Surah al-Kahfi [18]: 13-14

نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ نَبَأَهُم بِالْحَقِّ إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ آمَنُوا بِرَبِّهِمْ وَزِدْنَاهُمْ هُدًى. وَرَبَطْنَا عَلَى قُلُوبِهِمْ إِذْ قَامُوا فَقَالُوا رَبُّنَا رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لَن نَّدْعُوَ مِن دُونِهِ إِلَهًا لَقَدْ قُلْنَا إِذًا شَطَطًا
Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk. Dan Kami meneguhkan kalbu mereka diwaktu mereka berdiri, lalu mereka pun berkata, “Tuhan kami adalah Tuhan seluruh langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran.” (QS Al-Kahfi [18]: 13-14)

Para pemuda yang termasuk dalam kelompok Ashabul Kahfi adalah orang-orang yang berjuang untuk mempertahankan keimanan mereka. Ada yang mengatakan bahwa mereka adalah pengikut Nabi Isa as yang mengikuti petunjuk kitab Injil, tetapi adapula yang mengatakan pengikut nabi lain. Tetapi menurut kami, seperti yang diterangkan dalam Al-Qur’an dapat kita katakan bahwa Ashabul Kahfi adalah termasuk sekelompok pemuda yang sengaja diadakan untuk menampilkan adanya kebangkitan dan kehidupan kembali pada hari kiamat. Karena semua gerak-gerik kebangkitan dan kehidupan kembali terjadi dalam waktu yang sempit dan di tempat yang sempit, maksudnya di dalam tanah dan kejadian tersebut akan berulang kembali pada waktu yang akan datang.

Jika kita menghitung jumlah mereka, maka Al-Qur’an menolak bahwa jumlah mereka hanya tiga orang. Demikian pula, Al-Qur’an tidak menyebutkan secara pasti jumlah mereka apakah lima orang ataukah tujuh orang dan dengan anjingnya menjadi delapan. Yang perlu kita perhatikan dalam ayat di atas adalah penyebutan jumlah Ashabul Kahfi tujuh orang, kemudian disebutkan bahwa ‚Athaf‛ yang mempunyai arti delapan dengan anjing mereka. Sebagai isyarat bahwa manusia dan anjing tidak bisa dikumpulkan menjadi satu. Andaikata anjing milik Ashabul Kahfi dapat dimasukkan ke dalam surga, seperti yang disebutkan dalam sebuah riwayat, tetapi manusia akan dimasukkan ke dalam surganya sendiri dan anjingnya akan dimasukkan ke dalam surganya sendiri.

Mari kita kembali mendalami kandungan firman Allah berikut, Artinya, “Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk.” (QS Al-Kahfi, 13)

Firman Allah di atas mengisyaratkan bahwa para pemuda Ashabul Kahfi adalah termasuk para pemuda pemberani untuk mempertahankan keimanan mereka, pemikiran mereka dan kepribadian mereka. Mereka adalah orang-orang yang teguh imannya, sehingga mereka berani melanggar aturan pemerintah yang melarang mereka meyakini agama tauhid. Meskipun jumlah mereka sedikit, tetapi keimanan mereka tetap teguh kepada Allah, sehingga Allah menambah petunjuk kepada mereka atas petunjuk yang sudah ada di kalbu mereka masing-masing dan mereka dijadikan sebagai pemuda-pemuda yang teguh keimanannya, seperti yang disebutkan dalam firman Allah berikut, Artinya, Dan Kami meneguhkan kalbu mereka diwaktu mereka berdiri, lalu mereka pun berkata, “Tuhan kami adalah Tuhan seluruh langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran.” (QS Al-Kahfi, 14)

Mereka diberi keteguhan iman oleh Allah, sehingga mereka dapat mengingat Allah dalam setiap saatnya dengan memperbanyak zikir demi untuk mencari ridha Allah. Dalam salah satu hadits Nabi Saw. dikatakan bahwa merasa rendah kalbu di waktu yang sangat sulit serta mendatangi berbagai masjid yang jauh untuk memperbanyak langkahnya dan menunggu shalat yang satu setelah melakukan shalat yang lain di dalam masjid, maka siapapun yang melakukan hal itu, oleh Nabi Saw. mereka disebut “Fadzalikumur Ribaathi” sebanyak tiga kali.[1]

Jadi, firman Allah di atas dapat kita katakan bahwa pemuda Ashabul Kahfi diberi keteguhan iman oleh Allah untuk membela kebenaran dan menumpas kebatilan. Kalbu mereka diberi ketenangan dengan keimanan kepada Allah.

Kiranya seperti para pemuda Ashabul Kahfi itulah yang pantas diberi keimanan yang teguh, seperti ketika berdiri untuk menegakkan kebenaran yang berlawanan dengan kalbu yang mati dan otak yang telah menyimpang. Mereka menantang adat istiadat yang tidak cocok dengan nilai agama mereka dan mereka menilainya sebagai perbuatan yang sia-sia.

Pembangkangan Ashabul Kahfi terhadap adat istiadat yang ada di tengah kalangannya bukan sekedar pembangkangan biasa, tetapi mempunyai keyakinan bahwa mereka mempunyai Tuhan Yang Maha Esa yang menciptakan langit dan bumi. Maksudnya, pembangkangan mereka bukan hanya merusak tatanan hidup yang sudah ada, tetapi mereka sengaja membangun keyakinan yang benar yang dapat mengikat hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Karena itu, mereka berkata, seperti yang disebutkan dalam firman Allah berikut, Artinya, “Kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran.” (QS Al-Kahfi, 14)

Sebagai kesimpulannya adalah sebagai berikut,

1- Perpisahan mereka dengan masyarakatnya yang ada pada waktu itu dan sembunyinya mereka di dalam gua bukanlah perbuatan melarikan diri. Apa yang dilakukan oleh mereka bukanlah yang seperti dilakukan oleh orang-orang penakut, tetapi mereka sengaja berhijrah dari tempat tinggal mereka seperti hijrahnya Umar Ibnu Khottob ketika ia menuju ke Ka’bah sebelum ia berhijrah ke Madinah dan ia berkata pada waktu itu kepada penduduk Mekkah, ‚Siapapun yang ingin menjadikan istrinya sebagai seorang janda dan ingin menjadikan anak-anaknya sebagai anak-anak yatim, maka hadapilah aku sekarang juga.”[2] Memang dalam istilahnya orang-orang seperti itu disebut orang yang melarikan diri, tetapi oleh Al- Qur’an mereka disebut melarikan diri dari kebatilan menuju kepada agama Allah, seperti yang disebutkan dalam firman Allah berikut, Artinya, “Maka segeralah kembali kepada (mentaati) Allah. Sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allah untukmu.” (QS Adz- Dzaariyaat, 50)

Maksudnya, mereka melarikan diri mereka menuju ke jalan Allah.

2- Sesungguhnya pembangkangan seperti itu yang disertai dengan melarikan diri merupakan pemikiran baru dan keyakinan baru terhadap masyarakat mereka, sehingga mereka berani menerangkan keberanian mereka yang dapat mengguncang akal kebanyakan orang di kalangan masyarakat mereka dan menimbulkan rasa simpatik di kalbu sebagian orang. Tentang keberanian mereka untuk menerangkan kebenaran, banyak dibicarakan orang, seolah-olah mereka menanam biji keimanan yang kelak akan tumbuh keimanannya di kalbu orang-orang yang kagum kepada mereka.

3- Diriwayatkan bahwa para pemuda Ashabul Kahfi termasuk keluarga istana. Tentunya, orang-orang seperti mereka tidak akan ingin meninggalkan kehidupan istana yang serba mewah dan kecukupan demi untuk membangkang peraturan kerajaan. Pembangkangan semacam itu tidak dikenal orang banyak di setiap kalangan masyarakat, tetapi pembangkangan yang dilakukan oleh para pemuda Ashabul Kahfi dapat menarik perhatian orang lain. Apa yang dilakukan Ashabul Kahfi lama-lama menimbulkan perasaan salut di kalbu setiap orang yang mendengar berita mereka, karena mereka berani mengorbankan kesenangan hidupnya di dalam istana dan menerima akidah tauhid yang bertentangan dengan akidah kerajaan pada masa itu.

4- Perlu diketahui bahwa para pemuda Ashabul Kahfi sengaja bersembunyi di dalam gua dan berdiam di sana sampai sang raja yang berkuasa di waktu itu mati, sehingga kezhaliman yang dilakukan olehnya lenyap, agar masyarakatnya kembali kepada keyakinan yang baru, yaitu agama yang benar selama mereka masih berada di dalam gua selama tiga ratus sembilan tahun, seperti yang disebutkan dalam firman Allah berikut, Artinya, “Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun (lagi).” (QS Al-Kahfi, 25)

Selama keberadaan mereka di dalam gua itu, mereka dinilai sebagai ibadah dan mereka diberi pahala yang sesuai dengan niat mereka yang baik dan keteguhan kalbu mereka. Karena itu, mereka dinilai sebagai orang-orang yang sukses dalam mempertahankan agama tauhidnya, karena seorang yang sudah letih, kemudian ia niat bangun malam untuk melakukan shalat fardhu Isya’, maka nilainya bertambah besar. Apalagi setelah ia meninggalkan tidurnya yang dapat menghilangkan keletihan badan, sehingga tidurnya dinilai sebagai ibadah.

Karena itu, kita harus memperhatikan gerakan para pemuda itu tergantung kepada niat baiknya, yaitu mereka ingin menyebarkan dakwah mereka setelah memecahkan tajamnya kekafiran pada waktu itu. Andaikata kamu telah terbiasa hidup mewah di dalam istana, tidur di atas pembaringan yang empuk, kemudian kamu sengaja meninggalkan kehidupan yang mewah itu dan kamu menuju suatu tempat yang sunyi hanya disertai dengan seekor anjing dan kamu biasa dimuliakan orang-orang sekelilingmu, kemudian kamu meninggalkan semua kesenangan itu demi untuk mempertahankan keyakinanmu yang benar, bukankah kamu pantas mendapat pahala yang besar. Karena itulah, Allah memberi mereka pahala yang besar, karena mereka mempunyai niat yang baik.

5- Perlu diketahui bahwa gua adalah tempat untuk menyempurnakan muatan nabi dan untuk memeriksa keadaan diri mereka sendiri. Mengapa demikian? Karena berjuang melawan orang-orang kafir, terutama pada waktu perjuangan orang-orang kafir lebih kuat dari orang-orang yang beriman, kemudian perjuangan orang-orang yang beriman mendapat kemenangan.

Mari kita perhatikan kehidupan Rasulullah Saw.. Bukankah beliau Saw. pernah berdiam diri di gua Hiro’ selama setahun beberapa bulan untuk mempersiapkan diri beliau Saw. menerima wahyu? Bahkan, kami temukan pula sebagian orang yang mengikuti perjalanan beliau Saw., maka mereka sengaja berdiam diri di dalam gua, seperti yang dilakukan oleh Imam Ghazali, Imam Sarhindi, Maulana Khalid dan Ustadz Badiuz Zaman An-Nursi, mereka pada waktu itu sengaja menjauhi kehidupan duniawi untuk menyusun kekuatan dan keteguhan kalbu dalam melawan kesenangan hidup. Kebiasaan hidup seperti itu pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw. selama enam bulan dan enam tahun atau sepuluh tahun yang pernah dilakukan oleh sebagian wali-wali Allah, bahkan di antara mereka ada yang sengaja berdiam di dalam gua selama enam puluh tahun demi untuk mempertahankan akidah mereka dan meraih ridha Allah.

Sebenarnya, menyembunyikan diri di dalam gua merupakan kebiasaan orang-orang saleh yang ingin membawa dakwah yang baru yang menyebabkan manusia ke jalan yang lurus.

Setelah kita terangkan masalah ini di atas, maka tidaklah pantas kita membahasnya dari segi Al-Qur’an atau As-Sunnah ketika sebagian orang menghadapi kezhaliman para penguasa yang pernah menzhalimi Ashabul Kahfi, karena Al-Qur’an tidak menjelaskan nama pelakunya dan nama-nama Ashabul Kahfi, karena yang sedemikian itu termasuk perbuatan yang sia-sia.

Wahai Tuhan kami, berilah kami rahmat dari sisi-Mu dan jadikanlah segala urusan kami menjadi urusan yang terpimpin ke jalan yang lurus. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah bagi junjungan kami, Muhammad Saw. dan segenap keluarga dan umatnya.

[1] Diriwayatkan oleh Imam Muslim, Thaharah 41; An-Nasai, Thaharah 106; Tirmidzi, Thaharah 39; Imam Malik, As-Safar 55.
[2] Insanul Uyun Al Halabi, 2/183-184.