Memiliki Kedalaman Ruhani

Memiliki Kedalaman Ruhani

Seorang da'i harus mempunyai ruhani yang sangat dalam, karena perilaku dan tutur katanya akan dijadikan suri teladan yang baik bagi orang lain dan sebagai tanda bahwa ruhaninya adalah sehat. Setiap kali ia melihat, mendengar, atau memegang sesuatu, maka ia selalu ingat kepada Allah, sehingga Allah menjadi sumber hidup baginya. Setiap kali ia mengamalkan ilmunya, maka Allah akan menambah ilmu baginya dan ia akan selalu diberi petunjuk oleh-Nya, sehingga ia akan mendapatkan jalan keluar bagi setiap kesulitannya dan ia akan menjadi tuntunan hidup bagi kaumnya, sehingga semua orang menjadikan pribadinya sebagai tuntunan hidup bagi mereka. Jika seorang da'i sangat dalam keruhaniannya, maka ia akan sukses dalam dakwahnya kepada orang lain, seperti Rasulullah menyebutkan dalam sabda beliau berikut ini,“Keyakinan itu semuanya termasuk keimanan.”

Arti keyakinan adalah kesiapan pikiran seseorang untuk menerima bukti-bukti kebenaran, sehingga ia akan mengisi otaknya dengan berpikir dan mencari ilham. Ia akan mengisi perilakunya dengan berbagai macam amal saleh dan ibadah, sehingga hatinya menjadi cemerlang yang terang setiap kali melihat kebenaran yang datangnya dari Allah.

Keyakinan dapat menyampaikan seorang kepada tauhid. Seorang yang telah mendapat keyakinan dan tauhid, maka ia tidak akan takut kepada siapapun selain Allah, tidak butuh kepada siapapun selain Allah, karena ia yakin bahwa segala sesuatu yang ia miliki adalah pemberian Allah, termasuk juga takdir baik dan buruk, semuanya datangnya dari Allah.

Seorang yang mempunyai keyakinan penuh kepada Allah dalam segala sesuatunya, maka ia tidak akan takut dengan kematian, bahkan ia mati dalam keadaan senang. Ia akan hidup kekal abadi di akhirat, bahkan ia selalu merindukan datangnya kematian bagi dirinya, karena ia ingin secepatnya mendapat kesenangan di akhirat, seperti yang disebutkan dalam hadis berikut, “Sebaik-baik umatku adalah sekelompok orang yang bergembira ketika mendapat rahmat dari Allah dan ia menangis di malam hari ketika merasa takut kepada siksa Tuhan-nya, hati mereka di dunia tetapi ruhani mereka di akhirat.”[1]

Hendaknya setiap da'i harus mempunyai keyakinan penuh kepada Allah, sehingga ia memandang sama antara kesenangan dunia dan akhirat. Ia tidak merasa puas dengan kehidupan dunia dan tidak ingin lama hidup di dunia kalau tidak memikirkan tugasnya, ketika berdakwah mengajak manusia ke jalan yang baik. Para da'i yang mempunyai sifat seperti yang Penulis sebutkan di atas, maka merekalah pewaris para Nabi.

Sayyid Tahir al-Maulawi pernah menerangkan dalam kitab Syarah al-Matsnawi karya Jalaludin al-Rumi sebagai berikut, “Aku pernah berada dalam satu sel bersama Syaikh Atif, beliau adalah seorang yang sangat luas ilmunya dengan pengetahuan yang berkembng di masanya. Ia telah menyediakan surat pembelaan yang kuat untuk membela dirinya yang akan dijatuhi hukuman mati esok paginya.

Tetapi setelah melakukan shalat subuh, maka ia merobek-robek surat pembelaan yang ia tulis kemaren, kemudian ia membuang kertasnya di atas tong sampah, sehingga aku bertanya kepadanya, “Mengapa engkau merobek surat pembelaan dirimu?” Jawab Sayyid Tahir, “Tadi malam aku berbahagia, setelah bermimpi melihat Rasulullah Saw.. Ketika itu aku melihat bahwa diriku sedang sibuk mempersiapkan pembelaan diriku, sehingga Beliau bertanya kepadaku. Wahai Atif, mengapa engkau ingin membela dirimu? Apakah engkau tidak ingin segera bertemu denganku?” Jawabku, “Bagaimana tidak Ya Rasulullah?” Jawaban itu sebagai pertanda bahwa ia akan dihukum mati dan ia tidak ingin membela dirinya, agar selamat.

Keesokan paginya, ketika ia dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan. Ia pun menghadapinya dengan tenang dan sambil tersenyum, karena hukuman mati itu merupakan jalan terbaik baginya untuk bertemu dengan Rasulullah Saw. di alam akhirat. Bagaimana ia tidak senang, setelah ia mencapai kedudukan setinggi itu di sisi Allah, sehingga setiap saatnya, ia selalu menanti kedatangan matinya karena ia yakin perjuangannya, menegakkan amar ma'ruf dan nahi munkar di tengah kaumnya. Ia mati setelah menyelesaikan tugasya dengan baik, sehingga meskipun ia dihukum mati, tetapi ia merasa puas dan senang.

Seorang da'i yang mukhlis, maka hatinya akan senantiasa bersih, perilakunya lemah lembut karena sedang menjual dirinya kepada Allah untuk mencapai ridhanya, maka ia akan mencapai cita-citanya, meskipun bukan hari ini, pasti di hari esok ia bertemu dengan Allah. Itulah perbandingan keadaan seorang yang mencintai Allah dan seorang yang tidak mencintai Allah, meskipun ia mempunyai kekayaan sebesar dunia dan seisinya.

Bukankah keinginan untuk bertemu dengan Allah dengan hati yang bersih termasuk suatu kehidupan yang langgeng? Mengapa kita sia-siakan hidup kita dalam segala urusan yang akan fana? Semoga Allah menjaga qalbu kami, agar tetap sehat, bersih dan suci, sehingga kita bertemu dengan Allah untuk mendapat ridha-Nya, karena kita yakin bahwa rahmat Allah lebih luas daripada murka-Nya.

[1] Lihat lebih lanjut dalam al-Mustadrak, karya Imam al-Hakim al-Nisaburi, Jilid 3, halaman 17. Juga dalam kitab Syu’ab al-Îmân, karya Imam al-Baihakim, Jilid 1, halaman 478.