Sekali Lagi Pembahasan Tentang Salat
Tanya: Terdapat sebagian orang yang mengatakan bahwasanya disebabkan oleh kesibukan, dia tidak memiliki waktu untuk menunaikan salat. Apa yang dapat Anda sampaikan terkait permasalahan ini? [1]
Jawab: Sebagaimana inti dari segala permasalahan adalah iman, maka pendekatan yang harus diambil dalam menangani permasalahan ini utamanya harus berasal dari kerangka iman itu sendiri. Demikianlah, prinsip-prinsip yang membentuk iman akan membentuk sudut pandang seseorang terhadap dunia. Berdasarkan hal tersebut, iman kepada Allah merupakan satu-satunya asas yang tiada duanya dalam menghadirkan dan menjamin ketenteraman kalbu. Kalbu yang tidak memiliki iman kepada Allah subhanahu wa ta'ala, tidak akan bisa menutup kekosongan itu dengan hal lainnya. Maka waspadalah! Allah subhanahu wa ta'ala mengingatkan kita akan hakikat ini dalam firman-Nya “Hanya dengan berzikirlah kalbu bisa menjadi tenang (QS Ar Ra’d 13: 28).
Iman kepada Para Nabi merupakan faktor penting yang dapat menyelamatkan kita dari kerugian menatap masa lalu sebagai kegelapan dan menghadapi masa depan dengan penuh kekhawatiran. Berkat iman kepada para Nabi, khususnya iman kepada Sultannya para Nabi yaitu Nabi Muhammad sallallahu alaihi wasallam, kita pun meyakini bahwa kita bisa melewati tempat-tempat paling berbahaya dengan cepat, baik di dunia maupun di akhirat, layaknya kilatan petir yang menyilaukan mata; kita juga meyakini bahwa kita dapat meraih nikmat-nikmat di luar jangkauan panca indera kita melalui syafaatnya.
Iman kepada para malaikat memberikan keyakinan kepada diri kita bahwasanya dalam kondisi sendiri pun mereka senantiasa membersamai dan mengawasi kita. Dengan keyakinan seperti ini, maka perilaku kita akan senantiasa berada di bawah kendali dan kita pun akan menjalani kehidupan dengan penuh kesadaran.
Iman kepada takdir berarti meyakini sepenuh hati bahwasanya musibah dan kebahagiaan semuanya berasal dari Allah subhanahu wa ta'ala serta tidak memberi kesempatan untuk kita berpikir bahwa semua itu berasal dari hal-hal selain Allah subhanahu wa ta'ala.
Iman kepada akhirat selain menjadi unsur terbesar yang menjaga sikap dan perilaku kita supaya senantiasa selalu terkendali, ia juga memberikan manfaat-manfaat duniawi yang tak terhitung banyaknya. Selain itu, cita-cita teragung setiap mukmin yaitu untuk bertatap muka dengan Rasulullah hanya dapat terwujud di akhirat. Para Nabi, para salaf saleh, para auliya kiram, dan para asfiya fiham, semuanya berkumpul di akhirat. Oleh karena itu, iman kepada akhirat merupakan keuntungan tersendiri bagi para mukmin yang memendam kerinduan mendalam untuk bertemu sosok-sosok agung seperti mereka
Sekarang, mengimani semua asas-asas ini akan membantu setiap individu, khususnya dalam pelurusan akidah; kemudian ia akan berpijak di tempat di mana seharusnya berpijak; dan dengannya ia akan menemukan ketentraman sejati. Kemudian, unsur-unsur yang dapat merusak ketenteraman ini akan ditolak secara iradiyah (sengaja) dan ibadah-ibadah yang memelihara kelanjutan ketenteraman ini pun dikerjakan. Oleh karena itu, apabila ingin mencari solusi pencegahan dari permasalahan yang dibahas dalam pertanyaan, maka hendaknya ia dicari pada sumber masalah: asas-asas iman yang secara singkat dibahas tadi hendaknya terlebih dahulu dievaluasi sebelum masuk ke dalam pembahasan ibadah. Mereka yang memiliki iman kamil tidak akan pernah mengalami masalah-masalah seperti itu.
Ketika mencari jawaban atas pertanyaan tersebut, saya rasa beberapa bahasan ringkas seputar salat juga dapat dilakukan. Salat adalah ibadah yang mengingatkan kita akan asas-asas iman yang sebelumnya kita bahas secara ringkas tadi. Di dalam salat senantiasa terdapat potensi pengingat dan dzauq (kelezatan maknawi) yang amat dalam. Salat mengingatkan manusia betapa tak berdaya dan papanya ia di hadapan Sang Maha Pencipta. Masalah-masalah besar yang timbul dan dirasa mustahil ditangani ataupun sulit ditemukan jalan keluarnya menunjukkan bahwa asas dan sumber dari kekuatan yang mampu menangani segala sesuatu adalah iman kepada Sang Pemilik Takdir yang Mutlak, yaitu Allah subhanahu wa ta'ala. Jawaban terakhir, kita dapat membuka pembahasan ini lebih lebar lagi lewat perenungan terhadap beberapa ayat dalam surat al Fatihah.
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin. Pujian hanyalah bagi Allah subhanahu wa ta'ala, yang mengatur, menumbuhkan, dan mematangkan segala sesuatu, mulai dari zarah hingga ke sistem. Setelah beriman kepada Sang Maha Pencipta yang telah menyelamatkan kita dari keterbenaman dan menggenggam tangan kita saat berhadapan dengan seribu satu peristiwa, bagaimana mungkin kita bisa berputus asa?
Ar Rahmanir rahim. Dia Maha Pengasih, baik kepada orang kafir maupun kepada orang mukmin, di dunia dan di akhirat. Rahmat-Nya melebihi kemarahan dan kemurkaan-Nya. Jika demikian, bagaimana mungkin aku bisa berputus asa?
Maaliki yaumiddin. Dia adalah Sang Pemilik dari hari pembalasan. Amal paling kecil dari seorang hamba yang dikerjakan selama di dunia pun akan ditampilkan di hadapan-Nya dan dimintai pertanggungjawaban. Akan tetapi, Allah subhanahu wa ta'ala yang rahmat-Nya melebihi murka-Nya akan kembali mengulurkan tangan-Nya untuk menolongku.
Iyyaka na’budu wa iyyaka nastain: Penghambaanku hanya kupersembahkan kepada-Mu, dan hanya kepada-Mu kumohon pertolongan. Kami datang ke pintu gerbang-Mu dengan penyerahan dan kesadaran total atas Rububiyah dan Uluhiyah-Mu. Dengan demikian, kami mengakui dan mendeklarasikan bahwasanya kami adalah hamba-Mu. Akan tetapi, betapa mulianya penghambaan ini. Sultan kami adalah Sultannya para sultan, itulah Engkau Ya Allah. Di samping itu, kita adalah hamba-Mu yang mulia dan terhormat, di mana kami tidak bersujud di hadapan makhluk lainnya, dan hanya kepada-Mu saja kami memohon. Dalam ungkapan yang digunakan oleh Yunus Emre:
Yang disebut-sebut sebagai surga
Berisi beberapa istana dan bidadari
Berikanlah ia kepada mereka yang menginginkannya
Aku hanya menginginkan Kamu cuma Kamu…
Demikianlah,
Kini, tampilan akidah tauhid di segala sisi dan pengakuan penghambaan yang penuh kesadaran serta permohonan bantuan semata-mata kepada-Nya sebenarnya merupakan rasa syukur yang sudah selayaknya disampaikan atas beragam anugerah dan kebaikan Ilahi, serta merupakan pengiktirafan bahwasanya ibadah belum ditunaikan dengan sempurna. Pernyataan yang menggambarkan hubungan antara makhluk ciptaan dengan Sang Pencipta adalah ungkapan perasaan tak berdaya dan papa. Jika demikian, orang yang memiliki pemikiran dan pandangan seperti itu, bagaimana mungkin akan putus asa?
Kalimat-kalimat berikutnya dalam surah Al Fatihah juga dapat dipahami dalam bentuk yang serupa. Oleh karena saya anggap makna yang akan dijelaskan dapat dipahami sebagaimana mestinya, maka saya menjelaskannya singkat saja. Ya, seorang manusia yang berhasil menunaikan salat dengan pemahaman dan pemikiran demikian tidaklah mungkin akan mengabaikan salat disebabkan oleh alasan-alasan pekerjaan duniawi. Jika demikian, setelah iman, maka kita memiliki kewajiban juga untuk menjelaskan hakikat salat, atau jika memungkinkan kita pun dapat membuat informasinya sampai kepada setiap manusia.
Seorang manusia dengan ibadah salatnya akan menyempurnakan dirinya sebagaimana bunga matahari yang pertumbuhannya menjadi sempurna dengan mekar ke arah matahari bersinar. Dengan bertawajuh kepada Tuhannya sebanyak lima kali dalam sehari, seseorang akan membangkitkan kembali kesadarannya yang layu dan lesu. Kesadarannya akan bangkit dan ia pun senantiasa memperbarui janji setia kepada Rabbnya. Dari sisi ini, maka salat adalah anugerah terbesar dari Allah subhanahu wa ta'ala kepada kita. Ketiadaannya seperti ketiadaan mentari. Sebagaimana ketiadaan mentari akan menyebabkan ketiadaan bunga matahari dari segi hukum sebab akibat; maka ketiadaan ibadah yang demikian di satu makna berarti juga ketiadaan manusia. Jika demikian, maka sebenarnya kitalah yang membutuhkan ibadah.
Seorang manusia yang menunaikan salat dan mengisi ulang energinya di hadapan Sang Maha Pencipta akan terhindar dari hal-hal haram dan makruh ketika menekuni bidang perdagangan. Khususnya salat yang ditunaikan di tengah hari seperti salat zuhur dan asar, ia dapat mengobarkan semangat muraqabah dan muhasabah dari seorang manusia. Salat di waktu tersebut akan membangkitkan mekanisme tubuh dan menyelamatkan manusia dari berbuat kesalahan. Sedangkan salat maghrib, isya, tahajud, dan subuh merupakan pusat tajali rahasia yang ingin dijelaskan dalam bait berikut ini:
Di tempat di mana dialami kebuntuan
Seketika terbukalah tirai
Menjadi solusi bagi setiap masalah
…
Dan salat merupakan faktor yang mendorong seorang muslim untuk menata hidupnya dalam sistem yang teratur. Seorang manusia yang menemui Tuhannya sebanyak lima kali dalam sehari mau tidak mau akan menata kehidupannya menjadi lebih teratur. Dia mulai bekerja sesudah menunaikan salat subuh. Setelah lelah bekerja selama 6-7 jam, maka ia kembali mengobarkan semangatnya melalui salat zuhur. Ia kembali bekerja hingga tiba waktu asar. Melalui salat asar sekali lagi ia menyegarkan pikirannya dan tubuh pun menikmati masa istirahatnya. Apabila ia tidak membagi waktunya dengan cara demikian, maka pekerjaan yang ditekuninya tidak akan bisa meraih hasil yang diinginkan, bahkan performanya akan menurun. Mereka yang tidak mampu memahami prinsip-prinsip yang terdapat di dalam salat, akan terjebak ke dalam pusaran kekacauan, dan ia pun akan terseret dari krisis yang satu ke krisis yang berikutnya.
Kesimpulannya, mereka yang tidak menemukan waktu untuk menunaikan salat sebenarnya adalah mereka yang matanya tertutup dari hakikat-hakikat Ilahi. Berdasarkan pada hal tersebut, kelemahan iman, tidak meyakini prinsip-prinsip iman sebagaimana mestinya, dan ketidakmampuan memahami hakikat salat sebagaimana telah dibahas dalam satu dua tempat di atas, sayangnya dapat mendorong masyarakat kita ke pemikiran yang seperti itu. Cara untuk menyelamatkan diri dari bahaya itu adalah dengan beriman dan menampilkannya dalam kehidupan kita sebagaimana telah dijelaskan sebagiannya pada pembahasan di atas.
[1] Artikel ini diterjemahkan dari: https://fgulen.com/tr/eserleri/prizma/bir-kere-daha-namaz
- Dibuat oleh