Ketika kita sendirian, setan melemparkan banyak syubhat dan keraguan ke dalam hati kita

Ketika kita sendirian, setan melemparkan banyak syubhat dan keraguan ke dalam hati kita. Akhirnya, kehendak ini menjadi alat permainan perasaan sehingga kita merasa bahwa kesabaran kita sudah habis dalam menghadapi maksiat. Apa nasihat Anda?

Pertama-tama, kita harus berlindung kepada Allah Swt. dari bisikan dan fitnah setan serta dalam menghadapi aksinya menghias keburukan. Kita juga harus meletakkan kening kita di tanah untuk menghancurkan ketertipuan kita karena jarak terdekat antara seorang hamba dengan Allah Swt. adalah ketika ia bersujud. Kita berdoa, “Ya Allah, kami berlindung kepada-Mu dari-Mu. Kami berlindung dari keagungan-Mu kepada kasih sayang dan keindahan-Mu.” Kita masuk dalam perlindungan Allah Swt.

Perkataan bahwa setan menguasai kita tatkala kita sendirian adalah ungkapan yang menunjukkan kenyataan sebenarnya. Setan lebih berpeluang menggoda orang-orang yang tidak melakukan aktivitas keagamaan dan tidak memiliki perhatian dakwah menuju Allah Swt. Karena itu, kita harus memulai dari titik ini, mencari aktivitas dan tidak menganggur.

Karena setan sering memanfaatkan ketidakaktifan dan kekosongan kita dengan mengembuskan bisikan ke dalam dada, membuat keburukan tampak indah dalam pandangan kita, serta mendorong kita untuk berbuat dosa, maka kita harus senantiasa sibuk dengan berbagai macam kebaikan, berusaha menutup kekosongan kita, serta harus senantiasa berpikir dan bekerja sehingga kita tidak memberinya peluang untuk menggoda diri kita. Setan tidak menemukan jalan untuk menyampaikan bisikan kepada mereka yang menjalin hubungan dengan Allah serta terus memperbarui hubungan lewat perenungan tentang alam dan dirinya, sebagaimana setan tidak bisa mempermainkan dan mengalahkan orang-orang yang selalu mengingat mati.

Setan tidak akan bisa memasukkan hawa nafsu dan bisikannya kepada orang yang menjadikan dakwah dan pembelaan agama yang terang ini sebagai sasaran dan tujuannya. Tangan setan tidak dapat merambah hati tenteram yang dipenuhi iman mendalam. Ringkasnya, bila kita mempunyai hubungan yang kuat dengan Tuhan, Dia tidak akan membiarkan kita untuk setan yang merupakan musuh-Nya dan musuh kita juga. Mungkinkah jika kita taat dan setia kepada-Nya, Dia tidak akan setia dan menolong kita? Dia Mahasetia, maka Dia tidak akan membiarkan kita sendirian bersama hawa nafsu kita. Dia tidak akan membiarkan diri kita larut dan luluh. Dia berfirman, “Penuhilah janji kalian kepada-Ku, niscaya Aku memenuhi janji-Ku kepada kalian.”[1]

Jadi, mungkinkah setan menguasai kita saat kita berpegang pada agama-Nya dan berbuat karena-Nya? Tidak mungkin. Justru sebaliknya, dalam kondisi demikian setidaknya Dia akan meletakkan satu atau dua ayat dalam lisan kita serta mengembalikan kita kepada diri kita agar kita ingat dan menjauh dari jurang dalam yang setan sediakan untuk kita. Hal itu sama seperti ketika Dia menyelamatkan sejumlah sahabat Rasul saw. Ada waktu-waktu saat penglihatan mereka kabur karena kondisi mereka sebagai manusia, tetapi Tuhan segera memperlihatkan kepada mereka petunjuk dan tanda kekuasaan-Nya serta mengarahkan kembali perhatian mereka kepada akhirat.

Seandainya setiap orang yang bergelut dalam bidang dakwah memerhatikan kehidupannya secara cermat, ia pasti melihat bagaimana dirinya berkali-kali telah mendekati jurang karena menggunakan kehendaknya secara buruk atau akibat dosa, namun Tuhan mengulurkan tangan bantuan-Nya dan menyelamatkannya. Sesuai dengan kadar keikhlasan dan ketulusannya, ia akan melihat bantuan dan karunia Allah Swt. Ini sesuai dengan rahasia ayat: “Jika kalian menolong [agama] Allah, niscaya Dia menolong kalian dan meneguhkan kaki kalian.[2]

Kehendak kita sangat lemah dan sempit. Meski demikian, Allah menjadikan kehendak yang lemah itu sebagai syarat normal untuk membalikkan semua tipu daya setan. Upaya kita untuk menghadapi gangguan setan dan bisikan nafsu yang memerintahkan keburukan sejak pertama kali, dalam batas tertentu berarti kemenangan kita dalam medan peperangan. Kadang muncul saat ketika imajinasi dan fantasi kita menguasai diri kita sampai-sampai kita tidak mampu menahan bebannya, tetapi kita bisa melepaskan diri dan menjauhinya. Kadang pula muncul saat dan kondisi ketika kehendak dan vitalitas hati kita tidak cukup kuat untuk menghadapinya. Dalam kondisi demikian, kita meminta bantuan dari orang-orang yang mempunyai hubungan sangat dekat dengan Allah Swt. yang jika engkau duduk bersama mereka, engkau akan mendapatkan kekuatan. Engkau bisa merasakan kehangatan ucapan mereka yang bisa mencairkan es membeku dalam hatimu. Juga, kadang kita menjadi pihak yang menghangatkan hati orang lain dan membantu mereka.

Allah Swt. menciptakan manusia dengan fitrah yang cenderung berkumpul bersama orang lain. Manusia pasti membutuhkan masyarakatnya baik secara moral maupun materi. Dalam hal ini, kita tidak boleh menjauh dari teman-teman yang baik, sebab teman yang tulus senantiasa membuat kalbu kita tetap hidup dengan nasihat-nasihatnya sekaligus membangkitkan semangat. Karena itu, kita harus menjaga persahabatan semacam itu setiap waktu baik di sekolah, di pasar, maupun dalam perjalanan. Kita berharap benteng persahabatan bisa mencegah masuknya setan ke dalam hati kita.

Hal lainnya adalah senantiasa memerhatikan nasihat yang bisa menghaluskan hati. Sejumlah nasihat yang mengingatkan kita kepada akhirat dan alam lain serta membangkitkan perasaan cinta dan rindu sangatlah penting. Nasihat dengan pengertian tersebut adalah agama itu sendiri. Ketika para pendahulu kita memberikan ceramah di masjid, masjid selalu penuh. Imam al-Razi yang mahir dalam bidang filsafat dan ilmu kalam, ketika memberikan nasihat di atas mimbar, selalu disertai tangisan. Karena itu, kita termasuk komunitas bernasib malang karena tidak bisa mendengarkan nasihat orang-orang semacam mereka, padahal manusia adalah makhluk yang membutuhkan kekhusyukan hati dan linangan air mata. Setiap hari ia perlu menoleh ke dalam batinnya sekaligus perlu menghaluskannya. Tangisan adalah salah satu kebutuhan itu. Al-Quran memuji para pemilik hati yang lembut dan mata yang menangis, “Bila ayat-ayat [Tuhan] Sang Maha Pengasih dibacakan kepada mereka, mereka tersungkur bersujud dan menangis.[3]

Karena itu, sungguh sangat indah kalau setiap hari kita bisa membaca beberapa halaman tentang kisah para sahabat, tabiin, dan pengikut tabiin yang hidup bersama Islam dengan tulus. Sungguh sangat indah kalau kita bisa mewarnai kehidupan kita dengan mereka lalu kita keluar ke jalan dan ke pasar dengan semangat itu. Jika kita melakukannya, jiwa kita menjadi konsisten. Selain itu, kita juga mendapatkan kesempatan untuk membandingkan diri kita dengan para sahabat, tabiin, dan pengikut tabiin, para pemilik hati dan ruh yang hakiki. Kita bisa berkata kepada diri kita, “Mereka adalah muslim dan kita juga muslim. Mengapa mereka bisa seperti itu dan mengapa kita seperti ini?”

Dengan introspeksi dan evaluasi diri semacam itu, kita bisa memperbarui diri kita. Jika kita melakukan hal ini berkali-kali, paling tidak setiap minggu, kita berharap itu bisa membantu untuk menghaluskan hati kita sekaligus menghilangkan karatnya. Dalam kondisi demikian, kita dapat merasakan dalam hati kita seluruh manifetsasi Tuhan yang terpantul padanya lewat seluruh cahayanya. Kita pun menjadi jauh dari bisikan setan. Hal ini bisa didapat baik lewat mendengarkan seseorang, membaca Al-Quran, atau membaca kitab tafsir. Kita sangat membutuhkan pembaruan iman sebagaimana kita membutuhkan udara, air, dan roti.

Jadi, menghadiri majelis seseorang yang dapat membangkitkan kekhusyukan dalam hati kita, meminta nasihat darinya, serta mengingat Rasul saw. dan para sahabatnya merupakan kekuatan yang dapat membantu kita untuk tetap kokoh. Jangan sekali-kali Anda berkata kepada diri Anda, “Aku sudah mengetahui hal itu. Apa gunanya aku membacanya lagi atau tidak membacanya?” Ini merupakan kelalaian dan ketertipuan. Sebagaimana kebutuhan terhadap makan dan minum berlangsung berkali-kali, demikian pula kebutuhan terkait dengan kehidupan spiritual, hati, jiwa, dan batin kita. Makanan batin adalah apa yang tadi telah kami sebutkan. Kita harus masuk dalam dekapan seorang mursyid yang kondisi spiritualnya bisa melarutkan semua keburukan sekaligus memperlihatkan kepada kita jalan-jalan pembaruan diri. Kadang ini bisa pula terwujud dengan menelaah, merenung, dan mengingat kematian. Seberapa besar kita berhasil mewujudkan hal tersebut, sebesar itu pula kita dapat melindungi diri kita dari gangguan setan jin dan manusia. Doa yang kita panjatkan kepada Allah agar Dia melindungi kita dari keburukan diri kita dan kejahatan setan harus menjadi bagian dari doa dan munajat kita agar kita selalu berada dalam pertolongan dan perlindungan-Nya.

[1] Q.S. al-Baqarah: 40.
[2] Q.S. Muhammad: 7.
[3] Q.S. Maryam: 58.