Dunia Baru Sedang Dibangun

Hidup dan Semangat Harapan

Jika hidup dilihat melalui jendela Dia Yang Menberi Hidup, maka harapan adalah dinamika tindakan yang tidak pudar. Ini adalah makanan bagi mereka yang tidak hanya memikirkan diri sendiri, tapi juga memikirkan orang lain, bagi mereka yang menemukan kebahagiaan sejati dalam kebahagiaan orang lain dan bagi mereka yang memukan kehidupan dengan memperbaiki kehidupan orang lain; juga merupakan sumber energi yang tidak pernah berkurang bagi mereka yang telah mengabdikan diri pada cita-cita luhur dalam menjalani kehidupan pada tataran hati dan jiwa, setelah membebaskan diri dari penjara waktu, ruang, materi, fisik dan kepentingan pribadi.

Dalam hal ini, pada saat semua orang meyakini bahwa “semuanya sudah berakhir’, ketika tokoh besar sebuah bangsa telah melanggar aturan, saat ketetapan hati dan kehendak lenyap hanyut oleh gempa, badai dan banjir, saat mereka yang telah hidup mapan bergantung pada kantor, pangkat, kekayaan dan kemakmuran dan kekuasaan yang tidak berasal dari pemilik kekuatan dan kekuasaan yang sejati, saat mereka yang, karena tidak mampu menemukan kebenaran, telah menambatkan hati pada bintang-bintang, bulan dan matahari, benda-benda yang memudar dari langit, mulai menghadapi keputusasaan, harapan orang-orang yang memiliki cita-cita, maka orang-orang ini, yang kita gambarkan dalam baris-baris awal di atas, begitu berani sehingga dalam segala situasi, mereka bisa menantang alam semesta. Mereka melanjutkan perjalanan tak tergoyahkan, bahkan jika perhitungan dan rencana mereka harus gagal lima puluh ribu kali, mereka tetap merasa makmur meskipun dalam keadaan miskin. Mereka menjadi hidup bagi jiwa-jiwa yang mati dan menjadi kekuatan bagi mereka berlutut.

Orang tertentu dari Barat berkata, “Ketika semua putus harapan, bahkan harapan untuk mempertahankan diri, itulah saatnya serangan terhadap bangsa Turki dimulai”. Tunas-tunas baru dan segar yang muncul setelah invasi Mongol dan pembagian Anatolia, berkumpulnya kembali kekuasaan dan meningkatnya vitalitas setelah kekalahan di Çubuklu Valley, Gallipoli dan kemudian, Perang Kemerdekaan, semua yang diperangi hingga hancur dan yang gagah berani tiada tara yang diukir dalam sejarah, semua ini mengesankan bahwa yang penting bagi bangsa kita adalah menulis dan menulis ulang epos regenerasi yang dibangun di atas dasar harapan dan iman.

Sekarang ini untuk mengungkapkan rasa syukur, saya mencoba untuk bersabar dalam menghadapi masalah medis yang serius; saya mengalami kerinduan karena jauh dari tanah air saya, tempat yang saya cintai lebih dari hidup itu sendiri, jauh dari air, udara, batu, tanah, langit dan orang-orang yag berwajah ceria—saya sangat merindukan mereka semua. Kerinduan terhadap kampung halaman ini tercermin dalam jiwa seperti sumur yang tiada punya dasar. Saya melihat, dengan cemas, tapi pada saat yang sama berharap, apa yang sedang terjadi di tanah air—meskipun saya hanya dapat melihat sekilas atau hanya dapat melihat apa yang ada di permukaan—negeri yang sekarang ini banyak orang menganggapnya tidak mungkin dihuni. Saya mencoba untuk melihat upaya yang akan diambil Amerika dan saya masih memendam harapan dunia dan umat manusia, segar seperti daun yang senantiasa hijau dan saya terus menyongsong hari esok dengan tersenyum.

Manusia Adalah Sumber Segalanya

Umat manusia, dengan segala sifatnya, adalah makhluk yang sulit dipahami. Seperti dengan semua alam, esensi segala sesuatu yang diciptakan ada pada manusia, dan dengan suatu cara, dengan karakteristik mereka, dalam satu hal eksistensi dapat dipahami dengan mengetahui manusia, sementara, dalam hal lain manusia dapat dipahami melalui eksistensi. Sebenarnya, memahami manusia adalah prinsip misi umat manusia, karena manusia juga jendela yang terbuka untuk memahami Sang Pencipta. Untuk alasan ini, tugas pertama dan terpenting manusia adalah untuk menemukan dan mengetahui diri mereka sendiri dan kemudian untuk mengubah pandangan mereka ke arah Tuhan dengan lensa sifat mereka yang tercerahkan. Faktanya sangat disayangkan bahwa inilah yang kebanyakan kita lalai untuk melakukannya. Memang, berapa banyak orang yang mau sering-sering mengkritik diri sendiri? Berapa banyak orang yang mau setiap hari memperbaharui dirinya, menemukan kembali kelemahan mereka, kemampuan mereka, ketiadaan mereka, sumber kekuatan mereka, bersama dengan hal-hal yang telah mereka dapatkan atau lepaskan; berapa banyak orang yang bisa berjalan-jalan melalui batin mereka sendiri? Berapa banyak orang yang mau mencoba untuk menguji jati dirinya—bukan dengan kekaguman atau keingintahuan biasa, dan tidak melihat kesalahan dan merendahkan diri—tapi seperti seorang dokter yang adil, profesional dan rasional, duduk sendiri di bangku untuk diperiksa, mau menyelidiki dan mengenal jati dirinya, mencoba untuk belajar sendiri secara realistis untuk mendiagnosa penyakit tersebut? Hal ini hanya karena perbuatan ini belum dilakukan sehingga manusia tidak dapat menemukan kebahagiaan karena putus asa mencarinya dalam “surga yang hilang”, lebih tepatnya, manusia tidak dapat menemukan surga yang hilang.

Hak Paten Minoritas Kecil

Tidak mungkin bagi kita untuk tidak menghargai hasil penelitian ilmiah, keajaiban peradaban, dan produk teknologi. Tapi sudahkah kita berhasil menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi—produk dari semua usaha dan kerja intelektual— dan kecepatan dan globalisasi, untuk tujuan pelayanan yang lebih luhur? Apakah ruang, yang sedang dikompres lebih dan lebih kecil lagi setiap hari, sampai tidak lebih besar dari sebuah desa, dan waktu, yang sedang dipersempit hingga ke nol, melayani tujuan di luar diri mereka sendiri? Ataukah mereka, selain melayani kelompok mayoritas, juga membantu memakmurkan minoritas kecil yang memegang hak “paten” dari semua ini? Mencapai sudut terjauh alam semesta, menyelidiki segala sesuatu yang ada, menjadi akrab dengan dunia seperti desa, bahkan menemukan informasi tentang aspek yang paling tersembunyi—jika semua ini ditempatkan di atas kebutuhan dan keinginan manusia, jika kehormatan terhadap privasi dan nilai-nilai kemanusiaan tumbang dan dibiarkan hanyut—maka sudah tiba saatnya untuk mempertimbangkan apakah lebih baik untuk hidup di dunia dengan semua produk modern, atau apakah lebih baik untuk hidup tanpa semua itu, dalam dunia silam ketika manusia lebih bahagia dan ketika kehidupan pribadi dan sosial dan hubungan dibangun di atas nilai-nilai kemanusiaan.

Sampai sekarang, ilmu pengetahuan, teknologi, dan kecepatan belum pernah menjadi kebutuhan dasar umat manusia. Tapi tidak benar juga untuk menentang ilmu pengetahuan dan teknologi dengan pikiran “idealis”; Penentangan semacam ini hanya suatu bentuk utopia. Tidak ada kebaikan untuk manusia bisa datang dari memaki-maki mesin atau mengutuk pabrik-pabrik. Mesin-mesin akan terus beroperasi; pabrik akan terus memancarkan asap, meskipun kita mengutuknya. Untuk alasan ini, dapat dikatakan bahwa yang penting di sini bukanlah teknologi ini atau itu, melainkan siapa yang mengendalikan ilmu pengetahuan dan teknologi serta tujuan apa yang mereka layani. Ilmu dan teknologi bisa mengubah dunia menjadi neraka di tangan minoritas yang tidak bertanggung jawab; jika alat yang sama ada di tangan malaikat tidak ada yang akan menderita. Manusia paling menderita dari mereka yang menganggap hak sebagai milik mereka yang memiliki kekuasaan dan ambisi yang tak pernah terpuaskan. Ilmu pengetahuan dan teknologi adalah suci dan patut dihormati hanya dalam proporsi dengan berapa banyak mengarahkan manusia menuju tujuan kemanusiaan, memfasilitasi pencapaian tujuan-tujuan, menciptakan perdamaian dan kebahagiaan, memadamkan kerinduan dan rasa sakit karena perpisahan, berhubungan dengan banyak penyakit sebelum waktu habis, melayani keselarasan dunia, memberikan keseimbangan antar negara, berpartisipasi dalam penyelesaian masalah duniawi dan spiritual dan memberikan momentum untuk penelitian dan menetapkan fakta yang akan meningkatkan pemahaman kita. Tapi ketika ilmu pengetahuan dan teknologi jauh dari tujuan tersebut dan ketika menjadi nilai-nilai buat diri sendiri, ketika diharapkan hanya untuk melayani diri sendiri, atau hanya untuk kepentingan minoritas kecil, maka ketiadaan keduanya jauh lebih baik dari pada kehadirannya.

Teknologi dan Sains dalam Layanan Kemanusiaan

Saya percaya bahwa baik ilmu pengetahuan maupun teknologi harus dilihat dari perspektif ini. Kita harus bertanya untuk siapa ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini. Apakah keduanya digunakan untuk menghubungkan antara individu dengan individu lainnya, antara individu dengan masyarakat, antara masyarakat dengan negara; apakah keduanya digunkan untuk saling mengasihi, menghormati dan mendukung satu sama lain dalam segala hal yang baik, toleransi, penerimaan setiap orang sesuai keadaan mereka sendiri, kebenaran, loyalitas, penghormatan terhadap hak, atau apakah keduanya digunakan untuk membohongi, menipu, menuduh, memfitnah dan membuka dosa dan aib orang lain, melanggar privasi dan mencampuri kehidupan orang lain? Apakah keduanya digunakan untuk menghormati, dari hati, hak-hak orang lain, sesuatu yang harus dilindungi, misalnya, hak atas keyakinan, kehidupan, harta benda pribadi, reproduksi, dan kesehatan mental dan fisik? Apakah keduanya digunakan untuk niat baik, saling pengertian; apakan keduanya digunakan untuk menghubungkan antara negara dengan bangsa, apakah keduanya digunakan untuk melindungi kebenaran dan keadilan? Apakah keduanya mendorong orang untuk saling berbagi, tidak melakukan eksploitasi, menghormati hak asasi manusia dan kebebasan atau keduanya digunakan untuk kedaulatan modal dan kekuasaan yang korup? Jika ilmu pengetahuan dan teknologi menekankan unsur-unsur negatif tersebut di atas, maka ini merupakan skenario mimpi buruk bagi masa depan. Memang, jika nilai-nilai yang berlaku universal dan adanya globalisasi saat ini membawa pengaruh-pengaruh negatif seperti disebutkan di atas, maka fakta bahwa pada saat ini separuh penduduk dunia hidup dengan dua dolar per hari, dengan satu miliar orang hidup bahkan kurang dari dua dolar per hari, fakta bahwa seperempat penduduk dunia tidak memiliki akses terhadap air minum yang sehat, bahwa penyakit yang paling mengerikan seperti AIDS, memiliki kecenderungan untuk menyebar dengan cepat dan dengan demikian mengancam umat manusia, kenyataan bahwa kesehatan, yang merupakan kebutuhan manusia yang paling penting, telah menjadi industri dengan layanan yang sangat mahal, fakta bahwa pemanasan global dan polusi merajalela, kenyataan bahwa sebagian besar penduduk dunia hidup tanpa hak-hak demokratis, kenyataan bahwa pelanggaran hak asasi manusia telah menjadi norma, bahwa kondisi hidup di banyak tempat di dunia adalah sangat memprihatinkan, dan tindakan terorisme lokal dan internasional yang merajalela, akan menjadi kenyataan menakutkan bagi seluruh umat manusia.

Seorang Muslim Tidak Bisa Menjadi Teroris

Saya harus terlebih dahulu menunjukkan bahwa semua agama, apakah itu Yudaisme, Kristen atau Islam, tidak dapat dianggap memperbolehkan terorisme. Pertama, di sisi Tuhan, hidup adalah sangat penting. Semua keberadaan telah diprogram untuk memberi kemudahan jalan kepada kehidupan. Hidup adalah misteri Ilahi, yang bisa membuat sesuatu hal mempertahankan segala hal. Sesuatu yang tidak memiliki kehidupan bagaikan anak yatim piatu, meskipun sebesar gunung, dan hubungannya dengan yang ada di sekitarnya hanya terbatas pada tempat kediamannya. Di sisi lain, sesuatu yang hidup, meskipun hanya sesederhana lebah madu, dapat memanggil seluruh alam semesta, “tamanku” dan menganggap segala bunga sebagai kawan. Lebah itu memiliki banyak koneksi dan urusan dengan segala macam makhluk, dari matahari hingga udara, dari udara hingga manusia. Jadi, hidup adalah titik konsentrasi atas nama Dzat Yang Maha Semprnua, titik fokal untuk manifestasi simultan dari semua sifat ini. Tuhan, setelah menganggap penting hidup, menganggapnya sebagai salah satu dari lima nilai penting yang harus dilindungi oleh agama yang Dia turunkan. Islam telah menganggap pembunuhan terhadap seseorang sama dengan pembunuhan terhadap seluruh umat manusia, karena satu kehidupan mewakili semua kehidupan; sehingga, menyelamatkan kehidupan seseorang adalah sama dengan menyelamatkan kehidupan semua orang. Selain itu, sejauh menyangkut hak-hak, dikatakan, “tidak ada hak minoritas atau mayoritas”; artinya, hak individu dan hak masyarakat adalah sama. Seseorang tidak bisa dikorbankan untuk orang lain, sebagaimana kaidah menyatakan, “Jika sebuah kapal membawa sembilan pembunuh dan satu orang yang tidak bersalah, kapal tersebut tidak bisa ditenggelamkan untuk menghukum sembilan pembunuh”.

Teror Tidak Dapat Digunakan Sebagai Sarana untuk Tujuan Islam

Kedua, seperti halnya Islam mengatur bahwa tujuan harus benar dalam semua tindakan seorang muslim, demikian juga Islam menekankan bahwa cara yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut juga harus benar. Mencapai tujuan yang sah melalui cara yang salah pada akhirnya sama saja dengan menentang tujuan itu sendiri. Dalam hal ini, dapat kita katakan teror tidak dapat menjadi sarana untuk mewujudkan setiap tujuan Islam. Selain itu, Islam tidak pernah memandang positif atas perang, walaupun itu adalah sebuah realitas dan salah satu unsur yang paling menonjol dalam sejarah umat manusia; Islam telah membatasi perang pertama dan terutama untuk mempertahankan, dan kemudian, dalam kerangka prinsip “fitnah itu lebih kejam dari pada pembunuhan”, yang ada dalam al-Qur’an, perang hanya dibenarkan untuk mencegah perang dan sengketa yang mengarah pada perang, untuk mencegah gangguan, penindasan dan penaklukan. Inilah kondisi yang dianggap perlu dalam Islam untuk terlibat dalam perang; untuk pertama kali dalam sejarah manusia Islam memperkenalkan batasan dan prinsip-prinsip yang serius mengenai hal ini. Perintah-perintah seperti berikut telah tercatat dalam sejarah:

Jangan biarkan rasa takut kepada Allah pergi dari hatimu. Jangan lupa bahwa engkau tidak akan dapat berbuat apa-apa tanpa bantuan Tuhan, selalu ingat bahwa Islam adalah agama damai dan cinta. Keberanian dan kegigihan Rasulullah saw dan usaha beliau untuk menjaga jalan yang telah ditetapkan oleh Allah harus selalu menjadi model bagimu. Jangan menginjak lahan atau kebun yang ada tanamannya. Hormatilah para pendeta dan biarawan yang tinggal di kuil-kuil dan orang-orang yang telah membaktikan diri kepada Tuhan; jangan sakiti mereka. Jangan bunuh warga sipil, jangan bertindak tak snonoh terhadap perempuan, dan jangan lukai perasaan merka yang kalah. Jangan terima hadiah dari penduduk setempat. Jangan coba menempatkan prajuritmu di rumah-rumah penduduk setempat. Jangan lalai untuk melakukan sholat lima kali sehari. Takutlah kepada Allah dan jangan lupa bahwa kematian dapat menjemputmu, meskipun ribuan mil dari medan perang. Jadi, siap untuk mati setiap saat.

Perintah-perintah ini adalah prinsip-prinsip yang dianut oleh para kepala negara untuk mengingatkan para komandan mereka sepanjang sejarah Islam, dan perintah-perintah itu telah dipatuhi. Perang, yang hanya dapat diterapkan oleh negara dan hanya terpaksa dilakukan dalam kerangka prinsip-prinsip tertentu, tidak dapat dideklarasikan oleh individu dan organisasi; apalagi, jelas bahwa tindakan teror yang tanpa kendali, yang menargetkan nilai-nilai manusia yang harus dilindungi dan yang menghancurkan keselamatan, tidak punya tempat dalam Islam. Dalam hal ini, sama seperti seorang teroris tidak bisa dianggap sebagai seorang muslim sejati, seorang muslim tidak bisa dianggap sebagai seorang teroris. Seorang muslim tidak bisa menjadi teroris karena Islam memberikan hukuman terberat di dunia terhadap mereka yang membahayakan kehidupan masyarakat dan keamanan; di akhirat orang-orang yang mengingkari Allah dan yang menyekutukan-Nya, bersama dengan mereka yang membunuh orang dan dengan sengaja mengambil nyawa seseorang, dimasukkan ke dalam neraka selamanya. Seseorang tidak mungkin melakukan suatu tindakan yang memiliki konsekuensi hukuman berat seperti itu semenatara ia menjadi seorang muslim dan menampilkan karakteristik iman dan Islam. Dengan demikian, tidak mungkin bagi teroris untuk menjadi seorang muslim sejati, seperti tidak mungkin bagi seorang muslim untuk menjadi teroris.

Masalah-masalah Umat Islam

Selain itu, jika aksi teror terus terjadi dengan cara ini, baik dalam masyarakat Islam atau di tempat lain, terlebih dahulu harus ada diagnosis yang benar terhadap situasi yang ada, dan kemudian apa pun tindakan yang diperlukan dari hasil diagnosis tersebut harus dilakukan. Sejauh ini, berikut ini dapat dimasukkan dalam daftar alasan-alasan prinsip mengapa orang-orang tertentu dalam dunia Islam terlibat atau dibuat terlibat dalam jaringan terorisme ini dan alasan-alasan mengapa teror menjadi masalah serius di dunia:

a) Umat Islam memasuki abad kedua puluh sebagai dunia yang tertindas, teraniaya, dan terjajah; paruh pertama abad diwarnai dengan perang pembebasan dan kemerdekaan, perang yang dibawa dari abad kesembilan belas. Dalam perang-perang ini, Islam memainkan peran penting untuk menyatukan masyarakat dan memacu mereka untuk bertindak. Karena perang-perang ini dilancarkan terhadap para penyerang, maka Islam, kemerdekaan nasional, dan pembebasan memiliki arti yang sama. Setelah itu, ketika negara-negara nasional dibentuk di belahan dunia ini, negara-negara tersebut tidak kompatibel dengan publik; sedangkan negara-negara tersebut harus menginstruksikan publik dalam Islam dengan identitas dan keadaan yang sebenarnya, mereka bertindak dengan cara yang diabaikan masyarakat, cara yang bertentangan dengan nilai-nilai dan tradisi masyarakat. Hal ini membuat Islam sebagai pilar, tempat berlindung terhadap pemerintahan di mata publik. Akibatnya, sangat disayangkan, Islam datang dan dianggap sebagai ideologi politik tradisional oleh banyak orang.

b) Di banyak tempat dalam geografi Islam, pemerintahan-pemerintahan yang mengabaikan dan merendahkan rakyat dan yang dipimpin oleh sekelompok kecil, telah bekerja untuk kesejahteraan dinasti dan keluarga mereka, bukan bekerja untuk kesejahteraan negara dan berusaha membangun kesatuan antara rakyat dan negara, dan dengan demikian pemerintahan-pemerintahan ini telah mengalami degradasi dengan posisi hanya sebagai penindas dan layak dibenci di mata publik. Massa yang miskin dan tidak berpendidikan dalam masyarakat telah menjadi musuh pemerintahan mereka sendiri.

c) Baik dalam masyarakat Islam maupun bangsa lain, akar teror selalu tumbuh dalam kemiskinan, kebodohan dan kurangnya pendidikan. Di banyak tempat, sistem feodal dan kesukuan masih terus berlangsung dan di tempat ini, sebagian besar penduduk menganggap negara-negara maju dari Barat, negara-negara yang pernah menyerang dan menduduki negeri mereka, melindungi dan mendukung pemerintahan yang sedang berkuasa, dan dengan demikian menuntut negara-negara Barat harus bertanggung jawab penuh atas kesalahan dan penindasan yang membuat mereka menderita di negara sendiri.

d) Nilai-nilai seperti demokrasi, hak asasi manusia, penyebaran pengetahuan dan pendidikan di masyarakat, kemakmuran ekonomi, kesetaraan dalam produksi, institusionalisasi pengeluaran dan pendapatan dengan cara yang mencegah formasi kelas, supremasi hukum dan keadilan, nilai-nilai yang hari ini bersifat umum diterima di seluruh dunia, tidak pernah sepenuhnya terwujud dalam masyarakat Islam, maupun di daerah lainnya yang dianggap sebagai negara-negara Dunia Ketiga. Tak diragukan lagi, mereka yang terutama bertanggung jawab terhadap situasi ini adalah para pejabat dari negara-negara ini dan para pendukung mereka—negara-negara Barat yang sudah maju yang telah membantu mereka tetap berkuasa. Jadi, meskipun negara-negara ini mungkin mengklaim telah memperjuangkan nilai-nilai tersebut, sejauh menyangkut masyarakat di Dunia Ketiga, mereka tampaknya tidak tulus dan terlihat mengeksploitasi nilai-nilai ini.

e) Dunia sekarang ini telah, seperti yang telah kita singgung, menyusut menjadi sebuah desa besar sebagai akibat dari perkembangan yang pesat dalam transfer informasi dan perjalanan. Semua masyarakat dan negara sekarang menjadi tetangga. Hanya sedikit tetangga, minoritas, yang hidup dalam kemewahan melimpah ruah, sedangkan sebagian besar, mayoritas, hidup miskin, sangat miskin. Kolonialisme atau eksploitasi, yang dilakukan sangat halus dan diam-diam, dianggap salah satu alasan yang paling signifikan bagi kemiskinan ini, dan terlebih lagi, sebagian besar hidup sedemikian miskin sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan yang paling dasar sekalipun. Semua faktor ini menyebabkan perasaan dendam, kebencian, dan permusuhan. Selain itu, malangnya sekarang ini tindakan melanggar hukum telah menjadi hal yang biasa. Korupsi, penipuan, mendapatkan uang dengan mudah, egoisme, individualisme, perjudian internasional, dan penyelundupan internasional (terutama obat-obatan dan senjata) dapat ditemukan di hampir setiap negara di dunia saat ini. Organisasi mafia yang memungkinkan terjadinya kegiatan tersebut, dan organisasi sejenis lainnya, seperti perusahaan-perusahaan holding yang besar, perserikatan dan kartel, semuanya dalam persaingan mematikan, mempekerjakan para pembunuh berdarah dan preman yang mewakili kekuatan fisik yang kejam. Fakta bahwa organisasi-organisasi ini menghidupi dan mendukung kegiatan tersebut tidak diragukan lagi merupakan faktor penting dan tak terbantahkan yang turut mendorong timbulnya terorisme internasional.

f) Mungkin yang lebih penting dari semua hal di atas, fakta bahwa agama, dan nilai-nilai agama, spiritualitas dan etika yang berkaitan dengan agama telah terkikis di seluruh dunia; ini merupakan sumber paling penting yang mengakibatkan terjadinya terorisme dan masalah-masalah sosial yang besar yang mengancam umat manusia sekarang ini. Dunia sedang mengalamai krisis spiritual; semua pilar kemanusiaan telah tumbang dan hancur. Filsafat pendangkalan, faham setan, zaman yang sangat materialis dan naturalis tapi tampak spiritual (setiap hari muncul yang baru), dan yang disebut pengkultusan semuanya mempersiapkan alasan untuk terjadianya kejahatan dan bunuh diri. Sungguh, fenomena ini seperti wabah epilepsi, yang mengguncang dunia kita, atau demam tinggi yang membuat kita menggigil. Mengapa banyak orang mau melakukan bunuh diri, membunuh dan menyalahgunakan obat-obat terlarang ketika mereka putus asa, ketika mereka melihat masa lalu sebagai kuburan dan masa depan sebagai jurang yang tak beralas, mendapatkan kehidupan yang tak berarti? Ini semua karena kedunguan, jika bukan licik berpura-pura dungu.

g) Kata-kata terakhir yang perlu disampaikan dalam hal ini adalah sebagai berikut: fakta bahwa hingga sekarang belum ada batasan atau kategorisasi mengenai terorisme yang diketahui semua bangsa, atau paling tidak yang dirumuskan oleh Amerika Serikat adalah masalah yang serius. Aksi seperti apa yang dapat dianggap sebagai “aksi terror” dan aksi seperti apa yang tidak termasuk dalam istilah tersebut, siapa yang teroris dan siapa yang bukan teroris? Setiap orang memiliki jawabannya sendiri-sendiri. Orang yang disebut teroris oleh kelompok tertentu bisa jadi dianggap pembela kebebasan oleh kelompok lain; orang yang disebut sebagai pejuang oleh sekelompok orang bisa jadi dianggap teroris oleh kelompok lain. Jika memang harus ada peperangan terhadap terorisme di tingkat internasional—dan tentu saja harus ada kampanye yang serius—terlebih dahulu harus diperjelas definisi terorisme yang dapat diterima. Jika ini bisa dicapai, kampanye secara internasional untuk memerangi terorisme mendapatkan status legal, status yang akan diterima setiap orang, yang tidak menimbulkan saling menyalahkan satu sama lain, dan mungkin ini akan menjadi langkah awal untuk mencegah terorisme. Setelah kita berbicara mengenai masalah-masalah dan isu-isu penting yang disebut sebagai sebab-sebab, hampir tak begitu perlu untuk membicarakan pemecahannya: diagnose terhadap permasalahan itu sudah mengandung pemecahan di dalamnya.

Dasar Struktur Kehidupan Sosial

Struktur kehidupan sosial yang penting didasarkan pada agama, hukum, kebijaksanaan, dan kekuasaan. Seseorang atau masyarakat tanpa agama tidak akan mampu bertahan lebih lama dan tidak akan bermanfaat untuk sesama. Sebenarnya agama adalah unsur penting yang telah ditakdirkan melampaui diri kita dan yang telah memasuki kehidupan kita, baik kita menerimanya atau tidak. Meskipun kita menjadi makhluk yang paling sempurna, dimuliakan dengan kehendak bebas, tapi masih ada unsur-unsur penting yang mengitari hidup kita dan yang mengikat kita. Misalnya, di mana kita dilahirkan, kapan kita dilahirkan, dan di mana dan kapan kita akan meninggalkan dunia ini semuanya direncanakan dan ditakdirkan tanpa sepengrtahuan kita. Demikian pula, kita tidak bisa berbuat apa-apa terhadap takdir dalam keluarga kita—ibu dan ayah kita—ras kita, warna kulit kita, atau cirri-ciri fisik kita. Selain itu, bahkan tubuh kita bekerja sama sekali independen dari kemauan kita; kita tidak bisa menahan lapar, haus, atau kantuk. Juga, sarana yang kita pakai untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini juga independen. Dalam aktivitas harian kita yang paling sederhana, seperti makan dan minum, peran kita hanyalah untuk mendapatkan makanan dan minuman dan membuat keputusan untuk melakukannya: dengan suatu cara, kita dapat katakan bahwa peran kita dalam tindakan memenuhi kebutuhan kita tidak lebih dari satu presen. Ini berarti bahwa apakah kita suka atau tidak, tindakan kita dibatasi oleh kondisi-kondisi dominan tertentu. Agama, termasuk salah satu kondisi yang dominan ini. Baik kita menerimanya atau tidak, agama adalah salah satu unsur terpenting dalam hidup kita, unsur yang tidak bisa diganti oleh sesuatu yang lain. Ini karena agama memainkan peran penting dalam pengorganisasian dan pengaturan kebutuhan spiritual kita, kebutuhan yang sangat bermakna dan sangat penting bagi kita ketimbang kebutuhan materi. Agama bukan hanya penting bagi kita, tapi juga bagi pengorganisasian kehidupan individu, pribadi, dan sosial, demikian pula bagi kehidupan materi kita. Agama memainkan peran yang krusial dalam menentukan dan memberlakukan hukum yang merupakan prinsip-prinsip yang mengatur dalam aspek-aspek tertentu kehidupan kita. Tujuan akhirnya bukanlah hukum itu sendiri dan aplikasinya; ini semua hanya bermakna jika dapat melayani umat manusia dan masyarakat. Dengan demikian, ketika merumuskan hukum-hukum itu, seseorang harus benar-benar mengenali manusia dan segala karakteristiknya, mengambil sifat esensialnya sebagai pertimbangan; seseorang harus juga mengetahui masyarakat, yang terdiri dari orang-orang yang memiliki kesadaran dan kehendak, kebutuhan dan sarana pemenuhannya, dan seseorang harus tahu jenis-jenis hubungan yang ada antara individu dan masyarakat. Individu-individu bagaikan atom dari segala sesuatu, dan karenanya seseorang harus juga menyadari adanya hubungan dan ikatan yang dimiliki setiap individu dengan semangat kolektif masyarakat. Jadi, dengan menjadi familiar dengan masyarakat dan dengan orang-orang yang menjadi anggotanya, agama dapat menunjukkan fungsi istimewa, karena Dzat Yang Menciptakan manusia dan Yang Mengajarkan Agama adalah Allah swt. Dalam hal ini, peran agama dalam memahami manusia dan masyarakat begitu penting sehingga tidaklah mungkin kita bisa mengabaikan kepentingannya.

Agama dan Ketenteraman Masyarakat

Ketiga, seperti kekuatan memiliki peran yang tak terbantahkan dalam penegakan hukum, pentingnya agama dalam arena ini juga tak diragukan lagi sangat besar. Agama didasarkan atas landasan menempatkan iman pada keberadaan Tuhan yang melihat dan mengontrol manusia, dan yang mengetahui bukan hanya semua yang mereka lakukan, tetapi juga semua yang mereka pikirkan dan semua niat dan tujuan mereka. Dan keimanan ini alami bagi manusia, dan selalu bersemayam di hati nurani, membuatnya sadar setiap saat. Selain itu, agama—meskipun mungkin dapat terhindar dari hukum, pemerintah dan penegakan hukum di bumi ini, namun tidak mungkin bebas dari batas-batas pengawasan Tuhan— mengajarkan manusia bahwa mereka bertanggung jawab atas semua yang mereka lakukan di dunia ini, dan bahwa mereka akan diadili di hari kemudian atas perbuatan mereka, dan bahwa menurut hasil pengadilan tersebut mereka akan diberi kebahagiaan kekal atau hukuman. Sebenarnya, dalam mendidik manusia agar dapat melakukan kebajikan, bukan kejahatan, tidak ada sistem lain di dunia ini yang bisa menggantikan sistem keimanan ini.

Keempat, prinsip-prinsip etika agama secara khusus memiliki prioritas yang tak tergantikan oleh hal duniawi lainnya dalam pengembangan manusia. Sebenarnya, aturan etika ini adalah kriteria yang telah diterima semua orang sepanjang waktu, ini adalah fakta yang tak terbantahkan. Kriteria ini menantang baik eksistensi maupun waktu. Apakah hal ini menimbulkan dampak yang diperlukan pada manusia tergantung lagi pada keadaan keyakinan agama dan penerapannya dalam masyarakat.

Agama di Dunia Barat Sekarang Ini

Beberapa orang mungkin tergoda untuk mengatakan bahwa agama tidak memiliki tempat dalam kehidupan masyarakat di negara-negara maju seperti Amerika dan Eropa. Kita harus segera menunjukkan bahwa pernyataan seperti itu sama sekali tidak benar dan bahwa negara-negara tersebut selama ini menganut agama mereka. Sama seperti telah kita nyatakan sebelumnya, meskipun nilai-nilai agama mungkin telah melemah selama dua abad terakhir di seluruh dunia, umat manusia saat ini mencari agama lagi, dan sekali lagi cenderung ke arah itu. Meskipun rakyat mungkin tidak mempedulikan agama sampai batas tertentu di Eropa Barat, orang-orang dalam pemerintahan tampaknya, secara keseluruhan, agak religius. Di antara mereka, selalu ada pejabat-pejabat tinggi yang agamis, dan masih ada hingga hari ini. Selain itu, meskipun sekularisme berkuasa di semua negara ini, tidak pernah ada mentalitas yang mendikte bahwa bimbingan agama harus ditinggalkan dalam kehidupan sosial atau bahkan politik dalam suatu negara. Sejarawan Barat menyatakan bahwa Kristen adalah unsur yang paling penting dalam pembentukan struktur sosial modern di Eropa. Menurut para sejarawan ini, Kristen telah memainkan peran yang membentang ke arena politik dan sosial dan selalu memainkan peran penting dalam wilayah tertentu, dengan undang-undang signifikan yang dibuat tentang penghujatan, hari libur keagamaan dan ibadah kolektif.

Juga di negara-negara seperti Amerika Serikat dan Kanada, mayoritas penduduk taat pada agama mereka, meskipun bertentangan dengan apa yang sering dikatakan, dan keberagamaan diterima dengan penghargaan yang serius baik oleh masyarakat maupun berbagai tingkat pemerintahan. Ketika kita melihat badan-badan hukum saat ini di negara-negara ini, kita dapat melihat pengaruh agama. Sebagai contoh, di Amerika Serikat, hukuman yang diberikan kepada seseorang yang telah menyebabkan kematian orang lain terkadang bisa lebih berat dibandingkan dengan yang ditentukan dalam Islam. Selain itu, semua negara memiliki karakteristik sendiri-sendiri, yang berasal dari alam, sejarah, dan budaya masing-masing. Bangsa Turki telah menjadi muslim selama berabad-abad dan tidak mungkin mereka meninggalkan Islam. Ketika mereka menjauhkan diri dari Islam mereka tidak pernah menemukan kedamaian atau kemajuan; melainkan, sebaliknya, mengarah pada kemerosotan. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa Islam tidak seperti agama lain. Seorang Yahudi tidak boleh percaya pada Isa dan Alkitab, atau pada Muhammad dan al-Qur’an. Seorang Yahudi dianggap beriman jika mereka tidak percaya pada hal-hal itu. Seorang Kristen, sama juga, dianggap agamis meskipun mereka tidak percaya pada Muhammad saw dan al-Qur’an. Hal ini karena agama-agama ini tidak menerima sistem Ketuhanan dan kitab-kitab yang telah diturunkan dalam kerangka kerja mereka. Dengan demikian, agama dapat menemukan tempat dalam spektrum yang luas dari agama-agama yang berasal dari Yudaisme dan Kristen. Dalam spektrum ini ada sebuah kitab, seorang nabi yang membawanya dan dengan demikian sistem tidak akan pernah bisa menjadi benar-benar rusak; ketika seseorang telah mengubahnya, mungkin menjadi asam, seperti susu, tetapi dalam cara yang sama, produk yang menjadi asam ini masih bisa melayani suatu tujuan. Jika kita menggunakan metafora lain, agama dapat berlindung di salah satu ruangan istana dan diterangi oleh cahaya yang ditemukan di ruangan itu. Islam, di sisi lain, mencakup semua agama. Percaya pada Muhammad saw dan al-Qur’an sebagai yang terakhir dan terpenting, dan kemudian percaya pada semua nabi dan kitab suci merupakan salah satu rukun Islam. Dengan kata lain, Islam adalah inklusif, menyatukan semuanya. Jika kita mengambil metafora istana lagi, Islam adalah sistem elektrik, generator utama untuk seluruh bangunan. Jika Anda meninggalkan sistem itu, seluruh istana, seluruh dunia akan jatuh ke dalam kegelapan, tidak ada lagi cahaya yang menerangi. Mereka yang meninggalkan cahaya ini adalah kaum anarkis yang menolak semua aturan.

Dalam tiga abad terakhir, abad-abad yang telah menjadi tahun-tahun kemunduran bagi umat Islam, dan bahkan hingga sekarang, ketika wajah Islam telah menjadi semakin gelap oleh ulah mereka yang mengklaim sebagai umat Islam yang paling murni—pada saat Islam diperburuk oleh musuh—jumlah orang yang berganti memeluk Islam berkembang sangat pesat, sedangkan jumlah orang yang menjauhkan diri dari Islam masih sangat rendah. Ini bisa memberi gagasan tentang apa yang sedang kita diskusikan. Jadi, mereka yang menginginkan aturan di Turki dan di dunia harus sesuai dengan Islam dan mengikutinya, tidak menyerahkannya kepada kekuasaan mereka yang salah menafsirkan dan salah mengaplikasikannya. Dalam susunan masyarakat yang sehat, hukum harus diterapkan secara bijaksana; artinya, hukum tidak boleh bertentangan dengan sifat manusia yang esensial dan struktur alam, singkatnya, hukum penciptaan. Hukum harus memperhitungkan karakter suatu bangsa, dan nilai-nilai nasional-religius; hukum harus memperhatikan logika dan hal-hal yang bersifat umum dan harus dapat diterima oleh mayoritas. Sejalan dengan agama, sejarah, tradisi, dan nilai-nilai nasional, prinsip-prinsip utama sosiologi, antropologi dan bahkan fisika dan kimia sangatlah penting dalam penentuan dan institusionalisasi hukum. Hukum bukanlah ilmu yang independen; hukum adalah ilmu yang mencakup agama, sejarah, filsafat, sosiologi, sosiologi sejarah, antropologi, fisika, kimia, dsb., dan hukum harus dipandang dari sudut ini. Jika tidak, aturan-aturan yang dibuat akan seperti baju yang tidak cocok, yang harus diubah lagi. Kualitas bahannya buruk, polanya tidak enak dipandang, ukurannya keliru. Baju tersebut harus dipotong lagi dan dijahit lagi, ambil di sini buang di sana—pakaian seperti ini akan lebih mengundang keburukan dari pada kebaikan dalam susunan masyarakat.

Kekuatan Bukanlah Tujuan Akhir

Unsur lain yang penting dalam struktur masyarakat adalah kekuatan. Tak diragukan lagi, ada alasan agama terhadap keberadaan kekuatan; sama seperti halnya tanpa kekuatan tidaklah mungkin kita dapat memberlakukan hukum, tidak mungkin juga kita dapat melindungi keselamatan negara, khususnya vis a vis kekuatan asing. Juga, kekuatan memiliki tempat tersendiri dalam memastikan hukum dan aturan secara domestik, dan dengan demikian kekuatan harus dianggap penting. Tetapi kekuatan bukanlah nilai atau hasil itu sendiri; kekuatan tidak bisa dijadikan sebagai tujuan akhir. Kekuatan akan berharga selama dapat melayani hak-hak dan keadilan manusia; kekuatan yang berada di luar kontrol yang dipegang oleh sekelompok kecil yang dirasuki ambisi dan keangkuhan tidak akan dapat menghormati hak asasi atau keadilan; ia tidak akan memberi otoritas kepada hukum dan kebijaksanaan. Fakta bahwa hak-hak dikorbankan untuk kekuatan, bahwa pertimbangan-pertimbangan kepentingan pribadi di atas nilai-nilai lainnya, bahwa rasisme menggantikan nilai-nuilai universal, bahwa upaya-upaya untuk menyelesaikan masalah nasional dan internasional dilakukan dengan kekuatan brutal, telah selalu menjadi masalah umat manusia. Dalam situasi ketika masalah-masalah dicoba untuk dipecahkan melalui kekuatan yang brutal, tidak mungkin kita berbicara mengenai intelektual, penilaian, hak-hak, keadilan, atau hukum. Sebaliknya, yang ada adalah ketidakjelasan hukum, ketidakadilan, dan penindasan. Meskipun kekuatan dapat digunakan untuk memecahkan berbagai masalah—di tangan orang-orang yang adil yang mengikuti logika dan penilaian—namun selalu digunakan sebagai alat untuk merusak di tangan orang-orang jahat yang muncul di tengah emosi. Ialah kekuatan liar yang dilakukan dengan kebebasan tanpa batas yang tidak melindungi hak-hak, keadilan, hukum, intelektual, atau penilaian secara adil. Ialah kesalahan fatal yang memusingkan dan mengaburkan pandangan Alexander; inilah yang meruntuhkan si jenius Napoleon; inilah yang mengubah Hitler menjadi manusia paling gila abad ini. Jadi, tidaklah berlebihan untuk mengatakan bahwa kekuatan yang tak terkendali berada di belakang rangkaian kekacauan dan perlawanan arus yang kita alami sekarang. Tampaknya bahwa kekacauan ini akan berlanjut hingga suatu hari ketika mereka yang merepresentasikan kekuatan di dunia menyerahkan diri pada keadilan, dan massa mengikuti orang-orang ini melepaskan diri dari arus hidup keseharian dan menatap dunia melalui prisma keadilan.

Kebijakan Perang Amerika Serikat

Masalah-masalah yang harus kita atasi sampai saat ini dalam kerangka prinsip-prinsip dasar dan aturan umum telah kita bahas secara gamblang dan tidak memerlukan penjelasan atau analisis yang lebih dalam. Namun, jika kita harus membahas hal-hal spesifik tentang peristiwa baru-baru ini, hal berikut ini bisa dipertimbangkan: untuk mengulangi kebenaran sosiologis—suatu kebenaran yang telah disalahartikan oleh beberapa orang—yang telah saya ungkapkan berkali-kali sebelumnya, selalu ada kekuatan yang terus menjaga keseimbangan di dunia dan akan selalu ada. Kekuatan ini sebelumnya dipegang oleh Romawi; kemudian Islam, pertama dengan orang-orang Arab dan kemudian melalui Turki Muslim. Dimulai dengan abad kesembilan belas, dunia Anglo-Saxon telah memegang posisi keseimbangan dunia; yang pertama adalah Kerajaan Inggris yang melakukan ini, diikuti oleh, setelah Perang Dunia II, Amerika. Allah menyatakan dalam al-Qur’an, “Dan Allah memberi rezeki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas”. (Q.S. al-Baqarah: 212). “Barang siapa yang dikehendaki Allah (kesesatannya), niscaya disesatkan-Nya. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah (untuk diberi-Nya petunjuk), niscaya Dia menjadikannya berada di atas jalan yang lurus.” (Q.S. al-An’am: 39). Dan juga, Dia menyatakan,” Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran). (Q.S. Ali Imran: 140).

Artinya, dapat dikatakan bahwa waktu tidak berjalan lurus, melainkan membentuk orbit lingkaran. Sama seperti bumi mengelilingi matahari atau tata surya berputar ke arah tujuan, begitu pula waktu dan sejarah mendekati akhir yang relatif. Memang benar bahwa semua ini ditentukan oleh Allah, tetapi ada andil dari kehendak manusia, kinerja yang dihasilkan dari kehendak dan perilaku juga dapat berpengaruh hingga tingkat tertentu. Melihat apa yang terjadi di alam semesta kita menemukan perbuatan-perbuatan eksekutif Tuhan yang telah menciptakan dan mengelola keberadaan, dan kita menyebutnya “hukum-hukum”. Sama seperti beberapa hukum Allah diwujudkan dalam agama, Dia juga memiliki hukum yang berkaitan dengan tindakan eksekutif-Nya dalam kehidupan umat manusia dan alam semesta. Sama seperti fakta bahwa mematuhi atau tidak mematuhi agama atau keputusan-keputusannya, yang kita sebut dengan hukum-hukum agama, memiliki konsekuensi pahala dan hukuman yang akan diwujudkan sebagian di dunia ini, tetapi terutama di akhirat, begitu juga mematuhi atau mengabaikan hukum ilmu seperti fisika, biologi, kimia, dan astronomi, memiliki konsekuensi penghargaan dan hukuman, yang sebagian besar di dunia ini, dan beberapa di akhirat. Sebagai contoh, di antara hukum-hukum tentang kehidupan di bumi adalah dalam banyak kasus, kesuksesan meraih cita-cita adalah konsekuensi dari usaha yang sungguh-sungguh dan sabar, atau terperosok ke dalam lubang di jalan adalah hasil dari tindakan tidak sabar. Kekayaan adalah hasil kerja keras, kemiskinan hasil dari kemalasan, keberhasilan adalah hasil dari belajar secara sistematis dan metodologis dan kegagalan hasil dari penelitian yang tidak sistematis dan metodologis. Tuhan memperlakukan manusia, masyarakat, bangsa, dan negara-negara dalam kaitannya dengan apakah mereka mematuhi hukum-hukum semacam ini; dan dengan demikian negara-negara dan bangsa-bangsa mengambil tempat mereka vis-a-vis keseimbangan dunia.

Sekarang ini, Amerika Serikat mengambil posisi dominan dalam keseimbangan politik dunia. Namun, dominasinya tergantung pada apakah negara tersebut bertindak atas dasar hak asasi manusia dan keadilan atau tidak. Tampaknya mesin sistem itu bekerja dengan baik di Amerika. Tapi seperti halnya setiap siang berganti malam, dan setiap musim semi dan musim panas berganti menjadi musim dingin, jika sistem ini berubah menjadi sistem yang buta, jika Amerika mulai menunjukkan ketidaksetiaan pada nilai-nilai seperti demokrasi, hak asasi manusia, dan kebebasan fundamental, jika Amerika tidak menggunakan dominasi yang ada di tangannya dengan prinsip-prinsip keadilan dan perlindungan hak asasi manusia, maka Amerika juga akan seperti siang yang akan berubah menjadi malam, seperti musim panas yang akan berubah menjadi musim dingin. Seperti telah dikemukakan di atas, sistem tidak dapat hidup lama jika didukung hanya oleh kekuatan. Kekuatan yang tidak bergantung pada hak-hak dan keadilan tak dapat dihindari akan menyimpang ke arah penindasan dan dengan demikian mempersiapkan kehancuran sendiri. Sekarang ini, dunia sedang terguncang oleh masalah-masalah besar yang telah sebagian dijelaskan di atas. Selain ini, negara-negara, seperti Cina dan India, yang memiliki peradaban kuno dan populasi besar sekarang ini sedang bangkit. Di Eropa Timur, Rusia merupakan kekuatan besar lainnya. Eropa sedang menuju jalan untuk menjadi negara-negara yang bersatu—meskipun masih belum pasti seberapa sukses dan berumur panjang hal ini akan bertahan. Selain itu, negara-negara Asia dan Afrika, yang melihat diri mereka sebagai pihak-pihak yang tertindas selama berabad-abad, memiliki potensi yang harus dipertimbangkan. Untuk menginstall suatu sistem tergantung pada kekuatan di dunia seperti itu dan untuk mempertahankan sistem seperti itu bukanlah tugas sederhana. Saya sangat berharap bahwa Amerika tidak akan membuat kesalahan fatal yang akan merusak keseimbangan yang ada, melepas peristiwa yang akan mengubah dunia menjadi banjir darah.

Rezim Penindasan: Bukan Zamannya Lagi

Fakta bahwa dunia kini, dalam beberapa aspek, telah mengecil menjadi sebuah desa, karena cepatnya perkembangan teknologi komunikasi, menghadirkan rezim-rezim yang menindas, seperti kedaulatan melalui kekuatan, tidak lagi memiliki kesempatan untuk berlangsung tanpa adanya pengecekan. Umat manusia adalah makhluk yang terhormat; manusia tidak bisa lagi menjadi budak terus-terusan. Untuk kebaikan mereka, semua negara dan para pejabat perlu membuat sistem pemerintahan yang melayani rakyat dan bertindak sesuai dengan prinsip “yang berkuasa adalah mereka yang dilayani”. Setiap orang harus memiliki kehormatan, harga diri, karakter yang sesuai dengan kemanusiaan. Selama kehormatan, harga diri, dan karakter yang dikaruniakan oleh sang Khaliq kepada manusia tidak menjadi bahan pertimbangan, tidaklah mungkin kita dapat mewujudkan perdamaian dan keamanana di negara atau dunia manapun. Kepercayaan, hidup dengan cara sesuai kepercayaan, berpikir secra bebas, menyatakan pendapat, dan kebebasan untuk berkomunikasi dan bepergian adalah hak-hak asasi manusia. Dalam masyarakat yang para anggotanya tidak dapat memperoleh jaminan hak-hak yang paling asasi, seperti hak untuk hidup, keamanan, kesehatan, pekerjaan dan pendapatan, dan pembinaan rumah tangga, dalam masyarakat yang tidak ada perlindungan terhadap pembagian dan konsumsi produksi, dan nilai-nilai dasar yang mampu mempertahankan keberadaan suatu masyarakat, seperti hak, keadilan, dan keseimbangan, dalam masyarakat seperti itu, benih-benih kebajikan seperti cinta, saling menghormati, dan kerjasama tidak akan tumbuh dan berkembang dengan baik. Tidaklah mungkin bagi suatu kedaulatan manapun yang miskin dalam aspek-aspek tersebut untuk dapat bertahan lama di dunia. Sebenarnya, pemerintahan atau kedaulatan manapun yang tidak memiliki karakteristik-karakteristik yang penting ini akan selalu merasa tidak aman dan menderita kegelisahan yang mendalam.

Meskipun pertimbangan dunia menjadi desa menjadi lebih kuat dan lebih lazim melebihi periode waktu, keyakinan yang beragam, ras, kebiasaan, dan tradisi akan terus tinggal bersama di desa ini. Setiap individu seperti alam yang unik bagi dirinya; karenanya keinginan agar semua manusia sama satu sama lainnya sama halnya dengan mengharapkan kemustahilan. Untuk alasan ini, perdamaian desa (global) ini tergantung pada penghormatan terhadap semua perbedaan ini, menganggap semua perbedaan ini sebagai bagian dari alam kita dan pada kepastian bahwa setiap orang menghargai perbedaan-perbedaan ini. Jika tidak, tak dapat dihindari lagi bahwa dunia akan mengganyang dirinya dalam jaringan konflik, perselisihan, pertikaian, dan perang berdarah, kemudian mempersiapkan kepunahannya sendiri.

Artikel ini diambil dari buku yang disiapkan oleh Nevval Sevindi yang diberi judul New York Conversation with Fethullah Gülen and Global Tolerance, Timas Yayinlari, April, 2002.

Pin It
  • Dibuat oleh
Hak Cipta © 2024 Fethullah Gülen Situs Web. Seluruh isi materi yang ada dalam website ini sepenuhnya dilindungi undang-undang.
fgulen.com adalah website resmi Fethullah Gülen Hojaefendi.