Nilai-Nilai Suci dan Mata Yang Tak Pernah Terpejam

Apakah Kita Masih Memegang Teguh Amanah?

Tanya : Kita mendengar leluhur kita berdoa, ”Ya Rab, maafkanlah dosa-dosa kami, terimalah kami menjadi hamba-Mu. Teguhkanlah kami terhadap amanah-Mu sampai hari pertanggungjawaban nanti.”[1] Apakah maksud dari amanah tersebut hanyalah sebuah nyawa.. Dapatkah Anda menjelaskan makna “amanah” dari sudut pandang tugas dan tanggung jawab yang kita emban?

Jawab : Bersamaan dengan berbagai amanah tuntunan kebaikan yang diterangkan Allah kepada manusia, berbagai keberhasilan yang dicapai menggunakan anugerah kehendak dengan melaksanakan kebaikan tersebut juga merupakan amanah. Sebenarnya hakikat dari segala keberhasilan manusia tertuju kepada Allah. Adapun diungkapkan dalam bidangnya “Jika hakikat sebenarnya dari suatu hal tidak nampak, maka hakikatnya akan dinisbahkan kepada sebab yang paling dekat.”[2] Berdasarkan hal tersebut, segala keberhasilan yang didapat manusia dengan menggunakan kehendaknya  akan dinisbahkan kepada kita manusia itu sendiri jika kita tidak dapat memahami hakikat asli keberhasilan itu. Oleh karena itu, kita harus memanfaatkan nikmat berupa berbagai hal yang telah didapat dengan iradah bagaikan sebuah hadiah dari Allah untuk manusia. Jika seorang manusia mampu melihat dari sudut pandang tersebut, dia akan merasakan ledakan rasa syukur  kepada Allah atas limpahan nikmatNya. Ya, di kala manusia memikirkan semua nikmat tersebut, dia akan berada dalam alam metafisik dengan seluruh rasa senang dan syukur dalam setiap langkah. Di setiap nafasnya terseling “alhamdulilah” dan dengan kata mulia ini dia akan merasakan kenikmatan dari ujung kepala sampai ujung kaki.

Iman Adalah Amanah Yang Paling Besar

Jika dilihat dari perspektif ini, ruang lingkup amanah sangatlah luas. Misalnya, tidak hanya hidup ini, di atas itu semua makna kehidupan abadi yang menampung iman, ihsan, ma’rifatullah, dan mahabatullah juga merupakan amanah yang sangat penting. Tanpa iman, di dunia ini manusia hanya lah seperti makhluk lain yang hidup lalu hilang di waktu yang singkat. Pengikat manusia kepada alam keabadian adalah iman. Oleh sebab itu, betapa pun panjang benteng yang dibangun untuk berada di jalan ini, meskipun seluruh harta dikeluarkan, seberapa banyak pencarian dilakukan, berbagai bukti dan contoh dipaparkan tidak akan pernah cukup untuk melindungi iman sebagai amanah yang sangat penting ini. Berhadapan dengan amanah yang mulia itu, kita harus terus berjalan memegang tugas ini dengan “Hal min mazid” dan terus berucap “Masih adakah, masih adakah?. Bayangkan jika seumpama ada orang penting yang menitipkan sebuah kotak berharga dan berkata “jika kamu tidak dapat menjaga kotak ini, kamu akan mati”. Dalam keadaan itu, pasti jelas kita akan berusaha keras untuk melindungi amanah itu. Padahal iman lebih sangat berharga dari segala apapun. Oleh karena itu patutlah manusia terus selalu melindungi imannya dengan fikiran yang penuh kehatihatian “aduh, semoga seytan tidak bisa masuk”, “aku harus mengisi kekosongan amarahku”.

Disamping berpegang teguh pada iman, selalu taat beribadah juga sangat penting untuk melindungi amanah iman ini. Dalam hal ini manusia perlu untuk terus memohon perlindungan Allah. Nabi Muhammad (alayhi akmalut tahaya) pun tidak pernah lupa untuk mengucapkan doa-doa ini.

اَللّٰهُمَّ يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ

 “Wahai Rabb yang membolak balikkan hati, teguhkanlah kami di atas agamaMu!”[3]

اَللّٰهُمَّ يَا مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبَنَا إِلَى طَاعَتِكَ

 “Wahai Rabb yang memegang seluruh hati, tunjukilah hati kami untuk taat beribadah!”[4]

Kepada Siapa Islam Diamanahkan?

Al-Quran yang menghiasi mahkota kepala kita juga merupakan sebuah amanah. Kita harus menjaga dan memilikinya dengan menghafalkan dan memahami makna dari isinya. Jika saja makna dan isi dari Al-Quran tidak dipahami, begitupun kemuliaannya pun tidak akan dapat dirasakan. Perlu diingat bahwa kita tidak akan dapat menjadi pemegang amanah Al-Quran hanya dengan membaca dan mendengarkan Al-Quran. Seharusnya kita dapat menjadi contoh pengamal Al-Quran yang terus hidup dalam masyarakat. Kita harus memegang amanah dengan terus bersemangat mempelajari Al-Quran untuk menyebarluaskannya ke seluruh dunia dan meniupkan ruh Al-Quran kepada ruh-ruh manusia lain. Tapi, jika kita tidak dapat melakukan itu semua, meskipun kita menggantung Al-Quran di atas kamar kita, kita tetap saja sedang menghianati Al-Quran. 

Seluruh landasan dan prinsip dalam kehidupan muslim juga merupakan amanah bagi umat Nabi Muhammad dari Allah Jalla Jalalahu dan Nabi Muhammad Shallallahu alayhi wassalam. Panutan manusia untuk menuju kebahagiaan dunia dan akhirat telah dipaparkan sangat jelas. Oleh karena itu, Rasulullah shallalahu alayhi wassalam telah mengamanahkan Islam pertama kepada para sahabatnya lalu kepada generasi yang datang selanjutnya. Kemudian penerus yang datang pada masanya seperti para mujadid, mujtahid, para wali, asfiya dan para imam telah memberikan jawaban bagaimana menghidupkan agama dalam kehidupan. Mereka juga telah memapaparkan kehidupan Islam yang selalu baru dengan pemahaman dan contoh nyata. Dengan begitu mereka telah memikul amanah yang nantinya akan diamanahkan kepada generasi penerusnya. Amanah yang dulu dipikul oleh para penghulu kita kini ada pada pundak kita lalu akan terus dilanjutkan kepada generasi selanjutnya. Oleh karena itu menyerahkan amanah yang telah rusak adalah kezaliman yang sangat besar. Ya, jika kita tidak memegang teguh amanah ini dan tidak berusaha untuk melindunginya di satu sisi kita telah mengkhianati amanahNya dan di sisi lain kita juga telah berbuat zalim kepada para penerus kita.

Pada masa kita segala contoh tidak sampai kepada kita sepenuhnya, oleh karena itu iman dan Al-Qur’an menjadi topik yang sangat penting. Pada masa lalu, banyak orang yang sangat bersemangat untuk mewujudkan idealisme tersebut meskipun dalam kondisi sulit. Mereka dapat memikul amanah tersebut sampai ke tangan kita tanpa kesalahan. Oleh karena itu tugas yang jatuh di tangan kita ini untuk terus menjaga iman harus kita jaga tanpa kesalahan, dan tanpa melambat terus menyebarkannya ke segala penjuru. Artinya sudah menjadi tanggung jawab kita untuk menghabiskan hidup kita sebagai pemegang amanah untuk membawa amanah ini ke segala tempat yang membutuhkan. Kita akan termasuk ke dalam orang yang berhianat jika kita memutus perjuangan ini atau bahkan berpaling karena ketidakberhasilan kita membawa amanah. Di akhirat nanti Allah akan menanyakan pertanggungjawaban kita. Saya ingin menjelaskannya dengan sebuah contoh : jika seseorang yang berada di jalan ini, dengan bekerja enam belas jam di suatu tempat masih mengatakan bahwa pekerjaannya tidak berjalan dan meminta bantuan, dapat kita pahami bahwa dia termasuk dalam golongan orang yang malas. Tapi seseorang yang masih merasakan adanya kekurangan meski telah bekerja selama enam belas jam dapat meminta seseorang yang lebih berpengalaman untuk membantunya. Ya, Jika kita khawatir akan termasuk kepada golongan orang-orang yang dicap sebagai pengkhianat dan mengkhianati amanah, kita harus tetap berada di jalan ini dan memohon perlindungan rahmat dan kuasa Allah dengan berdoa “Ya Allah, kirimkanlah orang-orang yang teguh kepadaMu sehingga kami dapat melimpahkan amanah ini tanpa merusaknya.”

Meremehkan Amanah Adalah Sebuah Kemunafikan

Rasulullah Alayhisshalatu wassalam dalam hadisnya menyebutkan :

أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا وَمَنْ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنْ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعَهَا إِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ وَإِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ

“Ada empat sifat yang dalam diri manusia yang dapat memasukkanya dalam golongan munafik. Bahkan jika dia tidak bisa melepaskan salah datu dari sifat itu dia masih memiliki sifat munafik. Orang yang berkhianat jika diberi amanah.. orang yang berkata bohong.. tidak menepati janji.. tidak mengenal batas dalam permusuhan.[5] Melalui hadis tersebut, sikap tidak memegang amanah termasuk dalam sikap munafik. Coba buatlah gambaran di kepala Anda sendiri mengenai uraian dan amanah yang diterangkan dalam hadis tersebut. Oleh karena itu, dapat dikatakan jika kita tidak berhati-hati dalam menjaga amanah ini dan tidak melaksanakan persiapan penting kita termasuk dalam golongan orang yang munafik. Hal ini berarti kehilangan salah satu sifat kenabian. Manusia pada masa anbiya menunjukan keutamaannya dengan memiliki sifat tersebut, jika mereka kehilangan sifat ini keutamaannya pun pudar. Disamping itu, saya ingin menambahkan beberapa hal khusus mengenai hukum yang menyinggung masalah ini, manusia yang bergerak sesuai dengan keinginannya, dengan segala tingkah lakunya tanpa sadar mengkhianati amanah ini dan harus bertanggungjawab atas perbuatannya. Mengingat semua hal itu, kita harus menghargai amanah yang diletakkan pada bahu kita ini dan dengan telapak tangan menengadah dengan penuh harap kita berdoa “Ya Rab! Lindungilaah kami dari sifat sifat munafik dalam memegang amanahMu dan teguhkanlah kami dalam menjaga amanahMu sampai hari peranggung jawaban”.

(Diterjemahkan dari artikel yang berjudul “Emanette Emin miyiz”  dari buku Kırık Testi 12: Yenileme Cehdi.)

Evaluasi

  1. Apakah itu amanah? Apa kewajiban kita terhadap sebuah amanah?
  2. Sebutkan macam-macam amanah dan cara menjaganya!
  3. Apakah amanah yang terbesar? Mengapa?
  4. Meskipun kita menggantung Al-Quran di atas kamar kita, kita tetap saja sedang menghianati Al-Quran. Apa maksud kalimat ini? Kenapa kita disebut berkhianat?
  5. Mengapa iman dan Al-Qur’an menjadi topik yang sangat penting? Jelaskan!


[1] Lihat: Bediüzzaman, Al-Kalimat hlm. 24 (Kalimat Keenam).

[2] Lihat: Majallah al-Ahkam al-Adliyyah, pasal ke-90

[3] Lihat: Tirmizî, qadar 7, da’awât 89, 124; İbnu Majah, doa 2.

[4] Lihat: Muslim, qadar 17; Abd İbnu Humaid, al-Masnad hlm.137.

[5] Lihat: Bukhari, Iman 24, Mazalim 17; Muslim, Iman 106.