Apakah Pencerahan Gülen itu Gerakan Politik?
Berbagai gerakan dalam masyarakat kompleks—berbagai jenis gerakan, pemuda, perempuan, perkotaan, pembela lingkungan, kelompok perdamaian, kesukuan, budaya—telah ditafsirkan melalui dua cara mendasar: (1) dalam kaitan dengan krisis ekonomi; atau (2) sebagai akibat defisiensi dari legitimasi politik, yaitu keluar dari institusi dan akses terhadap pengambilan keputusan. Berbagai gerakan sudah dikaji dan dipahami sejauh ini karena adanya mobilisasi penentangan terhadap otoritarianisme perjuangan persamaan hak, upaya masuk ke dalam sistem dan pengakuan politik atau bangkitnya kepentingan suku atau agama dalam ekspresi identitas atau perilaku yang dianggap aneh oleh tatanan sosial yang berlaku.
Mereka yang akan membenarkan tatanan sosial kemudian menafsirkan gerakan ini secara ideologi-ideologi—yaitu, sebagai sebuah upaya (nyata atau potensial) untuk menyubversi atau melemahkan tatanan yang ada. Hal ini dapat menyebabkan krisis dalam kehidupan sosial sehari-hari, gangguan pada norma nilai masyarakat, hilangnya identitas dan memunculkan perilaku kekerasan reaktif. Akan tetapi, tidak semua bentuk marginalisasi, reaksi atas krisis atau upaya untuk beradaptasi terhadap ketidak-seimbangan melahirkan tindakan kolektif atau gerakan, dan tidak semua tuntutan kolektif mengambil bentuk politik.
Penjelasan penulis di Bab 1 tentang tindakan kolektif dan gerakan sosial terutama berkenaan dengan pemahaman khusus atas ideologi dan tindakan Kiri Baru di Prancis, Jerman, dan Italia setelah generasi 68 dan tahun 1970-an. Sebagai akibat keter-tutupan institusi politik, radikalisasi gerakan, merebaknya organisasi sektarian Marxist pada Kiri Baru dan bahkan perubahan bentuk menjadi gerakan terorisme, para intelektual kiri seperti para ahli teori gerakan sosial, menyerukan ideologi revolusioner.
Mereka menyebutkan gangguan sosial dan perilaku disruptif dengan label revolusioner. Mereka acapkali mendasari pema-hamannya tentang analisis reduksionis yang cenderung menyem-bunyikan sejumlah karakteristik tindakan kolektif. Mereka mengabaikan adanya unsur nonpolitik dalam berbagai gerakan yang ada. Bagi para ahli teori gerakan sosial, segala sesuatu yang tidak secara langsung terkait dengan politik merupakan dongeng dan perilaku pengecut. Dengan demikian, hanya representasi politik yang dapat mencegah tuntutan kolektif agar tidak terbuang ke dalam bentuk gerakan di atas.
Mempolitisasi tuntutan keadilan merupakan sebuah penyeder-hanaan penafsiran yang mengabaikan berbagai aspek spesifik dari berbagai gerakan yang muncul. Hal ini menyalurkan seluruh tuntutan kolektif ke dalam bentuk organisasi politik Leninist. Fenomena kolektif yang muncul di masyarakat majemuk tidak dapat dianggap sebagai reaksi terhadap krisis, namun merupakan dampak dan marginalitas atau penyimpangan, atau masalah yang timbul dari pusaran politik. Pada dasarnya, gerakan sosial dalam masyarakat memiliki banyak kesamaan seperti bentuk dan ragam bidang kehidupan sosial. Masalah-masalah itu bukanlah tujuan yang dapat dirundingkan atau secara total dapat diubah menjadi mediasi politik. Oleh karena itu, hanya bagian tuntutan kolektif yang dapat dimediasi dan diinstitusionalisasi melalui fungsi representasi politik dan proses pengambilan keputusan. Tuntutan dapat muncul kembali di tengah masyarakat lainnya. Namun, mereka acapkali berada di luar saluran resmi representasi, rasionalisasi, dan kontrol dari perangkat negara.
Pada Bab 1 dan Bab 3, penulis mengungkapkan sebuah fenomena yang mencolok dalam bentuk tindakan kolektif, yaitu sebagian besar mengabaikan sistem politik. Tindakan kolektif ini umumnya kurang tertarik atas gagasan perebutan kekuasaan. Gerakan sosial baru kurang terlibat dengan konflik sosial dan politik daripada sebelumnya karena bargaining kolektif, kompetisi partai dan pemerintahan partai representatif merupakan mekanisme eksklusif untuk resolusi konflik sosial dan politik. Seluruh hal ini didukung budaya sipil yang mengorientasikan nilai-nilai mobilitas sosial, kehidupan pribadi, konsumsi, rasionalitas instrumental, otoritas dan ketertiban. Dan sebaliknya kurang berorientasi pada partisipasi politik. Gerakan sosial baru berupa organisasi terbuka dan cair, inklusif dan partisipasi nonideologis dan perhatian lebih diarahkan kepada transformasi sosial daripada ekonomi. (lihat 3.2.1–2.)
Semua hal ini mempertanyakan hubungan antara Pencerahan Gülen dan sistem politik di Turki. Karena seperti dibahas di awal bab ini dan di 4.1.2 di atas, karakteristik utama Pencerahan Gülen adalah para partisipan mengetahui dan mematuhi sistem politik yang berlaku, dan tidak tertarik dengan pengambilalihan kekuasaan ataupun mengontrol aparatur negara. Pencerahan Gülen menerima bentuk tindakan dan organisasi yang bertanggung jawab dan sesuai dengan sistem politik tanpa menjadi bagian di dalamnya. Dengan demikian, Pencerahan Gülen tidak bertindak seperti tindakan pihak oposisi yang melibatkan kelompok minoritas atau menolak sistem politik Turki atau menentang rasionalitas keputusan dan tujuan sistem Turki.
Pada bagian tertentu, di dalam konteks yang berbeda dan menjawab atas berbagai pertanyaan, Pencerahan Gülen tampil sebagai aktor budaya dan bukan gerakan politik seperti yang diungkapkan Melucci. Dengan demikian, pembahasan ini akan fokus pada sepak terjang Pencerahan Gülen sebagai aktor kolektif yang berbeda dari partai politik beserta implikasinya bagi Turki, demokrasi, Islamisme, perkembangan atau perubahan di Turki dan integrasi Turki ke dalam komunitas internasional.
Implikasi utama dari Pencerahan Gülen adalah partai politik tidak dapat memberikan pernyataan yang memadai mengenai tuntutan kolektif. Hal ini disebabkan partai-partai dibentuk untuk mewakili kepentingan yang relatif stabil dengan basis geografis, sosial-budaya atau ideologi yang berbeda. Selain itu, sebuah partai politik harus memastikan kelanjutan kepentingan yang diwakilinya. Ketika dihadapkan dengan tugas mewakili pluralitas kepentingan, maka struktur tradisional sebuah partai politik tidak dapat mengakomodasi hal itu secara otomatis. Dengan demikian, partai politik tidak dapat menjadi perantara tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Untuk pencapaian dan keuntungan jangka pendek, sebuah partai dapat bertindak mendukung kepentingan yang berubah-ubah, parsial dan hierarkis. Sebaliknya, berbeda dengan partai dan lembaga politik, partisipasi Pencerahan Gülen dalam proyek-proyek sosial dan di bidang kehidupan sosial tertentu memperlihatkan kepentingan secara hierarkis atau pencapaian jangka pendek.
Kemudian, Pencerahan Gülen menunjukkan pemahamannya atas SMO formal yang terlembagakan. Karena berbagai institusi ini sebagian besar bersifat pendidikan, maka institusi-institusi ini tidak berpihak pada salah satu partai politik. Justru institusi-institusi dari Gerakan Gülen ini dekat dengan semua partai politik.
Dalam praktik sosialnya Pencerahan Gülen fokus pada peranan dan kebutuhan individu. Hal ini menegaskan nilai-nilai luhur individu tanpa jatuh ke dalam bentuk perilaku narsis atau pencarian individualistik untuk aktualisasi diri dan gratifikasi instan, Pencerahan Gülen memberikan perubahan mendasar dalam status dan peran individu-individu.
Melalui upaya dan layanan sosiokultural, Pencerahan Gülen membahas dimensi individual kehidupan sosial. Berbagai produk layanan yang diberikan Pencerahan Gülen kemudian memengaruhi seluruh masyarakat. Arena dan tingkatan dari tindakan sosial baru bukanlah ruang politik atau kekuasaan, bukan pula arena pemerintahan maupun rezim. Pencerahan Gülen mendidik dan menyosialisasikan individu tanpa melakukan individualisasi dan politisasi kehidupan sosialnya. Ia mengakui individu dan sistem tidak pernah mengalami perubahan pada seluruh tingkatan pada waktu dan cara yang bersamaan. Perubahan membutuhkan periode waktu yang panjang, penuh pengorbanan, komitmen dan kesabaran dan hal ini dapat dicapai hanya melalui pendidikan, perdamaian dan kerja sama dari warga masyarakat dengan cara berpikir yang sama tentang peradaban.
Barton membaca pemikiran optimistik dan jauh ke depan Gülen sebagai sebuah reformulasi kontemporer pengajaran Rumi, Yunus Emre, dan tokoh-tokoh sufi klasik lainnya. Dia berpendapat Gülen menekankan aspek hati dan jiwa dalam pengembangan diri melalui pendidikan, keterlibatan secara proaktif dan positif dengan dunia modern dan membicarakan dalam bentuk dialog, strata sosial, dan bangsa. Weller membuat pernyataan serupa:
Gülen memusatkan upayanya membangun dialog antara berbagai ideologi, budaya, agama dan kelompok etnis di Turki dan dunia. Meskipun Gülen dan pemikirannya berakar pada visi agama atas dunia yang kuat, tetapi berbagai upaya untuk membangun dialog itu telah meluas di luar lingkaran agama tradisional.
Seperti Barton dan Weller, Michel mengakui sentralitas visi agama dan budaya Pencerahan Gülen dalam berbagai kegiatannya. Hasil berbagai kegiatan ini bergantung pada keterbukaan, penerimaan dan daya guna berbagai bentuk representasi yang tersedia. Watak layanan yang melibatkan para partisipan menjauhkan mereka dari pertarungan sehari-hari tanpa hasil dan retorika partai politik. Energi mereka tidak terkuras untuk pertempuran seperti itu. Hal ini berbeda dengan pemahaman umum tentang gerakan sosial di masyarakat sebagai sesuatu yang selalu bersikap bermusuhan dan berkonflik.
Menghindari permusuhan politik secara sadar direfleksikan dalam evaluasi Gülen atas berbagai kegagalan yang terjadi pada beberapa abad terakhir dalam sejarah Turki:
Mereka yang berkecimpung dalam bidang politik dan yang mendukung kegiatan politik menganggap setiap cara dan tindakan itu sah dan boleh apabila hal itu akan menguntungkan posisi kelompok atau partai mereka sendiri. Mereka berpikiran dan melakukan intrik yang kompleks dan memperdayakan diri sendiri dengan menghujat kelompok dominan dan ingin menggantikan partai yang sedang berkuasa agar negara ini bisa aman.
Gülen menegaskan bahwa tindakan seharusnya diarahkan oleh pemikiran, pengetahuan, kepercayaan, moralitas dan kesalehan daripada ambisi politik dan kebencian.
Sebaliknya, Gülen telah dituduh memiliki motivasi politik, menyembunyikan maksud sebenarnya, memiliki agenda dan tujuan politik tersendiri. Pada tahun 2000 jaksa pengadilan militer menuduh Gülen memicu pengikutnya mempersiapkan penggu-lingan pemerintahan sekuler Turki. Sebagai respons atas berbagai pertanyaan dari The New York Times, Gülen menyebut tuduhan itu sebagai perbuatan kelompok marginal tetapi berpengaruh yang menggunakan kekuasaan yang besar dalam lingkaran politik:
Pernyataan dan ucapannya dikutip dengan dipelintir untuk melayani maksud siapapun yang berada di balik ini. Dia tidak berupaya membentuk rezim Islam tetapi mendukung berbagai upaya untuk memastikan pihak pemerintah memperlakukan perbedaan etnis dan ideologi sebagai mozaik budaya, bukan alasan untuk tindakan diskriminasi [...] Standar demokrasi dan keadilan harus ditingkatkan pada eksistensi terkini kita di dunia Barat kata Gülen.
Baik Gülen maupun para penentangnya menggunakan istilah kekuasaan politik dalam pernyataan mereka. Namun perlu sejenak untuk menghayati adanya perbedaan makna tuntutan politik dan partisipasi politik di antara keduanya.
Kekuasaan politik pada umumnya dipahami untuk mengartikan kapasitas kelompok tertentu dalam melakukan kontrol spesifik atas proses pengambilan keputusan, dengan alasan normatif atas nama masyarakat dan menentukan keputusan tersebut, dan bila perlu dengan penggunaan cara koersif. Agar dapat meningkatkan keumumannya hakikat tuntutan hukum dikategorisasi menjadi tiga: (1) tuntutan berkenaan dengan regulasi pertukaran antara kelompok-kelompok di dalam masyarakat; (2) tuntutan yang menyerukan modifikasi atau adaptasi ketentuan sistem politik, yang akhirnya dapat saja memperluas atau membatasi akses terhadap sistem tersebut; (3) tuntutan berkenaan dengan pemeliharaan atau adaptasi mode produksi dan distribusi sumber daya. Partisipasi politik juga merupakan pembelaan atas kepentingan spesifik, upaya untuk mengubah hubungan kekuasaan di dalam sistem politik, memengaruhi keputusan.
Pencerahan Gülen tidak mengaitkan dirinya dengan satu partai politik yang ada, dan hal ini membuat Pencerahan Gülen mendapatkan berbagai langkah keberhasilan. Pencerahan Gülen melihat Islam tidak membutuhkan sebuah negara atau partai politik untuk tetap bertahan tetapi membutuhkan sistem yang terdidik, kuat secara finansial dan sangat demokratis.
Gagasan Gülen berbeda dari Islamis politik dan Islamis modern lainnya dengan menegaskan masuknya Turki dan Islam ke dalam proses global mainstream dan ekonomi pasar [...] dan menekankan perkembangan intelektual dan toleransi.
Gülen meyakini masalah utama di dunia ini berkaitan dengan kurangnya pengetahuan. Hal ini juga berhubungan dengan berbagai masalah terkait, produksi dan kontrol pengetahuan. Mem-produksi, mempertahankan dan menyosialisasikan pengetahuan hanya dapat dicapai melalui pendidikan dan bukan melalui partai politik. Pendidikan adalah kunci untuk menjadikan seorang individu yang lebih baik, produktif dan bermanfaat apakah dia itu seorang Muslim ataupun tidak. Dia meyakini pula sains, kemanusiaan dan agama menambah dan melengkapi satu dengan lainnya daripada saling berkompetisi atau beradu.
Afsaruddin menyimpulkan keberhasilan dan penyebaran sekolah-sekolah di bawah inspirasi Gülen, baik di dalam dan di luar Turki merupakan bukti keberhasilan filosofi pendidikan Gülen yang mendorong pencerahan personal dan menekankan persamaan atas penanaman nilai-nilai etika dan pelatihan yang berguna dalam sains sekuler.
Menurut Tekalan, tujuan utama pendidikan di sekolah-sekolah di bawah inspirasi Gülen adalah menjamin rasa hormat atas tujuan dan nilai-nilai kemanusiaan universal. Pencerahan Gülen tidak memiliki atau tidak memperkuat motif tersembunyi untuk mencari keuntungan material atau memperdalam ideologi tertentu atau mengambil-alih kekuasaan melalui kegiatan politik di negara-negara yang berkembang Gerakan Sosial seperti Pencerahan Gülen. Dia tegaskan pula selama empat puluh tahun sejak lahirnya Pencerahan Gülen tidak satupun yang bertentangan terhadap prinsip-prinsip ini di negara manapun juga.
Dia menegaskan Pencerahan Gülen tidak pernah berupaya mengambil-alih kekuasaan secara ekonomis, politik atau budaya baik di dalam atau di luar Turki. Tujuannya adalah melayani kemanusiaan tanpa mengharapkan balasan dan keuntungan atas layanan tersebut. Tekalan menulis tentang pernyataan Gülen pada tahun 2002 di harian Zaman:
Seperti yang saya lakukan di masa lampau, sekarang ini saya berupaya menjaga jarak yang sama dari semua partai politik. Bahkan apabila kekuasaan tidak hanya di Turki tetapi juga di seluruh dunia saya diberi hadiah, maka saya telah lama menegaskan menolak hadiah itu karena merupakan bentuk penghinaan.
Daripada membiarkan Turki tetap menjadi sebagai sebuah masyarakat tertutup, Gülen telah mendukung inisiatif pengembangan sebuah masyarakat demokratis, pluralistik dan bebas. Dia menyatakan peranan moralitas individu sangatlah penting dalam perspektif ini untuk membangun, memperkuat dan menjaga ’tatanan politik yang adil’. Dengan cara yang sama, dia telah mendukung ikatan dengan Barat—karena masyarakat Turki banyak memperoleh manfaat dari pencapaian pengetahuan rasional di sana—sementara banyak dari kalangan agama dan elite sekularis dominan menentang perspektif ini.
Gülen merupakan pendukung pertama dan utama keanggotaan dan integrasi penuh Turki dengan Eropa, meskipun sejumlah kelompok politik Islamis mengkritisi pernyataannya dan menentang keanggotaan tersebut. Bagi mereka, Uni Eropa sebagai klub orang-orang Kristen dan ancaman atas nasional Turki dan identitas Muslim. Gülen secara bertahap mampu membawa perubahan dalam mentalitas dan sikap publik di Turki. Dia mendukung demokrasi dan toleransi sebagai cara terbaik dalam kegiatan pemerintahan dan keanggotaan di Uni Eropa sebagai cara terbaik untuk mencapai kemakmuran ekonomi. Selain itu, dia menghendaki perdamaian, toleransi dan dialog dengan minoritas etno-religi di masyarakat Turki dan di antara bangsa-bangsa sebagai bagian integral Islam dan kemusliman bangsa Turki.
Gülen bersikap kritis atas instrumentalisasi agama di bidang politik, dan menentang partisipasi langsung dalam partai politik karena dunia modern berada di dalam pengalaman pluralistik daripada homogenitas kebenaran. Dia menentang mereka yang telah menciptakan ‘citra negatif atas Islam dengan mengecilkan Islam menjadi sebuah ideologi’. Melalui kata dan perbuatan dia menegaskan perbedaan antara Islam, agama dan Islamisme, sebuah ideologi politik yang sangat radikal yang berupaya menggantikan negara dan struktur politik yang ada baik melalui cara-cara revolusioner maupun evolusioner:
Hodjaefendi (Gülen) menentang penggunaan Islam sebagai sebuah ideologi politik dan filosofi partai dan memolarisasi masyarakat menjadi orang-orang beriman dan tidak beriman. Dia menyerukan mereka yang meyakini dan berpikir secara berbeda agar menghormati dan menoleransi satu sama lainnya. Dalam pendapatnya, berbagai upaya Hodjaefendi akan membantu kita menempatkan Islam pada tempatnya yang benar.
Gülen selalu mendukung institusi demokratis, pemilu bebas dan prinsip lain dalam inti demokrasi liberal sekarang ini. Dia menegaskan Alquran menyerukan masyarakat untuk menjalankan kewajiban seperti yang diamanatkan pada sistem demokrasi modern. Dia juga menegaskan anggota masyarakat harus bekerja sama melaksanakan kewajiban dan membangun fondasi dasar agar dapat menjalankan kewajiban ini dan pemerintahan tersusun dari seluruh unsur dasar ini. Dia mengatakan:
Islam merekomendasikan sebuah pemerintahan yang didasarkan pada kontrak sosial. Rakyat memilih administrasi pemerintahan dan mendirikan dewan yang membahas berbagai masalah bersama. Selain itu, masyarakat secara keseluruhan berpartisipasi dalam mengawasi administrasi pemerintahan ini.
Gülen menyeru anggota masyarakat agar berhati-hati tidak mengusur nilai-nilai luhur yang secara ideal merupakan landasan negara atau organisasi negara. Dia menentang mereka yang menciptakan chaos, ketegangan di masyarakat dan kekerasan di Turki atau di manapun juga. Ketika menghadapi berbagai politisi yang kotor, partai politik yang menyimpang dan korupsi, rakyat harus memberikan perhatian tambahan bukan untuk mengikis nilai-nilai luhur di masyarakat, otoritas, dan rasa hormat terhadap organisasi negara. Gülen sangat menentang gerakan anarkis dan kegiatan menghancurkan suasana perdamaian. Gülen bahkan mendorong pertukaran gagasan dan penegakan peraturan, supremasi hukum dan keadilan.
Saya selalu tegaskan bahkan negara yang paling buruk itu lebih baik daripada tidak ada negara. Kapanpun saya menyuarakan pendapat saya dalam pernyataan seperti: Negara itu sebuah keharusan dan seharusnya tidak tercabik-cabik. Preferensi ini perlu bagi saya karena apabila negara tidak menguasai satu wilayah tertentu, maka dapat dipastikan terjadi anarki, chaos dan gangguan akan mendominasi di sana. Kemudian, tidak ada rasa hormat terhadap gagasan, kebebasan beragama, dan kesadaran kita akan dilanggar, keadilan tidak dipedulikan. Di masa lampau ada masa ketika bangsa kita menderita karena ketiadaan negara. Oleh karena itu, saya tegaskan mendukung negara juga sebagai kewajiban warga negara.
Walaupun Gülen bukan seorang politisi, dia membentuk kesa-daran yang menentukan masa depan demokrasi Turki. Seruannya atas demokratisasi, kebebasan, persamaan, keadilan dan hak asasi manusia serta peraturan perundang-undangan sebagai basis utama regulasi antara hubungan negara dan masyarakat secara simbolik mengonfrontasi peranan istimewa ini dan vested interest elite proteksionis di Turki. Dia telah membawa pergeseran ke arah masyarakat sipil dan berbudaya daripada politik partai sebagai titik rujukan baru dalam mind-set dan sikap rakyat Turki (lihat 4.1.1).
Peringatan Gülen atas mencampuradukkan politik partisan dan agama mengajarkan politisasi agama pada akhirnya menyebabkan kerusakan yang lebih cepat atas nama agama. Mengingat agama adalah hubungan antara manusia dan Sang Penciptanya, maka dorongan jiwa untuk melakukan sesuatu menjadi besar—jika engkau mengabaikannya maka engkau membunuh kehidupan religius itu. Memolitisasi agama akan merusak agama dalam berbagai aspek kehidupan dunia dan kehidupan abadi karena sistem politik, sosial dan ekonomi atau ideologi hanya memperhatikan sebagian aspek tertentu dari kehidupan duniawi kita.
Memolitisasi agama selalu merupakan upaya penyederhanaan. Upaya ini akan mengubah hubungan misterius antara umat manusia dan Sang Pencipta menjadi sebuah ideologi. Hal ini tidak berarti membangun ketidakpedulian terhadap apa yang terjadi dalam lingkup publik, dan bukan pula mengabaikan ketidakadilan politik atau ekonomi:
Gülen tidak menyatakan orang-orang saleh atau spiritual harus berada di luar arena politik atau tidak memedulikan kehidupan politik. Dengan demikian, rekomendasi ini tidak akan lebih baik daripada mempertanyakan dan menarik diri dari tanggung jawab dan kewajiban kewarganegaraan dan partisipasi sosial. Pelajaran di sini memperlihatkan adanya kebingungan antara keterlibatan politik dan advokasi dengan sikap partisan dan loyalitas kepada partai menempatkan keharusan agama untuk berbicara di depan publik berkenaan berbagai masalah politik dan memengaruhi kehormatan manusia, kesejahteraan, kepedulian terhadap lingkungan, keadilan sosial dan perdamaian di hadapan kelompok-kelompok kekuasaan yang saling berkompetisi dan menjelekkan satu sama lain daripada membangun komunitas. Orang-orang saleh yang secara bertanggung jawab terlibat bukanlah pemilih atas satu kepentingan politik atau seorang loyalis partai tertentu.
Akan tetapi, walaupun Gülen dengan jelas menyatakan dan menegaskan dia tidak memiliki agenda politik, dia menentang penggunaan instrumentalis atas nama agama dalam bidang politik, sikapnya atas individu dan sebagainya, namun tetap saja elite proteksionis dalam berbagai kesempatan, menuduh Gülen dan Pencerahan Gülen menjadi ancaman potensial yang berlindung pada agama.194 Terhadap hal ini, Barton berpendapat bahwa Gülen dengan jelas bukan seorang fanatik. Dia konsisten dan moderat dalam segala hal yang dia lakukan. Hal ini terlihat dalam pernyataannya untuk sebuah kasus. Dia menyatakan mengapa Gülen dan Pencerahan Gülen dianggap kekuasaan politik dan oposan oleh sebagian laicist militan yang melihat dirinya sebagai penjaga rezim ini:
Kritiknya, sebagian besar mereka yang tidak memahami tulisan dan gagasannya, melihat Gülen mempromosikan jenis Islam yang berbeda untuk diakui dan disetujui oleh negara. Pemahaman ini sebagian besar didasarkan pada pengertian yang keliru. Sebenarnya Gülen tidak mengadvokasi jenis Islam yang berbeda tetapi Islam yang lebih mendalami kehidupan masyarakat dan mentransformasi mereka menjadikan orang-orang beriman yang lebih baik dan juga warga negara yang lebih baik.
Gülen menolak dalam pidato dan tulisannya yang seringkali dianggap sebagai platform politik Islam: Islam tidak mengajukan bentuk pemerintahan yang kaku atau berupaya membentuknya. Sebaliknya, Islam menentukan prinsip-prinsip fundamental yang merupakan karakteristik umum sebuah pemerintahan dan membiarkan rakyat memilih jenis dan bentuk pemerintahan menurut waktu dan keadaan. Dia menolak totalisasi karakteristik ideologi pemikiran politik Islamis dan aktivitasnya sebagai suatu yang sepenuhnya asing dalam spirit Islam. Spirit Islam mendukung rule of law dan secara eksplisit mengutuk penindasan terhadap segmen masyarakat tertentu. Dia menegaskan Islam mempro-mosikan kegiatan-kegiatan untuk kemajuan masyarakat sesuai dengan sudut pandang mayoritas yang membentuk demokrasi daripada menindasnya:
Pengenalan Islam dapat berperan penting di dunia Islam melalui pengayaan berbagai bentuk demokrasi di tingkat lokal dan memperluasnya dengan cara membantu manusia mengembangkan pemahaman tentang hubungan antara dunia spiritual dan material. Saya meyakini Islam juga akan memperkaya demokrasi dengan memberi jawaban atas berbagai kebutuhan mendasar dari manusia, seperti kebutuhan spiritual. Hal ini tidak dapat dipenuhi kecuali melalui dzikrullah.
Membaca tanggung jawab kaum muslimin terhadap Islam tentunya bukan hal yang khusus bagi Gülen, seperti Eickelman tegaskan: ’Para pemikir dan pemuka agama seperti Gülen dari Turki [...] menegaskan demokrasi dan Islam sepenuhnya sebangun dan Islam tidak memberikan deskripsi bentuk pemerintahan secara khusus tentunya bukan kekuasaan alternatif [...] dan pesan Alquran yang utama adalah umat muslim harus mengambil tanggung jawab atas masyarakatnya sendiri.’
Barton menjelaskan penolakan Gülen atas Islamisme bukan hanya karena pertimbangan strategis atau preferensi personal. Akan tetapi, hal ini didasarkan pada pernyataan bahwa klaim Islamis untuk mencari pedoman politik dalam Alquran menunjukkan pemahaman yang salah atas hakikat Alquran. Hal ini menyebabkan melencengnya pendekatan seorang muslim atas Kitab Suci tersebut. Gülen sendiri menyatakan:
Kitab Suci Alquran seharusnya tidak disederhanakan pada level wacana politik atau Alquran seharusnya tidak dianggap sebuah kitab tentang teori-teori politik atau bentuk-bentuk negara. Menganggap Alquran sebagai sebuah instrumen dari wacana politik adalah sebuah aib besar atas Kitab Suci dan merupakan hambatan yang mencegah manusia mendapatkan manfaat dari sumber Rahmat Ilahi ini.
Seperti Barton, dalam catatan Sykiainen dan Eickelman, Gülen tidak hanya secara langsung mengkritik pemikiran Politik Islamis dalam berbagai buku dan artikelnya tetapi juga berulang-ulang berpendapat mendukung demokrasi dan modernisasi serta konsolidasi institusi-institusi demokrasi agar dapat membangun sebuah masyarakat yang menghormati dan melindungi hak-hak individu. Dengan hati-hati dia memperjelas posisinya bahwa sebagian bentuk demokrasi lebih baik bagi yang lain dan ia optimis atas perkembangan demokrasi tersebut:
Demokrasi telah berkembang dengan berjalannya waktu. Demokrasi telah melewati berbagai tahapan dan akan terus berkembang di masa depan. Dalam perjalanan itu, demokrasi akan terbentuk dalam sebuah sistem yang lebih manusiawi dan adil, sistem yang didasarkan pada kebenaran dan realitas. Apabila manusia dianggap sebagai satu kesatuan tanpa mengabaikan dimensi dan kebutuhan spiritual serta tidak melupakan kehidupan manusia bukan hanya kehidupan fana dan seluruh manusia memiliki impian yang mendalam tentang keabadian, maka demokrasi merupakan solusi yang akan membawa lebih banyak kebahagiaan pada kemanusiaan. Prinsip-prinsip Islam tentang persamaan, toleransi, dan keadilan dapat mewujudkannya.
Berdasarkan pada berbagai pernyataan Gülen yang secara konsisten mendukung politik demokrasi modern dan menentang tafsiran sempit atas Alquran dan Sunah, Barton berkesimpulan Gülen bukanlah seorang Islamis yang terbuka atau Islamis yang tertutup. Akan tetapi, dia mencatat mereka yang menentang Gülen bersikeras bahwa Gülen hanyalah berpura-pura menolak ideologi Islamis—sebuah taktik dari sebagian politisi dan aktivis Islamis yang menya-markan keyakinan mereka dan karena alasan politik, menggunakan dalih tersebut. Inilah bukan cara Gülen. Dia sangat jelas dan menyatakan di depan publik baik dalam bentuk tertulis dan melalui media penyiaran bahwa dia dan umat muslim Turki seperti seluruh kaum Sunni, tidak memiliki konsep berdalih atau menyembunyikan maksud di balik kepercayaan dan praktik atau memanfaatkan hal itu.[1]
Barton menunjukkan bahwa ada alasan yang tepat untuk kita meyakini bahwa Gülen bukan seorang Islamis yang terselubung dan dia menolak epistemologi Islamis. Misalnya, dalam memperjuangkan gagasan dan menggugat hati dan pikiran dan sebelum dan setelah 9/11, Gülen dengan jelas memperlihatkan kepemimpinan intelektual dan moral, mengutuk segala bentuk tindakan terorisme dengan pernyataan publik yang paling berani dan tegas dan secara komprehensif menjelaskan masalah-masalah yang terkait dan relevan. Dia menyatakan prinsip-prinsip mendasar agama sepenuhnya berlawanan dengan tafsiran ideologi-politik yang melandasi dan memotivasi tindakan terorisme. Prinsip-prinsip dasar ini harus diajarkan kepada umat muslim dan anggota masyarakat lainnya melalui sistem pendidikan, administrator, intelektual, pakar dan pemuka masyarakat sehingga mereka memiliki tanggung jawab atas upaya identifikasi faktor-faktor sebab dan yang memotivasi tindakan teroris. Ada berbagai organisasi multinasional yang secara terbuka dan tertutup, telah mengarahkan berbagai upaya mereka untuk melakukan kehancuran dan menciptakan rasa takut di tengah masyarakat.
Gülen memegang agama jauh dari kegiatan politik; dia melihat agama sebagai sumber moralitas dan etika yang sesuai dan tidak berkonflik dengan politik yang bertanggung jawab. Dia tidak menghendaki agama menjadi alat politik karena ketika politik gagal dan salah arah maka rakyat akan mengutuk agama. Dia tidak menghendaki aspirasi politik mengutuk agama atau potensi korupsi politik merendahkan agama.
Gagasan Gülen dan gerakannya menjadi agen transformasi massa di Turki yang membawa ke ranah publik mengenai pemahaman baru atas agama, sains, sekularisme, layanan kolektif, altruistik dan pendidikan. Gülen menyadari bahwa perkembangan politik dan institusi politik jauh tertinggal di belakang perubahan sosial dan budaya. Dengan demikian, dia menghidupkan kembali tradisi kedermawanan, nilai-nilai altruistik dan kebajikan di antara anggota masyarakat Turki serta mendorong para pendukungnya untuk memperbaiki ketimpangan-ketimpangan yang dilakukan oleh berbagai kebijakan pemerintah maupun diskriminasi.
Berbagai pandangan seperti pandangan Gülen yang mendukung konsolidasi demokrasi dan HAM dikalahkan oleh tekanan-tekanan struktural yang memberi keuntungan pada kepentingan proteksionis yang bekerja di masyarakat. Pandangan ini diperkecualikan karena dilihat secara implisit mempertanyakan hak-hak privilege kepentingan proteksionis yang mendapatkan manfaat dari proses politik dan juga hegemoni dan sistem politik yang berkuasa. Kelompok proteksionis merasa kuatir dengan pemahaman dan tuntutan tertentu yang dapat mengubah keseimbangan pada sistem politik dan memperketat kriteria seleksi untuk masuk ke dalam sistem politik ini (lihat 3.2.9).
Ketika pemahaman baru secara luas diakui dan diterima dan ketika anggota masyarakat secara cepat menginstitusionalisasi kebutuhan sosial dan proyek budaya, maka hal ini menciptakan model sosial baru. Model yang diberikan oleh Pencerahan Gülen bersifat budaya daripada politik. Hal ini mentransformasi pola pemikiran dan hubungan-hubungan dalam sistem politik. Model ini dapat bertahan karena mengikuti bentuk politik dan institusional yang sah. Transformasi sikap yang cepat, institusionalisasi kebutuhan publik, dan inisiatif yang berhasil guna, kedermawanan sosial atau terorganisasi untuk pendidikan dan solusi terhadap berbagai konflik sosial yang dicapai oleh para partisipan Pencerahan Gülen tidak pernah dilakukan oleh birokrasi politik proteksionis dan tidak pernah ada dalam masyarakat Turki sebelumnya.
Proyek-proyek sosial Pencerahan Gülen mempunyai makna yang beragam bagi orang-orang yang berbeda di Turki. Di mata mereka yang menganggap Pencerahan Gülen secara positif, maka gerakan ini mengakui berada di dalam sistem itu dan mengidentifikasikan dirinya dengan kepentingan umum masyarakat Turki dan bertindak—secara sah dan benar di dalam batas-batas ketentuan hukum dan norma sosial masyarakat—untuk mencapai tujuan-tujuan kolektif. Akan tetapi, bagi mereka yang bersikap oposan, partisipasi, dan kontribusi Pencerahan Gülen merupakan klaim tersembunyi dari berbagai kepentingan, upaya untuk menggunakan pengaruh atas distribusi kekuasaan dengan memanfaatkan ’orang lain’ di dalam masyarakat Turki—sebuah klaim yang ditegaskan walaupun layanan budaya dan altruistik kolektif berbeda pada hakikatnya dari partisipasi atau permusuhan politik. Hal ini mengungkapkan tidak hanya respons atas sistem politik di Turki dapat sangat berbeda menurut kasus-kasus yang berbeda, tetapi hal ini juga tidak sama dengan kasus-kasus yang telah dikaji di Eropa Barat atau Amerika Utara.
Dari observasi tersebut ada dua hasil. Pertama berupa penga-kuan bahwa gerakan sosial seperti Pencerahan Gülen memberikan insentif untuk modernisasi sebuah sistem politik, konsolidasi masyarakat sipil dan demokrasi pluralistik. Dalam kasus Turki, perlu sekali bagi anggota masyarakat di Turki akan pentingnya reformasi institusional. Kedua, kita dapat mengakui kerangka kerja konseptual selama ini kurang memadai (bahkan bias) sebagai pendekatan terhadap komunitas yang diinspirasi oleh agama khususnya umat muslim mainstraim yang damai dan berbudaya. Membatasi analisis untuk dimensi politik semata dari fenomena yang diamati (seperti bentrokan dengan pihak berwenang) merupakan tindakan penyederhanaan. Reduksionisme ini mengabaikan dimensi sosial sebuah tindakan kolektif dan hanya fokus pada karakteristik yang dapat diukur pada hal-hal yang terlihat dan menarik perhatian media saja.
Modus operandi Gerakan Sosial Kontemporer adalah membentuk pengertian baru untuk tindakan sosial dan berfungsi sebagai mesin inovasi yang penting. Dimensi politik acapkali tidak mewakili apa pun selain residu (sampah).
Pencerahan Gülen melihat kebutuhan individu, budaya dan masyarakat lebih dahulu daripada kebutuhan politik. Hal ini seharusnya tidak dikaburkan dengan kulturalisme naif yang dapat mengabaikan hak-hak dan jaminan yang diakui oleh institusi politik. Kemudian, masalah ini adalah sebuah definisi ulang dan pembentulan ulang atas apa yang dapat dan harus diwujudkan oleh demokrasi. Gülen tidak menyuruh individu untuk tetap sebagai penerima yang pasif, tetapi Gülen menyarankan partisipan secara aktif mencari berbagai kemungkinan dan alternatif untuk mengontruksi diri mereka sendiri. Baik cara dan tujuan harus bersifat nonkonfrontasi, non-kekerasan dan nonkoersif; cara dan tujuan harus didasarkan pada cinta terhadap manusia dan penciptaan pada informasi yang dapat dipercaya dan pemahaman melalui pendidikan, komunikasi, kebebasan, kolaborasi dan perdamaian.
Gerakan ini memungkinkan anggota masyarakat meng-gunakan sumber daya mereka dengan lebih baik, membebaskan mereka dari materi dan ketimpangan lainnya dan bersifat refleksif serta memberikan manfaat bagi orang lain dengan memberi prioritas pada pengetahuan dan pendidikan daripada partai politik atau kelompok sektarian. Gülen mengajarkan untuk masa depan yang lebih baik, kemanusiaan membutuhkan individu yang lebih toleran dan altruistik dengan sikap murah hati dan berpikiran terbuka yang menghormati kebebasan berpikir yang terbuka untuk sains dan penelitian ilmiah dan mencari harmoni antara hukum abadi alam semesta dan kehidupan.
Ahli Sosiologi Saribay mendeskripsikan Gülen sebagai seorang tokoh nonpolitik, sebagai seorang tokoh yang tidak menghendaki politisasi nilai-nilai Islam. Agai melihat Gülen sebagai seorang pemikir reformis ketimbang seorang tokoh revolusioner. Karaman dan Aras berkesimpulan bahwa dia ’berupaya menyuarakan kebutuhan spiritual rakyat, mendidik masyarakat dan memberikan stabilitas pada waktu kekacauan. Dan [...] dia telah dituduh secara keliru mencari kekuasaan politik.’
Perubahan merupakan suatu yang mungkin terwujudkan dengan terbentuknya keadilan, kesempatan yang sama, kebebasan dan keadilan. Apabila rakyat diberikan akses terhadap kebebasan budaya dan peluang pendidikan yang sama, maka mereka akan cukup bijak untuk tidak jatuh menjadi korban terhadap skema vested interest atau elite dengan hak-hak privilege yang memanfaatkan wacana publik agar dapat mempertahankan kontrolnya atas bahasa dan simbol-simbol serta kesewenang-wenangannya dalam menutupi berbagai ketimpangan dan ketidakadilan. Sebuah masyarakat yang terdiri dari orang-orang yang terdidik, terlatih dengan baik dan memenuhi kualifikasi, sadar budaya atas kebutuhan, nilai dan hak-hak mereka, tidak akan jatuh ke dalam risiko pelarian diri atau tindakan berputus asa berupa terorisme.
Pencerahan Gülen mencari berbagai jawaban atas pertanyaan yang dihadapi oleh seluruh rakyat yang tinggal dalam masyarakat modern yang kompleks: ’bagaimana mengembangkan kualitas manusia, perilaku yang baik, cinta kepada orang lain, antusiasme untuk perbaikan diri dan keinginan aktif untuk melayani orang lain, menjadikan dunia yang berbeda dan gigih menggapai keinginan di tengah-tengah kemunduran dan kegagalan. Oleh karena itu, Pencerahan Gülen tidak memiliki peranan absolut dalam aktivitasnya. Gerakan sosial ini mengundang dan memungkinkan masyarakat mengambil tanggung jawab atas tindakannya sendiri sesuai dengan kerangka hukum. Hal ini membantu menciptakan ruang publik. Di dalamnya, kesepakatan untuk berbagi tanggung jawab di bidang sosial di luar kepentingan atau posisi partai dapat dicapai. Hal ini menciptakan energi inovatif, menjaga sistem ini tetap terbuka, menghasilkan inovasi dan gerakan sosial lainnya serta membawa elite ke dalam arena yang tadinya sangat eksklusif dan menerangi area kompleksitas yang bermasalah tersebut. Gerakan sosial ini sangat diperlukan untuk keberfungsian secara sehat sebuah masyarakat demokrasi yang terbuka.
Gülen menegaskan bahwa melalui proses demokratisasi Turki melalui industrialisasi dan perkembangan ekonomi yang mandiri di sistem dunia ini dapat tercapai. Dia menetapkan kepentingan yang sama atas demokrasi dan pembangunan yang menurut pendapatnya saling tergantung satu dengan lainnya, tetapi demokrasi hal yang sangat penting dalam pembangunan. Dia bekerja untuk pengembangan sebuah masyarakat yang bebas dari kelaparan, kemiskinan, memerangi ketimpangan, dan penindasan atas hak-hak sipil. Hal ini dapat dicapai hanya apabila beriring dengan pembangunan ekonomi, terjaminnya perbaikan partisipasi sipil dan politik, hak-hak yang sama dan penghormatan terhadap kebebasan sipil dan budaya. Dia tidak menghendaki perubahan yang mengarah terhadap menurunnya partisipasi dan diskriminasi dalam sistem dunia sekarang ini. Tanpa demokrasi, Turki tidak dapat mengonsepsikan pembangunan secara menyeluruh. Bagi Gullen, berbagai upaya untuk membawa transformasi dalam institusi dan falsafah pembangunan di Turki harus dilakukan melalui pendidikan, interaksi, kolaborasi dan konsensus tanpa terjebak ke dalam cara dan tujuan kekerasan atau koersif.
Berbagai upaya nonkonfrontasi dan non-berkonflik harus dipertahankan sedemikian rupa meskipun kondisi yang sangat buruk atau situasi yang tidak mendukung. Hal ini akan memungkinkan Turki berpartisipasi dalam sistem dunia tidak dalam posisi dependen tetapi dengan kapasitas memberikan pengaruh dan terlibat dalam dialog dan negosiasi. Dengan cara yang sama, inilah sebuah prasyarat menciptakan kontribusi atas demokrasi dalam skala dunia.
Dengan demikian, proses demokratisasi dapat memperhatikan kelemahan kritis dan kurang memadainya inisiatif politik terhadap berbagai masalah yang menghadang kita sekarang ini. Inilah salah satu peran gerakan sosial untuk menjadikan berbagai masalah sebagai perhatian publik melalui penyebaran informasi dalam berbagai format yang baru. Kegiatan budaya dan bentuk tindakan nonkekerasan sepanjang ada saluran yang tepat.226 Sekarang ini, perubahan positif ini hanya dapat dilakukan secara parsial dan sedikit demi sedikit.
Dalam khotbah dan kuliah agamanya, Gülen mengatakan sebuah bahasa baru, sebuah idiomnya sendiri. Dia mengambil pusaka dari mereka yang mendahuluinya yang mendukung argumennya dalam memori masa lalu. Kemudian dia mengambil sikap manusiawi dan penalaran yang diambilnya dari pencerahan intelektual dan spiritual dari warisan tradisi masyarakat kemudian menafsirkannya sesuai dengan kebutuhan sekarang. Dia tidak mengadopsi bahasa perjuangan sebelumnya karena dia dapat mendefinisikan identitasnya sendiri. Dia tidak menggunakan simbol, pengalaman organisasional dan berbagai bentuk tindakan, berbagai gerakan yang mendahului Pencerahan Gülen ini. Dia mendasari pemahamannya atas tradisi untuk menyampaikan makna baru. Akan tetapi, hal ini tidak berarti dia berorientasi ke belakang; pendekatannya mencakup modernitas tanpa ada keraguan sama sekali.
Pencerahan Gülen mentransformasi dirinya ke dalam institusi baru dengan bahasa baru, pola organisasi baru, dan personel baru. Makna dan motif perilaku dari gerakan ini adalah upaya internal untuk pembentukan sikap tidak hanya bersifat material dan politis. Terhadap gaya hidup yang tidak memberikan basis budaya untuk identifikasi diri, Pencerahan Gülen menghadapi kebutuhan manusia pada tingkat budaya dan spiritual. Hal ini membawa energi kolektif sebagai fokusnya sehingga dilema yang sudah berkarat dan pilihan kritis di masyarakat dapat dibahas. Pencerahan Gülen menegaskan individu hanya dapat dididik, dibina, dan diberi tahu dalam lingkungan yang sehat dan institusi yang baik.
Gülen memotivasi anggota masyarakat untuk tujuan selain dari yang ditekankan oleh kepentingan dominan. Dia berbicara untuk kebebasan berbicara dan konsolidasi institusi demokrasi sehingga para aktor tidak berupaya membengkokkan berbagai makna untuk tujuan mereka sehingga mereka tidak akan memberi makna terhadap vested interest mereka sendiri. Dia menyerukan pendefinisian kembali atas objek sosial dan budaya. Dibalik kata-kata ini kita dapat mendeteksi pluralitas makna yang sesuai dengan hakikat sebenarnya yang membentuk seorang manusia yang beradab. Michel menyatakan hal ini dengan tepat:
Gülen menyatakan bahwa tujuan luhur bangsa-bangsa haruslah menciptakan peradaban; pembaruan individu dan masyarakat harus dalam kaitan dengan perilaku yang beretika dan memiliki jiwa.[2]
[1] Nara sumber yang diwawancarai Aymaz menjelaskan bahwa tuduhan adalah perilaku berbohong (untuk nilai tertentu) merupakan suatu tuduhan yang sangat gegabah terhadap budaya dan spiritual yang dibangun oleh Pencerahan Gülen. Hal ini bertolak belakang dari kesadaran dan pemahaman namun yang dimiliki oleh pendukung gerakan (sekarang sudah jutaan orang). Mungkin bisa dimaklumi, karena gerakan atas nama Islam lainnya melakukan hal ini sebagai taktik.
[2] Lihat juga, Kurtz (2005:382), observasi optimistik ini ‘Gülen mengembangkan sebuah perdamaian secara menyeluruh melalui gaya hidup nonkekerasannya, kutukan atas terorisme dan kekerasan serta mobilisasinya atas sebuah gerakan untuk perubahan spiritual dan sosial di tataran dunia [...] Agaknya inovasinya dalam paradoks budaya akan menginspirasi pihak lain untuk membantu kita menemukan jalan keluar dari teka-teki global kita.
- Dibuat oleh