Demi Merasakan Manisnya Iman…

Pertanyaan: Salah satu doa yang kita baca setiap pagi sebagai bagian dari sunah Baginda Nabi shallallahu alaihi wasallam  adalah:

 

اللَّهُمَّ حَبِّبَ إِلَيْنَا الْإِيمَانَ وَزَيَّنَهُ فِي قُلُوبِنَا وَكَرَّهَ إِلَيْنَا الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ وَاجْعَلْنَا مِنَ الرَّاشِدِيْنَ

 

Allahumma habib ilainal iman, wa zayyinhu fi qulubina wa karrih ilainal kufro wal fusuqo wal ‘ishyan waj’alna minarrosyidin.[1]

 

Artinya:  “Ya Allah jadikanlah kami mencintai keimanan dan jadikanlah keimanan itu indah di hati kami serta jadikanlah kami benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kemaksiatan. Dan jadikanlah kami termasuk golongan yang meniti  jalan yang lurus.”

 

Berkenankah Anda menyampaikan makna doa ini dan bagaimana harusnya kita memiliki perspektif yang tepat berdasar pada doa tersebut?

 

Setiap detik kehidupan Rasulullah layaknya munajat dan rajutan doa. Beliau senantiasa mengangkat kedua tangannya, baik ketika bangun di pagi hari, saat malam tiba, mengambil wudu, dan menyimak azan. Beliau menuju Sang Maula al Muta’al pada setiap hal yang menjadi sarana mendekatkan diri kepada-Nya, ketika di awal dan di akhir ibadah, di saat makan dan minum, tidur, melakukan perjalanan, pulang dari perjalanan, serta ketika menyambut kesedihan ataupun kebahagiaan. Beliau selalu membungkuk, merintih, dan bermunajat kepada-Nya. Oleh karena Al-Qur’an memberi perhatian besar pada zikir di waktu pagi dan malam, maka Rasulullah pun memberi perhatiannya kepada dua waktu ini. Beliau mendedikasikan waktu pagi dan malamnya sebagai waktu berdoa.

 

Salah satu doa yang secara khusus sering dibaca Rasulullah setiap pagi adalah doa yang Anda tanyakan:  “Ya Allah jadikanlah kami mencintai keimanan dan jadikanlah keimanan itu indah di hati kami serta jadikanlah kami benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kemaksiatan. Jadikanlah kami termasuk golongan yang meniti  jalan yang lurus lagi  mendapat petunjuk.”

 

Kehati-Hatian Sumbernya dari Sang Rahman, sedangkan Tergesa-Gesa asalnya dari Setan

Doa ini terinspirasi dari surat Al Hujurat ayat 7. Menurut para penafsir, ayat tersebut turun karena peristiwa yang berhubungan dengan pemberitaan seputar kabilah Bani Mustaliq. Terdapat kabar yang beredar di antara kaum mukmin bahwasanya Bani Mustaliq tidak bersedia membayar zakat. Diberitakan bahwa mereka telah bersiap untuk berperang melawan Rasulullah. Beberapa sahabat yang gusar dengan pemberitaan tersebut menyampaikan bahwasanya mereka harus segera diserang dan para pemberontak tersebut harus segera dihukum. Sebenarnya sikap impulsif para sahabat tadi berasal dari keterikatan mereka kepada agama Allah, kecintaan pada iman yang terdapat dalam kalbunya, serta kebencian mereka pada kekufuran dan kemaksiatan. Segera setelah mendengar kabar bahwasanya Bani Mustaliq tidak menaati perintah Rasulullah dan enggan membayar zakat, semangat beragama yang membara dalam hati membuat mereka segera bangkit dan menyampaikan niatnya untuk berperang melawan kabilah yang menentang Rasulullah ini.

 

Namun, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak serta merta menerima keinginan mereka. Beliau menyampaikan bahwasanya yang pertama-perlu harus dilakukan adalah mengecek ulang kebenaran berita ini. Untuk itu, beliau menugaskan Sayyidina Khalid untuk mempelajari kebenaran berita ini. Pada tengah malam, Sayyidina Khalid tiba di kampung Bani Mustaliq. Ia mengirimkan mata-matanya ke tengah penduduk kampung. Ia sendiri juga mengecek sekelilingnya. Ketika mata-mata kembali, mereka memberi laporan bahwa Bani Mustaliq benar-benar memeluk Islam. Mereka mendengar Bani Mustaliq mengumandangkan azan dan melihat penduduknya mendirikan salat. Ketika pagi tiba, Sayyidina Khalid berangkat untuk menemui Bani Mustaliq. Beliau menyaksikan bahwasanya sama sekali tidak ada tanda-tanda niat pemberontakan. Beliau melihat bahwa mereka menjaga sumpah baiat, mengetahui wajibnya zakat, dan rida dengan pembayarannya. Saat Sayyidina Khalid menyampaikan pemandangan yang menyenangkan tersebut kepada Rasulullah, beliau bersabda: “Kehati-hatian sumbernya dari Sang Rahman, sedangkan tergesa-gesa asalnya dari setan.” Demikianlah, ayat yang akan menjadi cahaya penerang bagi setiap kaum muslimin ketika menemui persoalan serupa berlaku hukumnya hingga kiamat datang kelak.

 

Di tengah kalian terdapat Rasulullah…!

Penggalan ayat suci yang menjadi inspirasi dari doa yang Anda tanyakan adalah sebagai berikut:

 

وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ فِيْكُمْ رَسُوْلَ اللّٰهِ ۗ لَوْ يُطِيْعُكُمْ فِيْ كَثِيْرٍ مِّنَ الْاَمْرِ لَعَنِتُّمْ وَلٰكِنَّ اللّٰهَ حَبَّبَ اِلَيْكُمُ الْاِيْمَانَ وَزَيَّنَهٗ فِيْ قُلُوْبِكُمْ وَكَرَّهَ اِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوْقَ وَالْعِصْيَانَ ۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الرّٰشِدُوْنَۙ

 

Artinya: “Dan ketahuilah olehmu bahwa di tengah-tengah kamu ada Rasulullah. Kalau dia menuruti (kemauan) kamu dalam banyak hal pasti kamu akan mendapatkan kesusahan. Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan (iman) itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus,” (QS. Al Hujurat: 7)

 

Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengingatkan sebuah hakikat penting kepada mereka yang datang dengan usulan atau senang bergerak dengan pemikirannya sendiri. Pertama-tama, Allah berfirman: “Dan ketahuilah olehmu bahwa di tengah-tengah kamu ada Rasulullah.“ Rasulullah meskipun dengan firasat dan basirahnya yang agung senantiasa membuat keputusan yang tepat serta selalu terhubung dengan Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang Maha Menyaksikan, Maha Mendengar, dan Maha Mengetahui segala sesuatu, beliau tidak pernah memutuskan langkahnya sendiri. Allah menjelaskan bahwasanya Rasulullah senantiasa berada dalam bimbingan wahyu, Beliau diliputi inayat dan penjagaan Ilahi sehingga beliau tidak akan pernah membuat kesalahan. Apabila terdapat seseorang yang bergerak dengan rahasia, berbohong, atau membuat intrik tertentu, semua itu dilihat dan diketahui oleh Allah. Jika berkehendak, pengetahuan-Nya tersebut akan disampaikan kepada Rasulullah. Oleh karena terdapat beberapa sahabat yang akibat kegusarannya tidak menyadari hakikat ini, maka ayat ini mengingatkan sekali lagi pemandu seperti apa yang berada di antara mereka.

 

Kemudian Allah melanjutkan firman-Nya sebagai berikut: “Kalau dia menuruti (kemauan) kamu dalam banyak hal pasti kamu akan mendapatkan kesusahan.” supaya para sahabat berhenti mendesak Rasulullah. Melalui ayat ini Allah menyampaikan bahwa dalam segala urusan jalan yang dipilih Rasulullah adalah jalan paling selamat. Sedangkan menaatinya akan membuat mereka selamat dari bala dan musibah serta mengantarkan mereka ke pantai keselamatan. Allah memberi tahu bahwa jalan yang ditunjukkan oleh Rasulullah senantiasa menjadi jalan paling baik, mudah, dan tidak ripuh, sedangkan apabila mereka memaksakan kehendak yang dianggapnya baik kepada Rasulullah maka mereka akan jatuh ke dalam banyak kesulitan. Allah juga memberi petunjuk supaya mereka melangkah sesuai perintah Allah dan Rasulnya, hidup dalam taslim dan tawakal, serta rida dengan ketetapan takdir Allah Yang Maha Kuasa. 

 

Kalbu yang Tenteram karena Iman

Setelah memberi peringatan-Nya, Allah menyucikan para sahabat. Meskipun sebagian mereka tetap bersikap impulsif dan berharap supaya usul-usul mereka diterima, sebagian besar sahabat tetap menunggu perintah ataupun isyarat dari Rasulullah serta menunjukkan sikap layaknya mukmin sejati. Di antara sahabat terdapat sekumpulan kecil anak muda yang terpengaruh provokasi yang sering disampaikan kaum munafik: “Andai saja kalian mendengarkan kami, pasti kalian tidak akan mengalami hal-hal ini,” sehingga menganggap jika usul mereka logis, lalu bertindak impulsif, serta menyampaikan pandangan-pandangan yang membuat Rasulullah sedih di mana dalam periode waktu tertentu mereka memaksakan pendapat itu. Namun, jumlah mereka amatlah sedikit. Allah menyampaikan bahwasanya hampir semua sahabat menunjukkan sikap yang selayaknya. Mereka pun merasakan manisnya iman. Kalbunya menjadi tenteram karenanya. Mereka menjadi mukmin yang membenci kekufuran, kefasikan, dan kemaksiatan serta memandang jalan yang mereka titi sebagai kebenaran. Terlebih lagi anak-anak muda yang tadinya takhluk pada kegusaran dan menawarkan Rasulullah untuk berperang melawan pemberontak kemudian berhasil meraih ketenangan. Secara isyarat disampaikan bahwa mereka berhasil meraih petunjuk. Berkat nikmat dan ihsan ilahi hatinya dipenuhi oleh kecintaan kepada iman. Mereka membenci kekufuran, kefasikan, dan kemaksiatan serta masuk ke dalam golongan sahabat yang menemukan hakikat. 

 

Terlebih, dalam ayat suci ini terdapat penekanan atas pentingnya cinta dan iman. Seakan disampaikan kepada para sahabat pilihan ini: “Allah telah membuat hatimu menerima iman dan menetapkan kasih sayang di dalam kalbumu sehingga kalian pun beriman. Seiring berjalannya waktu, kalbu yang diliputi iman itu akan semakin indah. Jiwamu akan semakin matang karenanya. Iman membuatmu bersanding di samping nabi. Karena imanlah maka dirimu melakukan amal saleh. Dengan niat inilah dirimu berbaiat kepada Rasulullah. Oleh karena dirimu mencintai iman serta kalbumu menjadi tenteram karenanya, karena dirimu mencintai Rasulullah dan berjanji untuk tetap berada di jalannya, jika demikian adanya maka taatilah apapun yang disarankannya kepadamu. Pahamilah rincian halus yang dikandung dalam ketaatan, patuhilah semua perintahnya dengan penuh ketundukan tanpa syarat dan tanpa kondisi. Sebagaimana disampaikan ayat suci: “Katakanlah (Muhammad), ‘Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu,’” maka kalian harus menaati Rasulullah sehingga Allah pun berkenan mencintai kalian. Kalian harus mematuhi Rasulullah sehingga Dia pun menjadikan kalian diliputi oleh rasa cinta.

 

Kekufuran, Kefasikan, dan Kemaksiatan

Setelah membahas iman, Allah subhanahu wa ta’ala kemudian menarik perhatian kita kepada tiga penyebab musibah: “Kami membuat kalian membenci kekufuran, kefasikan, dan kemaksiatan.” Potongan ayat ini menyampaikan bahwasanya bencinya seseorang kepada kekufuran, kefasikan,  dan kemaksiatan merupakan sebuah nikmat ilahi.

 

Sebagaimana diketahui, kekufuran adalah lawan dari keimanan. Tidak mengimani Allah artinya menolak kebenaran, dan menyelubungi nikmat-nikmat dari Allah dengan keingkaran. Sebenarnya supaya kalbu bisa mencintai iman dan merasa tenteram dengannya mengharuskan kebencian kepada kekufuran. Seseorang yang pernah merasakan manisnya iman pasti akan antipati kepada kekufuran. Rasulullah bersabda: “Barangsiapa memiliki tiga karakteristik ini, maka ia akan merasakan manisnya iman: Mencintai Allah dan Rasul-Nya lebih dari apapun, mencintai seseorang karena Allah, dan membenci kekufuran setelah ia diselamatkan dari kekufuran sebagaimana ia benci dimasukkan ke dalam neraka.” Ya, seseorang yang telah merasakan manisnya iman akan mencintai Allah dan Rasul-Nya lebih dari apapun. Ia akan bergetar tatkala mengingat Allah dan Rasul-Nya. Ia akan mencintai segala sesuatu hanya demi Allah. Ia akan mencintai sosok-sosok seperti Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, Imam Rabbani, Al-Ustaz Badiuzzaman Said Nursi karena penghambaan dan kedekatan mereka dengan Allah, karena mereka adalah seorang insan dakwah di jalan-Nya, serta karena mereka adalah seorang muazzin yang mengundang umat manusia kepada Sang Haq. Ia akan mencintai sesama manusia dan sesama makhluk hanya karena Allah. Satu lagi, ia akan membenci kekufuran yang akan menjadi penyebab seseorang dilemparkan ke api neraka setelah ia diselamatkan darinya serta rida dengan keimanan. Membayangkan ganasnya api neraka akan membuatnya gemetar dan menggigil. Ia akan berlindung sepenuhnya kepada Sang Ghaffar dan Sattar supaya tidak terpeleset, tergelincir, dan kehilangan semuanya. Ia akan berusaha menjauhi semua pintu-pintu yang menuju ke arah kekufuran. Kefasikan dan kemaksiatan merupakan pintu-pintu menuju kekufuran dan kepedihan abadi. Setiap orang yang ingin supaya iman mekar di dalam kalbunya harus benar-benar menjauhi keduanya.

 

Fasik artinya meninggalkan perintah Allah, keluar dari jalan kebenaran, mengerjakan dosa-dosa besar, serta terbiasa melanjutkan dosa-dosa kecil yang mana pekerjaan-pekerjaan tersebut berarti menjauhi wilayah ketaatan kepada Allah. Seseorang yang meninggalkan kerangka agama serta tidak menjalankan hidupnya seperti yang diatur dalam agama disebut fasik. Fasik juga memiliki makna berbahaya, tidak menerima saran, dan senantiasa melakukan keburukan. Untuk itu, terdapat sebuah hadis dari beberapa riwayat yang menggunakan istilah fasik untuk lima jenis hewan[2]. Tikus yang disebut dengan istilah “fawasikul buyut” karena muncul dari lubang-lubang, berkeliaran di sekitar rumah, dan merusak merupakan salah satunya. Kemaksiatan berarti ketidaktaatan, pemberontakan, dan penentangan, yaitu menentang perintah Allah, tidak taat kepada-Nya, serta melakukan dosa.

 

Ya, dalam ayat suci tersebut disebutkan bahwa kufur adalah lawan iman, sedangkan kefasikan dan kemaksiatan merupakan perbuatan yang menentang perbaikan iman. Dari sini, fasik berarti kebohongan. Ia merupakan ungkapan yang bertentangan dengan kebenaran dan ketaatan. Kemaksiatan sendiri berarti keluar dari ketaatan karena meninggalkan perintah.

 

Anak-Anak Nakal Berusia 70 tahun

 

Ayat yang sedang kita bahas diakhiri dengan “Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus (QS. Al Hujurat: 7)”. Artinya orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus adalah sosok yang kalbunya mencintai, diperindah, dan diterangi oleh cahaya iman; menjauhi karena membenci kekufuran, kefasikan, dan kemaksiatan; serta mengalami peningkatan berkat kebenaran, tidak berpisah dari ketaatan, dan mengikuti jalan lurus yang ditunjukkan oleh iman. Artinya, menjadi orang yang mengikuti jalan lurus tidak datang seiring bertambahnya usia. Betapa banyak orang-orang berusia 70an tahun yang bersikap layaknya anak remaja. Mereka adalah orang-orang yang tidak mengetahui apa yang ada di depan dan di belakangnya. Orang-orang yang setiap hari memenuhi hawa nafsunya dengan melakukan segala macam dosa tak akan bisa mengendalikan penglihatan, pendengaran, lisan, ataupun bagian tubuh lainnya. Mereka yang mengikuti jalan yang lurus artinya mampu membedakan baik dan buruk, kokoh di jalan kebenaran, serta meniti kebaikan dengan tepat dan sabar. Berdasarkan hal tersebut, apabila Anda mencari orang-orang yang mendapat petunjuk, mengenal dirinya dengan baik, meniti jalan kebenaran setelah menemukan jalan yang tepat, maka Anda akan menemukannya pada orang-orang yang mencintai iman serta membenci kekufuran, kefasikan, dan kemaksiatan.

 

Jika seorang manusia - meskipun dia mengklaim bahwa dirinya beriman - apabila tidak mawas diri terhadap kekufuran, membuka diri kepada kefasikan dan dosa, mengitari lembah kemaksiatan, membuka mata, telinga, lisan, dan bibirnya kepada hal-hal haram, berapapun umurnya tampaknya sulit untuk menyebutnya sebagai orang yang mendapat petunjuk meskipun usianya sudah lanjut. Hal yang layak disematkan kepada mereka adalah kekanak-kanakan, lupa dengan hakikat dirinya, berpikiran pendek, dan tak berakal. Mengapa? Karena orang yang demikian berarti sedang melukai hati, merobohkan istana iman di alam dunia, dan meledakkan kehidupan akhiratnya. Bagaimana mungkin orang yang telah merobohkan istananya di surga karena perbuatan dosanya layak disebut dewasa? Orang yang menggerogoti tiap sudut mahligainya di surga apakah layak disebut telah mampu membedakan yang baik dan yang buruk? Bukankah Al-Ustaz Badiuzzaman berkata: “Barangsiapa mengucap alhamdulillah sekali di dunia maka ia akan menikmati satu buah surga di akhirat nanti”?  Bila demikian, maka jika dirimu menunaikan salat sekali sama halnya dengan membangun sebuah rumah di surga. Jika dirimu melakukan sebuah dosa sama halnya dengan meruntuhkan sebuah istana megah di akhirat. Ya, kalam Ilahi telah mengisyaratkan persoalan ini dan menerangkan syarat-syarat yang harus dipenuhi supaya tergolong sebagai manusia yang matang lagi berada di jalan kebenaran.

 

Rasulullah Sang Sayyidul Mursalin yang memanfaatkan setiap sudut waktunya dengan munajat dan doa kemudian menjadikan ayat tersebut sebagai untaian doanya kepada Allah Yang Maha Agung: “Allahumma habib ilainal iman, wa zayyinhu fi qulubina wa karrih ilainal kufro wal fusuqo wal ‘ishyan waj’alna minarrosyidin.”

 

Tawajuh yang Terus-Menerus

Pada doa nabi yang mengutip firman ilahi ini terdapat satu masalah penting yang turut disinggung. Sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala mengingatkan bahwa Dialah yang menyalakan pelita iman di hati orang-orang mukmin, menyelamatkan mereka dari kekufuran, kefasikan, dan kemaksiatan, serta mengantarkan mereka pada jalan yang benar, Rasulullah pun menggunakan ungkapan “ij’alna” ketika menyampaikan makna “masukkanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang mendapat petunjuk”. Pilihan ungkapan ini menarik perhatian bahwasanya kita hanya bisa menemukan jalan yang mustakim berkat kekuatan Allah.

 

Kata j’al yang banyak terdapat pada ayat Al-Qur’an dan doa-doa kita merupakan ungkapan yang mengisyaratkan diperlukannya tawajuh terus menerus serta kontinuitas pada doa. Karena sebagaimana kekhilafahan Nabi Adam terwujud berkat kekuatan Allah, supaya umat manusia bisa menjadi seorang mukmin yang baik selama hidup di dunia pun bergantung pada kekuatan, anugerah, dan karunia Allah. Hakikat ini mengandung peringatan yang sangat penting. Makna dari pemilihan kata ini adalah sebagai berikut: “Ketika Anda mendapat anugerah, dimuliakan dengan suatu karunia, atau diangkat ke derajat tertentu tidak berarti Anda telah memiliki nikmat ataupun derajat tersebut. Tercapainya suatu derajat tertentu tidak memberikan jaminan yang cukup bahwa dirimu akan berada di sana seterusnya. Nikmat tersebut bukanlah milikmu. Ia diberi dari pihak tertentu. Ia bergantung pada kontinuitas dalam menjaga kelayakan diri. Untuk itu, sebagaimana dirimu memiliki peluang untuk meraihnya, ada juga peluang untuk kehilangannya.

 

Misalnya, kekhalifahan yang dipercayakan kepada manusia, yaitu kedudukan mulia untuk menjadi khalifah Yang Maha Kuasa di muka bumi bukanlah hak miliknya. Ia adalah amanah yang sewaktu-waktu bisa ditarik kembali. Seperti halnya setan yang akibat kedudukan yang diraih kemudian diliputi oleh kesombongan, tertipu, dan tak mampu menjaga sikap kemudian tergelincir ke dalam sumur gayya, Nabi Adam pun menghadapi tantangan serupa. Apabila beliau tidak menunaikan amanah yang dipercayakan kepadanya, maka kekhilafahannya di muka bumi akan ditarik kembali. Namun, Nabi Adam menunjukkan adabnya sebagai seorang hamba melalui rintihan sucinya: “Ya Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi (QS Al-A’raf: 23)”. Demikian juga dengan Nabi Yunus. Beliau menunjukkan sikap selayaknya hamba yang khalis dengan munajatnya: ”Tidak ada tuhan selain Engkau, Mahasuci Engkau. Sungguh, aku termasuk orang-orang yang zalim (QS Al Anbiya: 87).”  Berkat doa ini, beliau menjaga kemuliaannya di hadapan Sang Haq.

 

Kata-kata yang digunakan dalam ayat-ayat suci, sikap yang ditunjukkan oleh para nabi yang agung, dan ungkapan yang dipilih oleh Rasulullah memperingatkan supaya kita tidak merasa aman dengan keadaan kita saat ini, jangan sampai kita berpikir: “Aku telah menemukannya, jadi aku telah selamat,” serta supaya kita senantiasa bermunajat dan berdoa kepada Allah juga berlindung dalam penjagaan-Nya. Ini artinya supaya kita bisa berjalan menuju ufuk insan kamil dan setidaknya tidak merusak karakter mukmin yang ada pada diri maka kita harus senantiasa menjaga tawajuh kepada-Nya.

 

Ya, seorang mukmin yang benar-benar beriman dan mendapat petunjuk membenci segala jenis dosa serta senantiasa berusaha untuk tidak terkontaminasi oleh kesalahan, kedurhakaan, dan kemaksiatan apapun. Apabila ia tersandung sesuatu di sebuah tempat ataupun tergelincir ke dalam atmosfer dosa dan kemaksiatan maka tanpa menunda ia akan langsung bertobat serta menyucikan diri dengan istigfar. Penyucian diri ini bukanlah perkara yang bisa ditunda. Ini karena tidak ada garansi bahwa manusia tidak akan kembali kepada-Nya tanpa membawa beban yang lebih berat dari Gunung Qaf di pundak. Ia tahu betul bahwa satu menit dosa sekalipun akibatnya bisa ditanggung seumur hidup. Menurut orang beriman, tidak ada satu dosa pun yang boleh diberi kesempatan hidup meski hanya sesaat. Apabila ia tidak segera dihapus dengan tobat, maka ia akan bersarang layaknya ular berbisa di dalam kalbu. Ia bisa bertelur dan berkembang biak di sana. Menunda tobat seperti mengundang dosa-dosa baru. Jika demikian, seorang mukmin hakiki saat melakukan dosa apapun, misalnya ketika melihat hal yang haram, menelan suapan yang haram, berkata dusta, maka ia harus mencari jalan supaya selamat dari akibatnya. Ia harus menyungkurkan dahinya dalam sujud tanpa menunggu meski hanya satu atau dua menit sekalipun. Ia harus menyucikan dirinya dengan tobat dan istigfar. Dengan demikian ia bisa kembali menghadap kepada-Nya dalam keadaan bersih.

 

Buatlah Kami Mencintai Orang-Orang yang Engkau Cintai…

Kesimpulannya, kita harus menjadikan doa yang diambil Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dari ayat suci yang kita bahas makna dan petunjuk-petunjuk yang diisyaratkan di dalamnya ini sebagai wirid. Kita harus bertawajuh kepada Sang Pencipta dengan mengingat poin-poin tersebut. Mari kita gaungkan perasaan berikut kepada Sang Rahman dan Rahim:    

 

Ya Allah, buatlah kami mencintai iman. Buatlah kami mencintainya lebih dari nyawa, darah, dan hidup kami. Liputilah hati kami dengan asas-asas iman. Liputilah hati kami dengan cinta-Mu. Penuhilah hati kami dengan kecintaan kepada kekasih-Mu. Buatlah kekasih-Mu mencintai kami. “Jangan biarkan kami terguncang, buatlah kami menyampaikan kebenaran. Liputilah kami dengan kegembiraan-Mu, ajarkan kami hakikat. Apabila Engkau tak memperdengarkannya, kami tak akan mampu mendengarnya. Apabila Engkau tidak membuat kami menyampaikannya, kami tak akan mampu mengucapkannya. Apabila Engkau tak membuat hati kami cinta, kami tak akan mampu mencintainya. Buat kami mencintai apa yang Engkau cintai dan membenci apa yang Engkau benci. Anugerahilah kami dengan karunia-karunia-Mu (M. Hamdi Yazir).” Terangilah hati kami dengan cinta dan mahabbah sehingga kami dapat melihat iman dalam diri kami dengan cara yang sangat berwarna, sangat mempesona, dan sangat elegan. Tariklah pandangan kami dari hal-hal selain-Mu sehingga kami bisa merasakan-Mu sebagai kekasih paling indah dan menawan. Biarkan roh kami mengepak dengan iman hingga tak satupun dari keindahan dunia yang paling membahana ataupun nikmat-nikmat akhirat yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata maupun pandangan kami terhadap surga dapat menghentikannya.

 

Bukankah iman merupakan intisari dari semua hakikat dan nikmat, bukankah iman merupakan intisari hubungan kita dengan Allah dan Rasulullah, bukankah iman merupakan intisari dari tawajuh dan tatapan kita kepada-Nya? Demikian juga dengan diraihnya nikmat-nikmat surga dan kebahagiaan abadi, semuanya terwujud berkat merekahnya benih iman. Jika demikian, kecintaan kepada iman dan dihiasinya hati kita oleh iman merupakan anugerah ilahi paling utama dibandingkan kebahagiaan duniawi, diraihnya surga, ataupun selamat dari api neraka. Aku memohon kepada-Mu dengan mengingat hakikat-hakikat ini. Ya Allah, gaungkanlah kecintaan kepada iman, inti dan asal dari semua kebaikan, ke dalam hati kami. Buatlah kalbu kami puas karenanya. Tunjukkanlah prinsip-prinsip iman sebagai sesuatu yang sangat berkilau lagi memesona. 

 

Duhai Sang Pencipta, bangkitkanlah rasa benci dalam hati kami kepada kekufuran serta semua dosa yang berpotensi menyeret kami kepada kekufuran. Lindungilah kami dari buruknya keluar dari lingkaran iman dan islam ataupun mengambil barisan yang sama dengan orang fasik dan orang-orang yang menentang perintah-Mu, di mana mereka nanti akan digelindingkan ke lubang neraka. Anugerahilah iradat kami kemampuan untuk menganggap buruk keadaan dilempar ke kepedihan abadi di neraka dan kufur setelah merasakan iman, serta menjauhi akhir kehidupan yang demikian. Jadikanlah kami sebagai hamba saleh yang mengetahui apa itu kebenaran serta menggenggamnya erat-erat. Jadikanlah kami sebagai hamba saleh yang menjauh tatkala melihat awan kebatilan.

 

Amin

[1] Diterjemahkan dari: https://fgulen.com/tr/eserleri/dirilis-cagrisi/imanin-tadini-almak-icin

[2] "Ada lima jenis hewan fasiq (berbahaya) yang boleh dibunuh ketika sedang ihram, yaitu tikus, kalajengking, burung rajawali, burung gagak dan kalb aqur (anjing galak)." (HR. Bukhari no. 3314 dan Muslim no. 1198)

Pin It
  • Dibuat oleh
Hak Cipta © 2024 Fethullah Gülen Situs Web. Seluruh isi materi yang ada dalam website ini sepenuhnya dilindungi undang-undang.
fgulen.com adalah website resmi Fethullah Gülen Hojaefendi.