Harapan

Harapan

Kita sedang berada dalam masa menjelang perubahan besar dan serius. Masyarakat tiada henti terus merintih, merasakan derita di atas derita karena berada pada masa-masa melahirkan kandungannya… Sementara itu sekumpulan orang yang dari tahun ke tahun dengan ribuan paradoks berangsur-angsur meninggalkan garis kehidupan yang telah ditakdirkan bagi dirinya, sedemikian khawatir akan masa depan dan putus asa. Jiwanya tidak lagi memiliki tenaga, fikirannya fakir, dan redup sudah cahaya ilham baginya…

Masyarakat yang dunia ruhaniyahnya lemah dan berantakan, masa depannya penuh dengan kekacauan, dan nyawanya telah sampai di ujung kerongkongan, kini menantikan bantuan tenaga untuk dapat berdiri tegak dan merindukan cahaya untuk dapat menerangi hatinya. Sehingga bagi mereka mendapati hawari yang diharapkan dapat memberikan kehidupan dan kebahagiaan, sang penolong yang berada di sampingnya dengan pesan iman dan harapan, merupakan perkara yang paling hayati dan penting baginya.

Jauh sebelumnya, harapan tumbuh dari keyakinan. Orang yang berkeyakinan adalah orang yang memiliki harapan, dan harapannya tersebut sebanding dengan kedalaman keyakinannya. Karenanya banyak hal sederhana yang dihasilkan dari keyakinan yang kokoh, dipandang sebagai hal yang luar biasa bagi yang lainnya. Sesungguhnya manakala harapan, keteguhan dan kebulatan tekad bersemayam ke dalam kalbu orang yang beriman, maka akan membuatnya menjadi pribadi di luar lumrahnya manusia. Sehingga bagi mereka yang tidak berada di dalam tingkatannya akan memandang hal ini sebagai hal yang luar biasa.

Terlebih jika manusia mampu memilih hal yang akan diyakininya dan mau mencurahkan segenap jiwa dan raga untuknya, maka dalam kehidupannya tidak akan mungkin terbersit rasa pesimis, putus asa dan lelah.

Pribadi hanyalah akan mencapai eksistensi melalui harapan; dengannya pula masyarakat akan bangkit dan berkembang. Dengan demikian pribadi yang hampa dari harapan tidak terhitung keberadaannya. Dalam skala yang lebih besar, masyarakat yang tidak memiliki harapan juga akan lumpuh.

Harapan, ibarat menemukan hakikat jiwa dirinya dan merasakan kekuatan ruhnya. Dengan penghayatan ini, manusia akan menghubungkan diri dengan Dzat yang qudrat-Nya tak terbatas sehingga dengannya ia akan mencapai daya dan kekuatan yang cukup untuk segalanya. Oleh karenanya secercah cahaya akan menjadi mentari, setetes air akan menjadi samudera, satu partikel akan menjadi satu kesatuan entitas, dan ruhnya akan menjadi nafas bagi seluruh mahluk di jagad raya.

Tatkala langit menjadi gelap baginya, tatkala tekad dan semangatnya patah dan tatkala jiwanya seakan telah mencapai ujung kerongkongan; Nabiyullah Adam AS mengoyak diri dengan asa, seraya berikrar: “Rabbana, zhalamna anfusana; Ya Rabb sungguh diriku telah menzalimi diri sendiri…”, sehingga kemudian beliau mampu bangkit kembali. Sementara itu syaitan termegap- megap di dalam aliran darahnya sendiri lantaran putus asa yang menghembus dari jantungnya dan akhirnya tenggelam….

Setiap ksatria kalbu telah melangkahkan kakinya dengan obor harapan. Dengannya ia menghadapi topan dan bergelut dengan badai, bergulat dengan ombak lautan. Di antara mereka berharap menjadi kuncup Gunung Judiy, menjadi Taman Iram, dan juga menjadi Madinah yang sebelumnya bernama Yatsrib. Di jalan ini, setiap pahlawan harapan menjadi hamba yang paling mulia di sisi Allah Ta’ala dan menjadi panji-panji bagi umat manusia.

Dengan harapan dan keteguhannya, seorang budak Barbari telah mampu mengubah nama pilar-pilar Herkules dan menjadi pahlawan legendaris bagi negara-negara seberang lautan. Dengan harapan itu pula Panglima Muda yang tangkas mampu membuat perhitungan dengan zamannya, sehingga memperoleh anugerah kemuliaan yang sangat jarang didapatkan oleh umat manusia di sepanjang sejarah kehidupan.

Terlebih lagi, pada saat segala sesuatu sirna, keletihan mendera bangsa, harga diri terhina, maka iman dan harapan yang menjadi legenda sesuai dengan kedalamaannya masing-masing – barang siapa yang memilikinya akan mampu menantang alam semesta. Meskipun ribuan kali tatanannya rusak tanpa guncang ia akan melanjutkan jalannya; meski dalam ketiadaan, ia tetap menunjukkan keberadaannya seraya memberi ruh kepada jiwa-jiwa lain yang hampir mati.

Dengan harapan, perjalanan panjang akan terlalui, hamparan lautan darah dan nanah akan terseberangi, dan hanya dengan harapan pula kebangkitan dan penataan kembali akan dapat dicapai. Orang-orang yang kalah di dunia harapan di dalam praktiknya mereka juga kalah di lapangan. Banyak orang yang mengawali perjalanan dengan sikap bangga dan kesatria, namun karena lemahnya iman dan harapan, mereka pun pada akhirnya terhenti di tengah jalan. Dengan hanya sedikit getaran gempa, dengan sedikit tiupan badai, dengan sedikit aliran banjir telah menghanyutkan semangat juang dan tekad mereka. Apalagi perihal orang-orang yang mengikuti mereka dengan harapan, kemudian bersama-sama jatuh ke dalam kubangan putus asa, sungguh itu lebih memprihatinkan….

Sesungguhnya setiap diri yang tidak menemukan hakikat yang sesungguhnya dan tidak dapat bersiteguh kepadanya, ia tidak akan mampu merubah nasibnya. Barang siapa yang mengikat diri dengan harta-benda, yang memberi hati kepada tahta, dan yang membahagiakan diri dengan segala sesuatu yang bersifat sementara, yang bersifat mudah hancur dan hilang, cepat atau lambat pasti mereka akan mengalami kehancuran.

Sementara ruh yang diikat dan diabdikan pada warna yang tidak akan mungkin pudar, pada cahaya yang tidak akan mungkin meredup, pada mentari yang tidak akan mungkin pernah tenggelam; maka malam-malamnya pun akan seterang pagi, dan siangnya akan seterang warna-warni taman surgawi. Pribadi yang seperti ini berada dalam cakrawala yang tidak mengenal kegelapan, mentari akan senantiasa bersinar seiring bergantinya musim yang akan menghadirkan pemandangan yang memukau silih berganti. Setiap ruh yang seperti ini serupa pohon besar, rindang, yang tinggi menjulang ke angkasa serta akar-akarnya kokoh menancap ke dalam dasar tanah; sehinngga baik lebatnya hujan salju, maupun guyuran hujan es, maupun hembusan angin dingin yang menusuk tulang sama sekali tidak akan pernah mempengaruhinya. Hati yang diikat dengan alam abadi dan penuh harapan seperti ini, baik di musim hujan maupun musim panas, di musim gugur maupun musim salju akan senantiasa memberikan buah- buahan yang segar, dan para jiwa seperti ini akan selalu mengindahkan harapan yang dinantikannya dari seorang berjiwa agung.

Sebagai sebuah bangsa, kita sedang sangat membutuhkan para penunjuk jalan yang hidup dengan tegar, tidak berkecil hati, giat, pantang menyerah, dan tidak putus asa sebagaimana kebutuhan kita akan nasi, air dan udara. Sementara terhadap mereka yang memulai perjalanan dengan kehendaknya sendiri seakan-akan penuh semangat, namun kemudian mereka menuruti hawa nafsunya, lalu berputus asa, bahkan menghujat Sang Pencipta, ketika hal yang didapatinya tidak sesuai dengan apa yang diinginkan, sungguh kita dan mereka terpisah dalam jarak yang bermil-mil jauhnya. Lebih dari itu suratan takdir kehidupan ini tidak akan berotasi berdasarkan falsafah busuk dan perhitungan yang salah dari orang-orang bodoh yang jiwanya telah keropos.

Dengan beribu harapan semoga benih-benih harapan dapat tersenyum kembali, terlebih di masa sekarang ini, di mana ribuan benih sedang menantikan hawa hangat yang akan membasuh tanah persemaiannya, dan semoga harapan dapat dimiliki kembali oleh para jiwa yang selama ini hampa dari harapan….

Tatkala langit menjadi gelap baginya, tatkala tekad dan semangatnya patah dan tatkala jiwanya seakan telah mencapai ujung kerongkongan; Nabiyullah Adam AS mengoyak diri dengan asa, seraya berikrar: “Rabbana, zhalamna anfusana;Ya Rabb sungguh diriku telahmenzalimi diri sendiri…”, sehingga kemudian beliau mampu bangkit kembali. Sementara itu syaitan termegap- megap di dalam aliran darahnya sendiri lantaran putus asa yang menghembus dari jantungnya dan akhirnya tenggelam….

Pin It
  • Dibuat oleh
Hak Cipta © 2024 Fethullah Gülen Situs Web. Seluruh isi materi yang ada dalam website ini sepenuhnya dilindungi undang-undang.
fgulen.com adalah website resmi Fethullah Gülen Hojaefendi.