Melaksanakan Dakwah dengan Penuh Kerinduan
Seorang da'i yang melaksanakan tugasnya dengan penuh kerinduan dan merindukan, maka ia tidak berharap imbalan apapun dari selain Allah. Perlu diketahui bahwa perasaan semacam itu tidaklah mudah untuk menemukannya, karena itu para rasul selalu menjaga hatinya agar tetap bersih dan tidak berharap kepada orang lain. Andaikata Rasulullah Saw. tidak selalu mengajarkan perasaan tersebut di hati para sahabatnya, pastilah mereka tidak akan berhasil mengembangkan Islam ke berbagai tempat sepeninggal beliau Saw..
Misalnya, sahabat Khalid ibn Walid seorang panglima perang Islam menghadapi pasukan Romawi. Pada mulanya ia menawarkan agama Islam kepada mereka, kemudian menerangkan syariatnya dengan gamblang. Tetapi karena mereka menolak, maka barulah Khalid menggunakan kekerasan melawan mereka. Dari kejadian itu dapat kita simpulkan bahwa di hati setiap sahabat tersimpan kerinduan untuk berdakwah tentang Islam kepada orang lain.
Pengaruh kerinduan untuk berdakwah kepada orang lain yang ditanamkan oleh Rasulullah Saw. kepada para sahabatnya menyebabkan mereka rela meninggalkan tanah kelahirannya dan mereka menyebar ke berbagai temat demi untuk berdakwah dan beramar ma'ruf dan nahi munkar.
Di antara salah satu contoh dari padanya adalah ketika sahabat Hubaib ditawan di kota Mekah dan ia dipenjarakan lama di kota itu, kemudian ia akan dijatuhi hukuman mati. Ketika itu ia merasa sangat susah, karena ia tidak sempat berdakwah selama ia dipenjara di kota Mekah. Sehingga ketika ia dirantai dan digiring ke tempat kematiannya, maka ia menoleh ke berbagai arah untuk mencari sesuatu yang dapat ia sampaikan, tetapi ia tidak menemukan seorang pun, meskipun di antara orang-orang kafir itu ada yang akan menjadi pengikut Islam setelahnya. Kemudian ia berkata, “Maukah kalian meninggalkan aku sejenak untuk melakukan shalat dua rakaat?” setelah ia diijinkan oleh mereka untuk melakukan shalat dua rakaat, maka ia melakukan shalat dua rakaat dengan sempurna dan baik. Setelah selesai ia melakukan shalat dua rakaat, maka ia berkata kepada orang-orang kafir itu, “Demi Allah, andaikata aku tidak takut kalau kalian mengira bahwa aku memperpanjang shalatku karena aku takut mati, pasti aku akan melakukannya lebih panjang lagi.”[1]
Kemudian setelah itu ia dihukum mati. Sebelum ia dijatuhi hukuman mati dan ia telah dinaikkan di atas kematian, maka ia menoleh ke kanan dan ke kiri seolah-olah mencari sesuatu, sehingga orang-orang kafir mengiranya ia ingin membatalkan niatnya untuk dihukum mati, tetapi Hubaib mempunyai tujuan lain, yaitu mencari kesempatan untuk berdakwah, sehingga mereka bertanya kepadanya, “Maukah engkau kalau kedudukanmu sekarang diganti dengan Muhammad dan engkau dikembalikan ke keluargamu?”
Mereka menunggu bagaimana jawaban Hubaib pada saat itu. Akan tetapi dengan tegas Hubaib menjawab, “Demi Allah aku tidak ingin Muhammad menggantikan kedudukanku sekarang, meskipun ia disakiti dengan sebutir duri, sedangkan aku duduk di tengah keluargaku.”[2]
Setelah itu ia segera dijatuhi hukuman mati. Setelah ia menyampaikan beberapa kalimat dakwahnya kepada orang-orang kafir itu, maka ia merasa bergembira. Ia pun menghadapi kematian dengan wajah tersenyum. Sebelum itu ia mengucapkan kata salam kepada Rasulullah Saw., “Assalamualaika Ya Rasulullah.” Ketika itu Rasulullah sedang duduk bersama sahabatnya di masjid, tiba-tiba beliau Saw. berdiri, seraya mengucapkan, “Waalaikassalamu Ya Hubaib.”[3]
Setiap da'i harus menyampaikan dakwahnya kepada orang lain dengan penuh semangat dan penuh kerinduan, agar ia sukses meraih cita-citanya, yaitu mendapat ridha Allah menyampaikan dakwahnya kepada orang lain, sehingga ia menjadi khalifah Allah di muka bumi dengan sungguh-sunnguh.
[1] Lihat lebih lanjut dalam kitab al-Bidâyah wa al-Nihâyah, karya Imam Ibnu Katsir, Jilid 4, halaman 65.
[2] Lihat lebih lanjut dalam kitab al-Bidâyah wa al-Nihâyah, karya Imam Ibnu Katsir, Jilid 4, halaman 60.
[3] Lihat lebih lanjut dalam kitab al-Bidâyah wa al-Nihâyah, karya Imam Ibnu Katsir, Jilid 4, halaman 66-69.
- Dibuat oleh