Surah Yûnus [10]: 90

حَتَّى إِذَا أَدْرَكَهُ الْغَرَقُ قَالَ آمَنتُ أَنَّهُ لا إِلِهَ إِلاَّ الَّذِي آمَنَتْ بِهِ بَنُو إِسْرَائِيلَ وَأَنَاْ مِنَ الْمُسْلِمِينَ
Hingga bila Fir'aun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia, “Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).” (QS Yûnus, 90)

Ada sejumlah hadits Nabi Saw. yang mengatakan bahwa setiap orang akan mengetahui hakikat yang akan terjadi pada dirinya sebelum ia mati, maksudnya seorang berpendapat bahwa ia tidak akan sekali-kali pindah ke kampung akhirat sebagai orang yang tidak beriman. Tetapi, perlu diketahui bahwa adakalanya iman seorang pada waktu tertentu tidak berguna baginya.

Demikian pula, iman Fir’aun termasuk iman yang semacam ini setelah bergantinya tahun demi tahun, tetapi keinginannya itu telah lewat waktunya, sehingga ia mati dalam keadaan kafir. Meskipun, ia berkata, “Sesungguhnya kini aku beriman kepada Tuhan yang diimani oleh Bani Israil.” Tetapi, ucapannya ketika itu tidak dinilai apapun oleh Allah, karena ia sedang menghadapi saat kematiannya, bahkan dijawab oleh Allah, “Apakah baru sekarang engkau mau beriman, padahal pada waktu sebelumnya engkau selalu membangkang?”

Dari keterangan firman Allah di atas, dapat kita simpulkan bahwa ketika Fir’aun bersama bala tentaranya mengejar Nabi Musa as dan kaumnya, pada waktu itu ia masih belum bersedia menjadi orang yang beriman. Andaikata ia mengucapkan keimanannya itu sebelum ia hampir tenggelam di laut, pasti keimanannya akan diterima oleh Allah dan ia diakui sebagai seorang mukmin.

Allah tidak pernah menolak keimanan dan taubat seorang pun, karena Dia Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, tetapi jika keimanannya atau taubatnya diutarakan ketika ia sedang menghadapi saat kematiannya, maka waktunya telah lewat. Kiranya itulah yang dapat disimpulkan dari firman Allah di atas.

Apakah Fir’aun telah mengucapkan keimanannya ketika ia sedang tenggelam ataukah keinginannya untuk beriman sudah ada di dalam kalbunya ? seperti yang diyakini Ahli Sunnah wal Jama’ah, bahwa siapapun yang kalbunya tergerak ingin beriman atau ingin bertaubat, maka gerakan kalbu itu sudah termasuk pengakuan dalam ucapan. Tetapi, menurut firman Allah yang lain dinyatakan bahwa Fir’aun tidak bermanfaat keimanannya pada waktu itu, karena waktunya telah lewat, seperti yang disebutkan dalam firman Allah berikut, Artinya, “Maka iman mereka tiada berguna bagi mereka tatkala mereka telah melihat siksa Kami. Itulah sunnah Allah yang telah berlaku terhadap hamba-hamba-Nya. Dan di waktu itu binasalah orang-orang kafir.” (QS Al-Mu’min, 85)

Karena ia mengucapkan demikian untuk menyelamatkan dirinya yang telah terjepit oleh kematian. Karena itu, Allah menyelamatkan badan Fir’aun dari tenggelam agar dapat dijadikan pelajaran yang baik bagi orang-orang lain. Perlu diketahui juga bahwa pada waktu itu Fir’aun yang dalam keadaan yang paling terjepit tidak berharap kepada Allah yang sifatnya Maha Mulia, seperti yang diterangkan oleh Nabi Musa as dan Harun as, tetapi ia hanya menyebutkan, “Kini aku beriman kepada Tuhan yang diyakini oleh Bani Israil.” Sampai pada saat seperti itu pun Fir’aun belum mengerti benar-benar arti keimanan kepada Allah.

Jika kita lihat sejarah kehidupan Fir’aun, maka dapat kita simpulkan bahwa Fir’aun hanya percaya kepada segala yang bersifat materi. Untuk beriman kepada yang ghaib bagi orang-orang seperti Fir’aun secepat itu tidaklah mudah, karena salah satu syarat keimanan yang benar, maka hendaknya ia beriman kepada kenabian Musa as dan beriman pula kepada Allah sebagai Tuhan Yang Maha Esa dan tidak bersekutu dengan siapapun, tetapi keimanan Fir’aun pada waktu itu adalah keimanan secara terpaksa dan ia termasuk seorang kafir yang mengaku beriman.