Hal yang Harus Dilakukan Ketika Menghadapi Kekerasan Sosial

Hal yang Harus Dilakukan Ketika Menghadapi Kekerasan Sosial

Pertanyaan: Sayangnya akhir-akhir ini kekerasan sosial di negara kita semakin berkembang, persentase kejahatan semakin meningkat, keresahan dan pertikaian yang terjadi di antara manusia terlihat semakin hari semakin bertambah. Apa saja yang dapat disampaikan guna mengatasi semua permasalahan ini?[1] 

Jawaban : Jika memperhatikan layar televisi dan berita-berita yang tertera dalam pojok-pojok surat kabar terlihat bahwa pernyataan yang disampaikan ini benar adanya. Beberapa peristiwa yang timbul di lingkungan masyarakat seperti pemukulan terhadap para pelayan masyarakat seperti dokter dan guru, pertikaian sesama yang mudah terpercik hanya karena persoalan sepele, penculikan anak dan terkuaknya beragam tindak pelecehan seksual, pembunuhan, penjambretan, dan perampokan yang terjadi secara bergantian, sudah mencapai tingkatan yang menakutkan dan mengkhawatirkan. Terkadang beberapa kejahatan yang dilakukan demikian menyeramkan seolah-olah tampak bahwa seluruh kecerdasannya digunakan menurut perintah setan.

Tidak mudah untuk memahami kondisi orang-orang, khususnya mereka yang turun ke alun-alun dan jalanan, menggulingkan mobil, memecahkan kaca, merusak jendela, melemparkan bom molotov kepada masyarakat, dan berjalan di sekitar mereka dengan membawa tongkat layaknya telah diberikan instruksi oleh pihak-pihak tertentu. Mereka memprovokasi masyarakat dengan menebar kebingungan. Ketika ditindak, mereka berteriak seolah-olah telah dizalimi. Mereka juga tidak kesulitan dalam menemukan orang-orang yang memiliki pemikiran menyimpang di tengah masyarakat yang nantinya akan membela mereka. Seakan-akan mereka yang mengancam keselamatan jiwa dan harta masyarakat inilah yang benar, sedangkan mereka yang berusaha untuk mencegah kezalimanlah yang salah. Padahal semua sistem hukum yang berlaku, dengan mengecualikan beberapa sistem hukum tiran dan otoriter tentunya, menganggap bahwa usaha menjaga keamanan jiwa dan harta merupakan sebuah tugas suci.

Lebih dari itu, sebagian organ media mendorong timbulnya beberapa peristiwa yang memilukan hati. Sebagian dari mereka berkontribusi terhadap masuknya sebagian provokator dan perusuh sehingga mencegah masyarakat untuk bangkit setelah berhasil mengumpulkan unsur-unsur penyeimbang di lingkungannya. Sebagian dari mereka mengganggu masyarakat dan sayangnya menjadi salah satu penyebab makin membesarnya kekacauan dan chaos. Jadi, pihak tertentu dengan beberapa keputusan yang mereka ambil, baik dalam lingkup kecil maupun besar, senantiasa membangkitkan rasa benci dan dendam di masyarakat, menjadikan masyarakat seolah-olah serigala yang memangsa diri mereka masing-masing serta memicu perpecahan dan pertikaian di antara mereka. Pertikaian dan baku hantam antar anggota masyarakat akan mempermudah terwujudnya niat buruk dari mereka yang berada di balik tirai kegelapan ini.      

Akan tetapi, apa pun bentuk faktor eksternal tersebut, apabila dikarenakan kerabat yang sedang sakit akhirnya wafat ketika berada dalam perawatan kemudian mendorong masyarakat berani menyerang rumah sakit dan menghajar atau bahkan membunuh dokter; ketika siswa mulai berani menusuk gurunya, kondisi ini menunjukkan bahwa masyarakat telah kehilangan nilai, jati diri, dan keluar dari jalannya. Lebih dari itu, orang-orang yang berusaha menyelesaikan masalah tidak melalui jalan manusiawi melainkan dengan menunjukkan gigi taringnya masing-masing dan merendahkan rasa hormat di antara mereka; memperlihatkan betapa menjauhnya mereka dari nilai-nilai akhlak dan bagaimana intisari sebuah hakikat telah terputus dari akarnya. Sayangnya di dalam masyarakat kita -meski tidak mencakup semua orang- terjadi perpecahan luar bisa dalam lingkup yang begitu luas. Orang-orang berada dalam kondisi jauh dari Allah azza wa jalla, sistem, dan nilai-nilai luhur yang mereka miliki.  

Jika masyarakat tidak segera memperbaiki diri dan terus melanjutkan kondisi ini, Allah di masa berikutnya bisa saja menghukum mereka. Seperti  diungkapkan ayat Al-Qur’an bahwasanya ketika musibah datang ia tidak membedakan siapa yang bersalah dan siapa yang tidak bersalah (Surat Al-Anfal, 08/25)[2]. Seperti yang disampaikan peribahasa Turki, “Tidak hanya yang kering, yang basah juga akan terbakar”. Tetapi di akhirat yang bersalah dan tidak bersalah akan dipisah. Bagi mereka yang tidak bersalah, musibah yang mereka alami akan menghapus dosanya atau menaikkan derajatnya. Namun, meski mereka tidak terlibat secara langsung dalam terjadinya peristiwa-peristiwa menyedihkan tersebut, mereka yang memiliki kemampuan tetapi tidak melakukan sesuatu demi terwujudnya perbaikan, irsyad, atau meminimalisir sikap buas yang ada dalam diri masyarakat, mereka akan dihisab disebabkan tidak menunaikan tugasnya dalam bermasyarakat. Mereka pun akan diminta pertanggungjawabannya terkait dengan hal ini.     

Mencapai Kemanusiaan yang Sejati

Tugas utama yang perlu dilakukan demi menghilangkan kebingungan dan keresahan dalam masyarakat ialah sekali lagi mengundang setiap individu dalam masyarakat untuk kembali mewujudkan nilai kemanusiaan. Untuk mengimbangi keberadaan kumpulan orang yang selalu merusak dan berbuat keburukan, jiwa-jiwa yang rela berkorban serta para representasi hakikat harus fokus pada usaha perbaikan dan islah. Layaknya Maulana Jalaluddin Rumi, mereka harus mengundang  seluruh umat manusia dan sekali lagi menunjukinya jalan untuk meraih kemanusiaan yang sejati.

Sebagaimana diketahui, Al-Qur’an dalam banyak ayatnya berseru: “Wahai manusia!” seraya mengingatkan kemanusiaan kepada umat manusia dan memberikan pesan itu secara tersirat : “Wahai manusia yang intisarinya memiliki kekerabatan dan di waktu yang sama memiliki potensi meraih kedekatan dengan Allah Subhanahu wa ta’ala! Anda semua diciptakan dengan fitrah yang cocok untuk saling memahami dan berkompromi satu sama lain. Oleh karena itu, paparkanlah sikap dan perbuatan yang sesuai dengan fitrah Anda! Genggamlah tangan, rangkullah bahu Anda satu sama lain, dan jadikanlah cinta dan perdamaian di antara kalian sebagai hal yang utama!” Sama halnya dengan hal ini, kita juga harus menyapa kembali umat manusia dan ikut berkontribusi dalam mewujudkan kesatuan dan persatuan yang ada di antara setiap individu dalam masyarakat dengan program dan aktivitas yang akan kita lakukan serta mengembangkan nilai kebersamaan di antara orang-orang yang memiliki perasaan dan pemikiran yang berbeda.  

Selain itu, sistem pendidikan dan program kurikulum dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi perlu ditinjau sekali lagi. Karena kebiasaan buruk di antara siswa seperti rokok, obat-obat narkotika, dan minuman alkohol setiap harinya semakin meluas, bahkan sudah sampai ke tingkat sekolah dasar dan menengah; para siswa semakin hari semakin tidak sopan kepada guru-guru dan orang tuanya; di saat yang sama, kekerasan yang terjadi hingga di lingkup sekolah menunjukkan  bahwa pendidikan dan tarbiyah yang mendalam tidak berhasil diberikan kepada mereka.

Sekolah di samping memberikan pengetahuan dan kemampuan yang berhubungan dengan masing-masing cabang ilmu, ia juga seharusnya ikut berkontribusi dalam mewujudkan sosok-sosok manusia yang berakhlak dan memiliki karakter kepada para siswa. Oleh karena itu, ketika menyusun program kurikulum sebaiknya tidak hanya fokus pada pembelajaran saja, melainkan harus mempersiapkan para siswa untuk meraih nilai-nilai kemanusian dan akhlak. Selain pencapaian akademik, ada baiknya perkembangan hati nurani, maknawiyah, dan jiwa tidak diabaikan.

Jika di saat mempersiapkan program semua hal tersebut tidak diperhatikan dan generasi muda di usia pendidikan mereka tidak dimuliakan dengan nilai kemanusiaan yang sejati, di masa mendatang mereka berpotensi menjadi orang yang linglung,  menunjukkan gigi taringnya kepada semua orang, dan karenanya menyebabkan banyak keburukan tersebar di masyarakat.      

Membalas Keburukan dengan Kebaikan

Hal lain yang perlu dilakukan untuk mencegah kekerasan atau setidaknya meminimalisir ialah mengalah dan merelakannya pada satu pihak. Seseorang bisa jadi ditugasi untuk menyerang, mengumpat, serta menghina kehormatan dan kemuliaan orang lain. Dalam keadaan  seperti itu, sebagaimana disampaikan Badiuzzaman Said Nursi, kita seharusnya tidak menggunakan langkah-langkah yang biasa digunakan orang zalim yaitu membalas keburukan dengan keburukan yang sama.[3] Bahkan kita harus bisa mempraktikkan apa yang diungkapakan sang penyair Nail-i Qadim:

Ya Allah..! Gembirakanlah mereka yang mengecewakan hatiku yang tidak kenal kepuasan.

Kabulkanlah doa mereka yang mendoakan aku ‘semoga doanya tidak diperkenankan!”

Kita harus menjadikan sikap dan perilaku yang kita miliki sesuai dengan ucapan kita. Bahkan lebih dari itu, jika ada kesempatan kita harus menunjukan kemurahan hati untuk membalasnya dengan kebaikan.

Ya, terdapat beberapa periode waktu dimana sebagian orang yang telah lama berjalan bersama Anda kemudian tiba-tiba menderita sakit kepala. Karena hal itu, warna jadi campur aduk di hadapannya: ia melihat yang putih menjadi hitam dan yang hitam menjadi putih. Akibatnya, ia dapat menunjukkan sifat-sifat monster kepada mereka yang ia anggap sebagai oposisi atau musuh. Sesungguhnya sangatlah sulit memaafkan hinaan, celaan, ataupun mengulurkan seikat mawar kepada mereka yang telah menyakiti Anda. Akan tetapi, orang-orang yang menanggapi peristiwa-peristiwa negatif tersebut dengan kelembutan dan murah hati tidak akan pernah merugi, justru mereka meraih banyak keuntungan. Apakah kita ingin agar orang-orang yang melakukan keburukan pada diri kita jatuh terjerumus ke dalam neraka, ataukah sebaiknya kita berlaku layaknya ahsani taqwim kemudian memanggil mereka dan menjadikannya sebagai sahabat terdekat?

Sayangnya, karena perasaan dan pemikiran di masa ini sudah benar-benar terkotori, orang-orang memandang satu sama lain juga dengan pandangan yang kotor. Karenanya masing-masing orang pun saling berbalas umpatan-umpatan kotor. Dengan ucapan dan pemikiran yang dikatakan semua orang menunjukkan karakternya masing-masing. Dengan ini, orang-orang yang memiliki kedekatan dengan Allah azza wa jalla, mengikuti jalannya Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wasallam, dan berjalan di alam cahayanya seharusnya melakukan sesuatu yang pantas mereka lakukan, tidak tergelincir ke level orang lain, dan bahkan seharusnya berusaha menarik mereka ke dalam atmosfer yang jernih dan bersih. Tentu saja Anda perlu memperbaiki, menjelaskan, dan menyanggah permasalahan yang berkaitan dengan orang banyak sesuai dengan kondisinya. Karena tidak diperkenankan mengalah dan merendah pada hal-hal yang berkenaan dengan urusan kepentingan masyarakat umum. Akan tetapi, dalam menghadapi umpatan-umpatan yang diarahkan kepada diri kita secara pribadi hendaknya kita tidak melupakan sikap jentelmen dan menjaga muruah diri.     

Anda harus membiarkan mereka yang perbuatan dan pemikirannya merupakan simbol dari keburukan menyendiri dengan pemikiran dan perbuatan yang dikerjakannya. Apabila mereka tersadar, menyesal, dan mendatangi Anda untuk meminta maaf, Anda harus dapat menunjukkan sikap kesatria dan berkata, “Aku tidak ingat ada hal yang seperti itu.” Akan tetapi, jika Anda membalasnya dengan kekerasan dan amarah yang sama, itu berarti Anda telah memperkuat keburukan-keburukan tersebut. Setelahnya, Anda akan menghadapi kesulitan dalam mengatasi permasalahan tersebut.

Seperti yang telah aku sampaikan dalam beberapa kesempatan, jika dua kelompok yang berbeda saling membelakangi satu sama lain, bertolak di jalan yang berlainan, dan saling menjauh, itu berarti jarak di antara mereka semakin lebar. Setelah itu terjadi, usaha untuk menutup celahnya akan jadi amat sulit. Akan tetapi, jika Anda tetap berlaku sebagaimana mestinya, Anda tidak akan terlalu repot menutup jarak yang ada ketika mereka kembali setelah menyesali perbuatannya. Di sana, Anda mengurangi jarak yang harus ditempuh oleh orang-orang yang menjauh dari Anda tersebut. Menerapkan nilai-nilai penting ini sangatlah dibutuhkan khususnya di masa pertentangan yang semakin meluas dan kondisi masyarakat yang tercerai berai. Perlu diketahui bahwa tugas yang seharusnya dilakukan oleh orang-orang yang dekat dengan Allah Azza wa jalla adalah mendekati sesama manusia.

Dan jangan sampai lupa bahwa Allah Subhanahu wa ta’ala. menciptakan manusia dengan karakter dan keahlian yang mampu mendidik dan menjinakkan bahkan hewan buas sekalipun. Anda sudah lihat di layar-layar televisi orang-orang yang mendidik dan membuat para singa mau mendengarkan perintah mereka. Meskipun terdapat seekor singa yang selalu menampilkan kebuasan dan mencari kesempatan untuk bisa menyerang mangsa yang ada di sekitarnya, Anda tetap berkewajiban berusaha sekeras mungkin untuk menjinakkannya. Dalam menghadapi orang-orang yang selalu merancang rencana jahat, Anda harus menggunakan seluruh kecerdasan, semua rencana, dan rancangan strategi terbaik Anda untuk meredam kebencian dan rasa dendam orang-orang tersebut, menjinakkan mereka, dan membentuk atmosfer yang mana setiap orang dapat hidup bersama dengan perdamaian dan rasa aman.

Islah Masyarakat

Membangun struktur masyarakat dimana manusia bisa hidup dalam perdamaian dan ketentraman merupakan hal yang benar-benar sulit. Akan tetapi, sejarah menunjukkan perdamaian dapat selalu terwujud. Sebagai contoh, ketika kita melihat masa Nabi Muhammad sallallahi ‘alaihi wasallam, masyarakatnya merupakan masyarakat badui yang sangat agresif, tetapi dalam waktu singkat mereka menjelma menjadi layaknya malaikat dan bertransformasi sebagai guru peradaban. Di waktu yang sama, Kekhalifahan Usmani mampu mewujudkan keseimbangan di wilayah di mana mereka berdaulat sehingga masyarakat yang berasal dari  ras, kultur, dan agama yang berbeda-beda itu dapat hidup berdampingan dalam perdamaian. Itu tidak berarti bahwa di masa itu tidak ada masalah sama sekali. Tentu saja ada kalanya beberapa hal negatif muncul. Akan tetapi, apabila kita bandingkan dengan kondisi saat ini perbandingannya sangatlah kecil.

Untuk itu agar dapat membentuk masyarakat beradab dimana rasa hormat dan kasih sayang di antara individu kembali unggul, masyarakat yang telah terdeformasi perlu direformasi ulang, lebih tepatnya, diperlukan usaha untuk kembali meraih identitas aslinya. Dengan ungkapan lain, seluruh jiwa dan hati sanubari, dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi, bahkan setelahnya, perlu dihidupkan kembali dengan nilai-nilai luhur yang tersaring dari pondasi ruh dan maknanya yang sejati. Karena kita telah berubah menjadi masyarakat tercela yang di mana jalan-jalannya penuh dengan tindakan nista dan memalukan; beragam kejahatan terjadi karena kita telah terasing dari nilai luhur yang seharusnya kita imani dan semestinya kita amalkan.

Untuk itu, diperlukan diagnosis akurat terkait apa penyebab tindakan-tindakan dan penyakit tercela tersebut untuk kemudian fokus pada permasalahan utama layaknya sensitivitas seorang dokter yang berusaha mengobati pasien kanker. Apakah akan dilakukan radioterapi atau kemoterapi, apakah perlu dilakukan amputasi organ yang bermasalah, ataukah melalui transplantasi sumsum tulang penyakitnya akan membaik? Apa yang seharusnya dilakukan perlu dilakukan dan perlu dipastikan pasien nantinya benar-benar kembali sehat. Jika tidak, kanker akan mengalami metastasis dan beberapa waktu kemudian akan menyerang seluruh tubuh. Namun, karena yang diserang adalah masyarakat dan bukan individu, maka diperlukan sensitivitas lebih terhadap beberapa hal demi perbaikan dan islahnya masyarakat.

Tidaklah mungkin memperbaiki orang-orang yang terputus hubungannya dengan Allah subhanahu wa ta’ala., menjauh dari sistem iman, dan terasing dari nilai-nilainya hanya dengan hukuman dan undang-undang; serta tidak mungkin mengatasi tindak kekerasan orang-orang tersebut dengan jalan itu. Masyarakat yang demikian dapat menuntut bahkan menyerang para dokter hanya karena mendiagnosis janin di dalam kandungan seorang ibu sedang berada dalam keadaan tidak normal. Padahal yang seharusnya dilakukan oleh orang yang beriman pada takdir dan percaya kepada Allah Azza wa jalla adalah bersabar. Di sisi lain, apabila para dokter juga mengimani bahwasanya ikhtiar mereka dalam meredakan rasa sakit seorang pasien mampu mengantarkan mereka untuk lebih mengenal Allah secara vertikal, maka para dokter tersebut akan bersikap lebih baik dan santun pada pasien-pasiennya serta melakukan apapun yang dapat mereka lakukan untuk menyembuhkan mereka. Akan tetapi, apabila mereka hanya mengandalkan sumpah hippokrates yang pernah diucapkannya, maka Anda tidak akan selamat dari wajah masam ataupun sikap merendahkan para dokter kepada pasiennya.

Sebagai kesimpulan, beberapa kondisi negatif seperti ini akan terus terjadi dalam masyarakat hingga monumen jiwa kembali didirikan dan kemanusiaan kembali dilambungkan. Pada saat perpecahan ini dapat diatasi, kita dapat mengembalikan mereka kepada akar jiwa dan maknanya, pada saat itulah kita bisa berharap perdamaian di masyarakat dapat terwujud dalam skala besar. Barangkali kita tidak mampu meyakinkan dan memengaruhi orang lain terkait hal ini. Akan tetapi, setidaknya dengan usaha yang dikerjakan kita bisa meminimalisir area kekerasan dan kebencian.


[1] Diterjemahkan dari artikel berjudul: Toplumsal Şiddet Karşısında Yapılması Gerekenler

[2] وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً ۖ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.

[3] Baca di Buku Syualar, Syua Kedua, Karya Badiuzzaman Said Nursi