku yang sangat berharga ini. Sebuah buku yang telah ditulis oleh seorang da'i berkebangsaan Turki. Nama beliau al-Ustadz Fethullah Gülen. Semoga Allah Yang Maha Penyayang memberi beliau umur panjang dan bermanfaat bagi banyak pihak, agar beliau dapat menyampaikan dakwah kepada orang lain. Sehingga diharapkan, tuntunan yang beliau contohkan dalam dakwah ke jalan Allah Swt. ini bisa dijadikan suri teladan bagi setiap da'i di segala masa maupun tempat.

Cara dakwah yang beliau jalankan merupakan cara yang sangat gamblang dalam membina keimanan seseorang. Terlebih di masa sekarang ini keimanan seorang Mukmin senantiasa menghadapi berbagai tantangan dari banyak kalangan.

Setelah selesai membaca buku ini, sebaiknya Kita tidak semata-mata mengikuti cara beliau dalam menyampaikan gagasan, akan tetapi Kita lebih terpanggil untuk mengikuti kehendak ruhani yang beliau sampaikan. Sebab, beliau hanya bisa mengutarakan secara singkat tentang apa yang menjadi kebiasaan atau perilaku seseorang, khususnya perilaku penulis buku ini sendiri.

Sebaik-baik cara dalam mengikuti jejak beliau adalah memupuk semangat dan kekuatan ruhani ---sebagaimana beliau sampaikan--- untuk menegakkan keimanan dengan cara berdakwah. Sehingga dakwah dapat berakar kuat di permukaan bumi ini, dan mungkin akan menggapai ketinggian langit kemenangan. Perasaan seperti itulah yang harus dimiliki oleh setiap da'i, agar ia sukses di dalam usaha dakwahnya.

Apa yang telah dituangkan di dalam buku ini hanyalah sebagian dari sejumlah pengalaman beliau saat berdakwah. Sehingga buku ini lebih pantas jika di beri judul “Jalan Dakwah”. Isi buku ini merupakan perwujudan dari dorongan keimanan untuk berdakwah, menyeru orang lain ke jalan Allah Swt.. Buku ini akan memberi jalan keluar bagi para da'i yang menemui beragam kesulitan atau kendala saat mengemban tugas berdakwah. Jadi, buku ini bisa menjadi pedoman setiap da'i dalam menyampaikan dakwahnya.

Dalam pkitangan Fethullah Gülen, sebagaimana hidup ini sangat indah, dimana setiap embusan nafas yang Kita hirup dan keluarkan merupakan kado spesial dari Allah Yang Mahaagung, maka demikian pula dakwah yang Kita sampaikan. Hendaknya mengandung ajakan yang berisi, berbobot, dan indah (menarik). Sembari Kita melakukan ini, mohonlah bantuan dan petunjuk dari Allah Swt. agar dakwah yang hendak Kita sampaikan bisa menyentuh qalbu, siapa pun yang mendengarnya.

Alhasil, setiap da'i sangat dianjurkan untuk mengemas dakwahnya dengan kemasan yang indah, sungguh-sungguh, diliputi keikhlasan, penuh perhatian, sopan santun, dan materi dakwah (seruan) yang mudah dipahami pendengarnya. Bukan dakwah yang penuh dengan ucapan-ucapan yang melambung tinggi, yang justru membingungkan pikiran orang yang mendengarkan.

Dalam keyakinan Fethullah Gülen, keimanan seorang hamba berada di dalam genggaman tangan Allah Swt. Iman adalah kekuatan yang senantiasa bergerak dalam segala dimensinya. Sehingga keimanan seseorang dapat mengangkat orang yang bersangkutan ke tingkat yang paling tinggi dengan pengetahuan ruhani yang dimilikinya. Dan, bersamaan dengan itu pula ia dapat mengelilingi bumi, sehingga keimanan yang ada mengalir di setiap bagian tubuhnya, untuk menumbuhkan kehidupan pada ruhaninya yang berat, serta pada darahnya yang mungkin telah atau sedang membeku.

Keimanan seorang hamba merupakan sesuatu yang dinamis. Nilainya pun sangat tinggi. Jika keimanan seorang hamba tidak berfungsi sebagaimana mestinya, dan tidak bergerak pada track yang tersedia, maka keimanan itu akan segera mati dan punah. Sebagaimana benda-benda lain di alam semesta ini, yang bergerak dan aktif sesuai dengan kehendak Allah Swt..

Didasari oleh keagungan ruhani dan kekuatan kemauan, ustadz Fethullah Gülen bergerak cepat dalam menyusun strategi dakwah yang tengah beliau sampaikan. Sehingga para murid beliau menilai beliau sebagai sumber inspirasi hidup bagi pergerakan dakwah mereka, lahir maupun batin. Demikian pula beliau menilai pribadi para murid yang ada sebagai sumber inspirasi yang hidup, baik secara lahir maupun batin. Antara perasaan ustadz Fethullah Gülen dengan perasaan para murid beliau telah menyatu, sehingga beliau dapat merasakan kesusahan yang dirasakan oleh para murid beliau. Demikian pula para murid beliau juga mampu merasakan kesusahan yang mungkin akan dirasakan oleh sang guru.

Dengan begitu, kesatuan perasaan antara murid dan guru semacam itulah yang menjadi energi pendorong mereka lahir batin untuk berdakwah. Mereka menilai bahwa semua tantangan dan kesulitan yang menghadang harus dihadapi dengan sabar dan tekun. Sebab, setiap kesulitan pernah dirasakan oleh para da'i di masa-masa lalu, seperti yang juga pernah dihadapi oleh para Nabi dan Rasul. Oleh karena itu, mereka menghadapi tantangan berdakwah dengan perasaan tenang, sabar, yakin, dan percaya bahwa Allah Swt. pasti akan menolong agama-Nya, serta siapa saja yang menyeru ke jalan-Nya. Murid-murid beliau menganggap semua kesulitan yang ada sebagai tantangan bagi penegakan kebenaran yang harus mereka perjuangkan. Karenanya, sedikit pun mereka tidak gentar---apalagi mundur---ketika mengahadapi rintangan dan halangan saat menyampaikan dakwah kepada orang lain. Qalbu mereka selalu bergelora, pikiran mereka selalu bergerak maju, dan kemauan mereka selalu bergejolak untuk dakwah ke jalan Allah kepada orang lain. Oleh karena itu, mereka senantiasa bekerja secermat mungkin, dan dipenuhi dengan keikhlasan, sehingga dakwahnya menuai keberhasilan.

Dalam buku ini, ustadz Fethullah Gülen tidak menuntun Kita menjadi seorang da'i yang menyeru benda mati. Justru, beliau menuntun Kita bagaimana cara memanggil qalbu setiap orang yang hidup, sembali menyesali keadaan agama serta umatnya yang sejak enam abad berlalu keadaanya amat sangat memprihatinkan. Perasaan itulah yang mendorong ustadz Fethullah Gülen dan para murid beliau untuk bangkit kembali menyegarkan atmosfir dakwah, agar seruan menuju Islam tidak pernah mati sepanjang masa, seperti yang pernah terjadi pada abad-abad awal kemunculannya.

Semoga buku sederhana ini dapat mengilhami para da'i untuk senantiasa memacu semangat mereka dalam mengemban tugas suci ber-amar ma'ruf nahi munkar.

Inilah sekapur sirih yang dapat kami sampaikan sebagai pengantar bagi diterbitkannya buku ini dalam edisi berbahasa „Arab. Semoga Allah Swt. senantiasa melimpahkan shalâwat, salâm, dan rahmat bagi junjungan kita Nabi Muhammad Saw..