Dakwah Menuju Tauhid
Semua nabi, tanpa terkecuali, menyerukan dakwah menuju tauhid atau pengesaan Allah Swt.: “…Hai kaumku, sembahlah Allah! Sekali-kali tiada Tuhan bagimu selain Dia…” (QS Hud [11]: 84). Semua dakwah yang diserukan para nabi dimulai dengan seruan ke arah tauhid dan kemudian berakhir juga dengan tauhid.
Kesamaan dakwah yang diserukan para nabi yang muncul pada zaman, tempat, dan negeri yang berbeda-beda ini tentu menjadi bukti tak terbantahkan bahwa apa yang mereka sampaikan itu bukan berasal dari olah nalar mereka sendiri, melainkan merupakan sebuah misi (risâlah) yang disampaikan kepada mereka oleh Allah yang kemudian Dia perintahkan untuk disebarkan kepada umat manusia. Sungguh tidaklah masuk akal jika ada orang-orang yang memiliki tendensi dan latar belakang berbeda serta berasal dari zaman dan tempat tinggal yang juga berbeda, tapi memiliki kesamaan ajaran. Coba sekarang Anda bandingkan hal ini dengan meneliti aliran filsafat atau ideologi tertentu. Anda pasti akan menemukan begitu banyak perbedaan termasuk pada hal-hal sekunder ketika paham atau ideologi tersebut sampai ke tangan para penganutnya, meski sebenarnya mereka hidup di satu negara yang sama dan di zaman yang sama.
Jadi jelaslah bahwa perselisihan yang muncul pada semua paham hasil pikiran manusia dan kesamaan yang ada pada aturan ilahi yang dibawa para rasul adalah bukti bahwa yang pertama berasal dari hawa nafsu manusia, sedangkan yang kedua berasal dari wahyu.
Ya. Kesamaan para nabi dalam menyampaikan ajaran tauhid merupakan salah satu keistimewaan para nabi. Rasulullah Saw. bersabda: “Ucapan terbaik dariku dan para nabi sebelum aku adalah: Lâ ilâha illallâh wahdahû lâ syarîka lah (Tiada Tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya).”[1]
[1] Al-Muwaththa`, Imam Malik, al-Qur`ân, 32, al-Hajj, 246; Kanz al-‘Ummâl, al-Hindi 5/73.
- Dibuat oleh