Jihad Kecil dan Jihad Besar
Berasal dari akar kata ja-ha-da, jihad berarti mengerahkan seluruh kekuatan, bergerak menuju tujuan dengan segala kekuasaan dan kekuatan, dan melawan setiap kesulitan. Definisi jihad ini lebih dekat dengan pengertian keagamaan.
Jihad memperoleh karakteristik khusus dengan munculnya Islam: berjuang di jalan Allah. Pengertian ini biasa kita ingat dewasa ini. Jihad terjadi pada dua lapis: internal dan eksternal. Lapis internal (jihad besar) adalah upaya untuk mencapai jati diri seseorang, lapis eksternal (jihad kecil) adalah proses untuk membuat orang lain bisa mencapai jati dirinya. Yang pertama didasarkan pada mengatasi hambatan antara diri sendiri dan jati dirinya, mengenali jiwa, dan akhirnya mengenali Tuhan, mencintai Tuhan, dan berbahagia secara spiritual. Yang kedua didasarkan pada mengatasi hambatan antara manusia dan keimanan sehingga mereka dapat memilih secara bebas untuk beriman atau tidak beriman. Dalam satu hal, jihad adalah tujuan penciptaan kita dan kewajiban kita yang paling penting. Seandainya yang benar adalah kebalikannya, Allah pasti sudah mengutus para nabi melakukan tugas ini.
Ada perbedaan yang sangat jauh antara mereka yang tetap enggan dengan tanpa alasan yang benar dan mereka yang terus-menerus terlibat dalam jihad:
Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak turut berperang) yang tidak mempunyai uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar. (Q.S. an-Nisaa’: 95).
Rasulullah saw bersabda:
Berjaga satu hari untuk melindungi perbatasan untuk berjuang di jalan Allah adalah lebih baik dari pada dunia dan segala isinya. Tempat kecil yang digunakan untuk menyimpan cambukmu (yang digunakan di jalan Allah) di Surga lebih baik dari pada dunia dan segala isinya. Malam atau pagi yang dihabiskan di jalan Allah adalah lebih baik dari pada dunia dan segala isinya.[1]
Jenis-jenis Jihad
Jihad kecil tidak berarti hanya sebatas peperangan, yang hanya akan mempersempit pandangan kita. Sebenarnya, jihad kecil memiliki arti dan aplikasi sedemikian luas sehingga kadang-kadang mengucapkan sepatah kata atau diam, mengerutkan kening atau tersenyum, meninggalkan atau mengikuti pertemuan—singkatnya, semua yang dilakukan karena Allah—dan mencintai atau marah karena Allah dapat termasuk jihad kecil. Dengan cara ini, semua upaya yang dilakukan untuk mereformasi masyarakat adalah bagian dari jihad, demikian pula setiap usaha yang dilakukan untuk keluarga, kerabat, tetangga, dan wilayah Anda.
Jihad kecil bersifat material. Sedangkan jihad besar berada di lapis spiritual, karena jihad ini merupakan perjuangan melawan dunia batin dan nafsu badaniah. Ketika kedua jihad ini dilaksanakan dengan sukses, keseimbangan yang diinginkan terwujud. Jika salah satunya tidak ada, keseimbangan ini akan goyah.
Orang-orang yang beriman menemukan kedamaian dan vitalitas dalam jihad yang demikian imbang. Mereka menyadari bahwa hanya kematianlah yang akan menghentikan mereka untuk berjihad. Orang-orang yang beriman, seperti pohon buah, hanya bisa bertahan hidup selama mereka menghasilkan buah. Memang, ketika pohon berhenti menghasilkan buah, ia mengering dan mati. Perhatikan orang-orang yang pesimis, dan Anda akan melihat bahwa mereka tidak akan berjuang lagi atau menjelaskan kebenaran kepada orang lain. Dengan demikian, Allah memotong karunia-Nya kepada mereka, membiarkan ruang batin mereka gelap dan dingin. Tetapi mereka yang berjihad selalu dikelilingi oleh cinta dan antusiasme. Dunia batin mereka cerah, perasaan mereka murni, dan mereka berada di jalan menuju kemakmuran. Setiap perjuangan merangsang pemikiran yang lain, dan dengan demikian suatu lingkaran kebenaran terbentuk. Seperti setiap perbuatan baik menjadi kendaraan untuk suatu perbuatan baik lainnya, orang-orang seperti ini berenang di tengah perbuatan-perbuatan baik. Al-Qur’an memberitahu kita:
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. (Q.S. al-Ankabut: 69)
Banyak jalan menuju Allah sebanyak makhluk yang ada. Allah memberi petunjuk kepada mereka yang berjuang keras di jalan-Nya menuju keselamatan melalui satu atau lebih dari jalan-jalan tersebut. Allah membuka setiap jalan yang menuju kebaikan dan menutup jalan-jalan menuju kejahatan. Setiap orang yang menemukan jalan-Nya, jalan yang lurus, akan menemukan jalan tengah. Sama seperti orang-orang ini mengikuti jalan tengah dalam urusan kemarahan, kecerdasan, dan nafsu, mereka juga mengikuti jalan tengah dalam urusan jihad dan ibadah. Ini berarti bahwa Tuhan telah membimbing umat manusia ke jalan keselamatan.
Jihad kecil adalah pemenuhan aktif kita terhadap perintah dan tugas dalam Islam, sedangkan jihad yang lebih besar adalah memerangi ego kita yang merusak dan emosi dan pikiran yang negatif (seperti kedengkian, kebencian, iri hati, keegoisan, kesombongan, arogansi, dan keangkuhan), yang menghalangi kita untuk mencapai kesempurnaan. Karena jihad ini sangat sulit dan berat, maka jihad ini disebut jihad besar.
Pada zaman Rasulullah saw masih hidup, orang-orang berjuang seperti singa di medan perang dan, ketika malam tiba, melenyapkan diri dalam pengabdian kepada Allah melalui ibadah dan zikir (mengingat dan menyeru Allah). Para pejuang yang gagah berani ini menjalani hidup di sudut-sudut yang sepi menyendiri dalam ibadah. Mereka mengikuti Nabi saw, manusia hati yang pertama dalam jihad material dan spiritual. Beliau mendorong para pengikutnya untuk meminta ampunan kepada Tuhan, dan selalu menjadi orang yang pertama untuk melakukannya.
Mereka yang berhasil dalam jihad besar akan berhasil dalam jihad kecil; mereka yang gagal dalam jihad besar akan gagal dalam jihad kecil. Bahkan jika orang-orang seperti itu memperoleh keberhasilan dalam tingkatan tertentu, mereka tidak dapat memperoleh hasil yang sempurna.
Aisyah ra menjelaskan:
Suatu malam Rasulullah saw bertanya, “Aisyah, bolehkah aku menghabiskan malam ini bersama Tuhanku?” (Beliau begitu sopan sampai beliau meminta izin. Beliau adalah orang yang sangat mulia dan halus budi-bahasanya). Aku menjawab, “Wahai Rasulallah, aku ingin bersamamu, tapi aku lebih menginginkan apa yang Engkau sukai bahkan lebih dari itu.” Nabi berwudhu dan mulai shalat. Beliau membacakan, “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal”. (Q.S. Ali Imran: 190). Beliau membacakan ayat ini dan menangis sampai pagi. (Ibnu Katsir, Tafsir)
Kadang-kadang agar tidak membangunkan istrinya, Nabi saw bangun dan menjalankan ibadah tanpa memberitahu Aisyah. Sekali lagi Aisyah menyatakan:
Suatu malam ketika aku terbangun, aku tidak menemukan Rasulullah . . . . Ketika aku mulai bangkit dalam gelap, tanganku menyentuh kaki beliau. Beliau bersujud di atas sajadah dan membaca sesuatu. Aku mendengarkan doa beliau. Beliau berdoa, “Ya Allah, aku berlindung kepada keridhaan-Mu dari murka-Mu. Aku berlindung kepada kemurahan-Mu dari azab-Mu. Aku berlindung kepada-Mu dari-Mu. Aku belum mampu memuji-Mu dengan sepenuhnya. Engkau seperti Engkau memuji diri-Mu.”[2]
Kejadian ini jelas menunjukkan kedalaman batin dan kegigihan jihad dalam diri Nabi saw. Dalam hadis lain, Rasulullah saw menyinggung dua jenis jihad:
Ada dua macam mata yang tidak akan pernah melihat api neraka: mata para prajurit yang bertindak sebagai penjaga di medan perang, dan mata mereka yang menangis karena takut kepada Allah.[3]
Jihad orang-orang yang tidak tidur karena bertindak sebagai penjaga di saat-saat yang paling berbahaya adalah jihad material. Mata mereka tidak akan tunduk pada api neraka. Adapun orang-orang yang melakukan jihad spiritual dan besar dan menangis karena takut kepada Allah, mereka juga tidak akan melihat siksaan neraka. Daripada mengulangi apa yang telah dilakukan orang lain, kita sebaiknya memiliki niat baik dan menanamkan kesadaran untuk tulus di dalam hati dan pikiran.
Jihad adalah keseimbangan ketundukan internal dan eksternal. Mencapai kesempurnaan spiritual dan membantu orang lain melakukan hal yang sama adalah hal-hal yang paling penting. Mencapai kesempurnaan internal adalah jihad besar; membantu orang lain mencapai itu adalah jihad kecil. Ketika Anda memisahkan jihad yang satu dari yang lainnya, jihad tidak lagi menjadi jihad. Pemisahan jihad yang satu akan melahirkan kelambanan dan pemisahan jihad yang satunya lagi akan melahirkan anarki. Jadi, satu-satunya jalan adalah semangat ajaran Nabi Muhammad saw. Seperti yang selalu terjadi, ini hanya mungkin dilakukan dengan mengikuti Rasulullah saw. Betapa bahagianya mereka yang mencari cara untuk menyelamatkan orang lain segigih yang mereka lakukan untuk diri mereka sendiri. Dan betapa bahagianya mereka yang selalu ingat untuk menyelamatkan diri sambil menyelamatkan orang lain!
[1] Bukhari, Jihad, 142; Tirmidhi, Fada’il al-Jihad, 25.
[2] Muslim, Shalat, 222; Haitami, Majma’ al-Zawa’d, 10: 124; Tirmidzi, Da’wah, 81.
[3] Tirmidzi, Fadha’il al-Jihad, 12.
- Dibuat oleh