Third Book of Fethullah Gülen translated to Bahasa Indonesia

Third Book of Fethullah Gülen translated to Bahasa Indonesia

Islam Rahmatan Lil‘alamin

Membuka halaman demi halaman buku Islam Rahmatan Lil‘alamin karya Muhammad Fethullah Gulen ini, seperti membasuh wajah dan kepala kita dengan air jernih setelah seharian lelah menempuh perjalanan panjang.

Buku setebal 430 halaman ini berisi 57 pertanyaan cerdas dan kritis yang bertemu dengan 57 jawaban cerdas, jernih, filosofis, namun aktual. Dikemas dalam bahasa yang ringan dan populer, buku initerasa sangat pas, mencerdaskan, menginspirasi, dan menambah amunisi keimanan kita kepada Allah SWT.

Bahasan buku ini dimulai dengan pertanyaan pertama, apakah substansi dan esensi Allah? Lalu, menyusul pertanyaan mengapa ateisme menyebar sedemikian rupa? Seluruh Nabi muncul di Semen anjung Arab, bagaimana orang-orang di negeri lain dimintai pertanggung jawabandalam hal akidah dan amal?

Atau pertanyaan seputar Alquran. Ayat Alquran menyatakan, siapa saja yang Allah beri petunjuk, tidak ada yang bisa menyesatkannya, dan siapa saja yang Dia sesatkan, tidak ada yang bisa memberi petunjuk.

Ayat lain menyatakan, siapa yang mau silakan beriman dan siapa yang mau silakan ia kafir. Artinya, manusia diberi kehendak untuk memilih. Bagai mana kita memadukan kedua nash tersebut?

Atau pertanyaan kritis, seperti Allah berfirman, Allah memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Bukankah Allah berpihak kepada sebagian hamba-Nya? Dapatkah Anda menjelaskan ayat tidak ada paksaan dalam agama? Dan pertanyaan, apakah yang pertama kali harus disampaikan kepada orang kafir dan ingkar?

Di seputar permasalahan lintas agama, ada pertanyaan aktual yang selalu muncul di benak umat Islam saat ini, apakah hikmah dari tidak jatuhnya kekuasaan komunis di Cina sepanjang sejarah? Adakah harapan terkait kondisi kaum Muslim di Cina dan Rusia?

Atau pertanyaan Islam menyebar dengan cepat, dan Yahudi serta Nasrani tidak dapat mengalahkannya selama 1.300 tahun. Lalu, apa sebab kekalahan Islam saat ini? Tentang Mazhab, apakah dalam Islam terdapat perbedaan mazhab dan aliran? Apakah perbedaan semacam itu terjadi di antara para sahabat? Dan, berpuluh-puluh pertanyaan lainnya akan kita dapatkan.

Buku ini diakhiri dengan pertanyaan sederhana, mengapa wahyu pertama dimulai dengan iqra’ (bacalah!)?

Semua pertanyaan tersebut dijawab dengan mendalam, filosofis, sistematis, bahkan dilengkapi dengan pemahaman ilmu fisika dan antropologi. Seperti bagaimana ritual pemujaan suku-suku pedalaman di berbagai belahan dunia, seperti di Kepulauan Karanias, Malaya, Amerika, dan lain-lain.

Penulis juga mengajak kita menyaksikan berbagai simbol agama Masehi, paganisme Yunani dan Romawi, agama Buddha dan Brahma yang dari segi bentuknya tidak jauh berbeda satu sama lain. Jadi, sebagian besar agama yang memiliki tampilan batil dan masih ada hingga saat ini, pada masa lalu bersandar kepada prinsip-prinsip yang kokoh, baik, danbersih.

Namun, akibat kebodohan para pengikutnya serta kebencian dan permusuhan, seluruh prinsipnya berubah menjadi sekumpulan khurafat dan ilusi. Dengan keluasan ilmu, kejernihan hati, dan didasari pada nilai-nilai Islam yang cerdas dan penuh kedamaian, Fethulah Gullen menerangkan kepada kita secara perinci semua pertanyaan yang diajukan oleh berbagai pihak di buku ini.

Misalnya, ketika ditanyakan mengapa segala sesuatu bergantung pada kematian? Kelangsungan hidup hewan, misalnya, bergantung pada matinya tumbuhan dan kelangsungan hidup manusia bergantung pada matinya hewan. Penu lis menjelaskan, “Coba renungkan sejenak dan bayangkan jika tidak ada satupun makhluk yang mati.”

Dalam kondisi demikian, manusia sendiri bahkan yang hidup dari masa masa awal dan seekor lalat pun tidak bisa mencari tempat untuk hidup. Semut dan tumbuhan menjalar pun sudah cukup menguasai seluruh dunia dalam satu masa saja jika keduanya tidak mengalami kematian.

Tidak satu jengkal pun dari dunia ini yang tersisa. Dan, pasti ketinggian semut dan tumbuhan menjalar itu mencapai ratusan meter di atas permukaan bumi. Karena itu, ketika engkau membayangkan pemandangan yang menakutkan ini, engkau bisa memahami betapa kematian merupakan rahmat.

Islam adalah rahmatan lil alamin. Keindahan, kedamaian, dan silaturahim adalah roh bagi semua manusia Islam yang berjalan di muka bumi. Apa punstatus sosial kita. Apa pun tugas dan amanah yang menjadi tanggung jawab kita.

Jiwa-jiwa yang demikian pasti sudah tidak lagi menuntut dan meminta dari makhluk, karena sebagai khalifah Allah di muka bumi, ia yakin bahwa Allah telah menjamin rezeki kehidupannya di dunia sebagai sarana perjalanannya nanti di akhirat. Apalagi, mereka yang bergerak dalam aktivitas dakwah, pernyataan Allah dalam Alquran, “Upahku hanyadari Allah.” (QS Yunus [10]:72) tentu menjadi pedoman dakwahnya, sebagaimana janji dan sumpah setiap nabi dan rasul kepada Allah.

Dan begitulah, penulis mengingatkan dirinya sendiri dan para pembaca bahwa sebagai prajurit dakwah tidak boleh menuntut upah. Tidak boleh mengulurkan tangan meminta-minta kepada oranga tau mengharapkan sesuatu dari mereka.

Dakwah Islam adalah luhur dan menyejukkan. Tidak ada tempat kekerasan, provokasi, dan saling menghujat karena itulah mengapa Islam adalah rahmatanlil’alamin. Ini adalah salah satu sifat penting bagi mereka yang ingin menyiapkan hari esok. Kita semoga termasuk di dalamnya.

Buku ISLAM Rahmatan Lil‘alamin ini adalah buku ketiga karya Fethulah Gullen versi bahasa Indonesia yang terbit setelah buku Qadar dan buku Dakwah.