Sisi yang Belum Diketahui dari Fethullah Gülen Hocaefendi: Pelajaran dan Metode Pengajaran Beliau
Pada makalah yang diterbitkan sebelumnya, sejauh kemampuan yang kami ketahui tentu saja, Kami mencoba untuk memberikanpenggambaran tentang kitab-kitab yang telah diajarkan oleh Fethullah Gülen Hocaefendi (baca: hojaefendi). Sedangkan padatulisan ini kami ingin lebih menekankan pada metode pelajaran dan pengajaran yang dipakai oleh Fethullah Gülen Hocaefendi.
Sebelumnya harus saya perjelas dahulu bahwa tulisan ini pastilah sangat jauh dari penggambaran dan pencurahan suasana ketenangan, cakrawala berfikir, luasnya warna dan semangat metode pelajaran dan pengajaran yang dapat pula kita sebut dengan “budaya tatap muka” Hocaefendi tersebut.Namun ketenangan dan menghadirkan ketenangan itu harus dialami, didengar dan dirasakan sendiri. Untuk dapat mengambil manfaat dari iklim tersebut juga sangat berkaitan dengan tingkatan, niat, konsentrasi dan kaitan kebiasaan masing-masing individu. Dengan tulisan ini kami juga ingin mencoba mengeja sejauh pengetahuan dan pemahaman kami tentang metode pelajaran dan pengajaran yang diberikan oleh Hocaefendi.
Secara umum biasanya pelajaran dan metode pengajaran di madrasah-madrasah dankajian di majlis-majlis yang bisa dikatakan sebagai lanjutan dari madrasah tersebut diberikan dalam bentukdiskusi dua arah pada kerangka pemberian takrir oleh sang guru, kemudian para murid menyimak dan dilakukan tanya-jawab atas bab yang sedang dibahas. Masih dengan cara ini, pada pelajaran selanjutnya akan diberikan ihtisar dari pelajaran sebelumnya barulah kemudian masuk ke pelajaran berikutnya. Di samping itu pada sistem pengajaran dan pendidikan madrasah, asisten guru atau murid yang paling baik pemahamannya akan mengajak murid lainnya untuk mendiskusikan pelajaran yang telah diberikan oleh sang Guru sebelumnya. Sedangkan metode pengajaran dan pendidikan yang umum dipakai di perguruan keislaman saat ini adalah pengajar atau guru akan memberikan penjelasan atas catatan pelajaran yang telah disiapkan sebelumnya kemudian langsung diberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh murid pada saat proses pembelajaran berlangsung, sistem kelulusan diberikan setelah berhasil lulus ujian lisan atau tertulis.
Fethullah Gülen Hocaefendi yang mendapatkan pendidikannya dari para guru pada sistem pendidikan madrasah ini, pada separuh abad hidup Beliau dilewati dalammemberikan pelajaran berdasarkan suatu cara pengajaran yang disesuaikan dengan tingkatan muridnya masing-masing. Cara takrir lebih banyak diberikan pada murid di tahapan awal pengajaran, sedangkan bagi mereka yang sudah berada pada tingkat pemahaman bahasa dan instrumen ilmu yang lebih tinggi maka pengajaran bagi mereka akan diberikan oleh Hocaefendi dalam bentuk lingkaran halaqoh. Secara praktik, metode ini diberikan dalam bentuk sebagai berikut: Sebelum masuk ke kelas, sebisa mungkin para murid mempersiapkan diri dengan materi pelajaran yang akan mereka pelajari di kelas di bawah bimbingan dari satu atau beberapa murid yang sudah lebih baik pemahaman atau pengalamannya kemudian mereka akan membacakan materi tersebut di hadapan Hocaefendi, pada beberapa bagian jika dirasa perlu beliau akan memberikan komentar atau pembahasannya serta menjawab berbagai pertanyaan yang diajukan. Beliau akan juga menambahkan komentar pribadi dari dirinya atas materi tersebut dengan tetap berpegang pada asas penghormatan beliau terhadap para ulama yang menulis kitab-kitab yang diajarkan tersebut. Hocaefendi memberikan cara pengajaran ini dengan cara amat bersahaja dan tawadhu’ , jika pun beliau berkata: “Wahai teman-temanku mari sekarang kita melakukan sebuah kajian atas sebuah buku” sekalipun tidak diragukan bahwa pola hubungan yang terbangun tetaplah seperti hubungan penghormatan antara seorang santriterhadap ustadnya. Pada kajian ini, saat santri menyimak dengan seksama bagian yang sedang dibaca, mereka dituntut pula untuk berpartisipasi aktif saat dilakukan perbandingan pada kitab yang sedang di bahas dengan karya-karya lainnya, penjelasan dan bagian tanya-jawab dilakukan untuk dapat benar-benar memahami bagian yang sedang dibahas tersebut.
Selain itu Hocaefendi tidak pernah membiarkan satupun pertanyaan yang ditujukan kepada beliau tidak dijawab. Sebagaimana pada salah satu hadisnya, Rasulullah Muhammad SAW berkata: “Pertanyaan yang baik adalah setengah dari ilmu” maka berpijak pada sabda Rasul ini, sangatlah penting untuk memanfaatkan pertanyaanyang baik pada sebuah pelajaran.
Setelah penjelasan awal ini, sebelum kita masuk pada pembahasan tentang cara pengajaran yang dilakukan pada setiap cabang keilmuan maka kita akan terlebih dahulu membahas tentang pemilihan karya-karya yang akan dibahas pada lingkaran halaqoh dan waktu pengajarannya.
Pemilihan Buku-Buku
Sebagaimana pada pekerjaan beliau yang lain, dalam hal pengajaran dan pendidikan ini juga Fethullah Gülen Hocaefendi sangat mengutamakan perasaandan mementingkan keseriusan dalam melakukan sesuatu, serta melakukan semua pekerjaan dengan sepenuh hati. Dengan reputasi inilah maka beliau amatlah sangat mementingkan pemilihan buku-buku atau karya yang akan dibaca dan pengajarannya bagi para murid beliau. Setiap kali Hocaefendi ingin mengajarkan sebuah buku dalam bidang apapun pada para muridnya maka beliau akan mengatakan: “ Dalam bidang kajian ini ada kitab ini, ini dan ini, kita bisa membaca dari kitab yang kalian inginkan” , terkadang juga beliau akan menyarankan kecenderungan pada salah satu kitab yang dianggapnya paling penting untuk diutamakan terlebih dahulu. Misalnya, pada beberapa kesempatan beliau sempat mengatakan bahwa Kanzu’l-Ummal sebagai salah satu kitab hadis yang paling komprehensif, dan bisa dibaca dalam waktu singkat sebagai buku acuan pembelajaran. Saat mendengar hal ini segera saja para murid beliau menjadikan buku tersebut sebagai buku acuan pelajaran dikarenakan besarnya keinginan mereka untuk segera bisa mempelajarinya. Terkadang atas keinginan para santri serta tentu saja dengan dorongan dari Hocaefendi sendiri maka buku-buku seperti al-Fikhu’l-Islami dan Adillatuhu juga diajarkan.
Waktu Pengajaran
Pelajaran secara umum dilakukan pada paruh waktu antara sholat Subuh hingga sebelum sholat Dzuhur. Setelah Sholat Dzuhur juga sering diadakan pelajaran lagi. Pada satu semester pelajaran biasa dimulai setelah sarapan pagi kemudian berlangsung hingga siang hari. Namun di semester yang lain pelajaran dimulai setelah sholat Subuh lalu kemudian diselingi waktu sarapan dan dilanjutkan lagi setelah itu. Pada beberapa waktu pernah juga sebagai waktu tambahan pelajaran dilakukan satu jam sebelum sholat subuh dimulai hingga datangnya waktu sholat. Demikian dengan cara ini kitab Tuhfatu’l-ahwazi diselesaikan.Sepuluh jilid Kitab Kanzu’l-Ummal selesai diajarkan selama satu bulan Ramadhan. Pelajaran dilakukan pagi, siang, setelah tarawih dan setelah sahur sehingga total 7-8 jam selama sehari.
Setiap Murid Mengikuti Pelajaran dengan Melakukan Persiapan Terlebih Dahulu
Para murid atau santri yang akan mengikuti pelajaran akan terlebih dahulumelakukan persiapan atas buku yang akan dipelajarinya; mengurai semua perumpamaan atau contoh yang diberikan pada buku tersebut serta berusaha memahami makna yang ingin disampaikan. Untuk itu dari sejak awal jika dirasa perlu dilakukan perbandingan buku-buku seperti Munjid, Mujamu’l-Wasît, Lisanu’l-Arab, Tâju’l-arus dengan buku-buku lughah, tafsir, sahr (anotasi) dan kitab fiqihnya. Terutama yang paling sangat dipentingkan oleh Hocaefendi adalah tentang kefasihan membaca Alquran, teks-teks hadis berikut perawinya secara benar. Mengenai hal ini beliau menekankan: “Kalian bisa saja keliru saat berbicara bahasa Arab namun jangan sampai salah melafalkan ayat-ayat Alquran.”
Dengan persiapan awal seperti ini para murid yang mengikuti pelajaran dari Hocaefendi akan membacakan teks yang akan dipelajari di depan beliau, Hocaefendi akan mendengar dan jika ada bagian-bagian yang harus diperbaiki beliau akan membisikkan koreksinya dengan cara yang amat santundan sopan. Terkadang, pada bagian-bagian pelajaran yang menurut hocaefendi harus diverifikasi, beliau akan benar-benar menekankan bagian tersebut. Biasanya beliau akan mengambil kitab-kitab acuan tentang permasalahan tersebut dan memberikan penjelasan berdasarkan kitab tersebut. Atau sebagai persiapan bagi pelajaran selanjutnya beliau akan meminta murid-muridnya untuk mempelajarinya bagian tersebut. Jika ada bagian yang ditanyakan oleh para muridnya tentang buku yang sedang dipelajari, maka Hocaefendi akan terlebih dahulu menjawabnya dengan penuh kehormatan menggunakanpernyataan dari ulama tersebut lalu barulah kemudian beliau akan memberikan pernyataannya sendiri yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi masa tersebut. Tentu saja bagian yang paling menarik dari pelajaran tersebut adalah bagian dari penjelasan dan pembahasan dari hocaefendi ini. Hal ini juga sangat berkaitan dengan rasa ingin tahu, tingkat pemahaman dalam melakukan tanya jawab dan cara pandang para murid yang mengikuti pelajaran tersebut. Hocaa efendi sendiri selalu menerangkan pelajaran berdasarkan pemahaman, tingkat dan cara pandang lawan bicaranya. Selain cara takrir yang sudah banyak di pakai dipilih cara pengajaran dengan cara guru membaca teks buku atau kitab yang akan diajarkan sambil memberikan penjelasan langsung di bagian tersebut, dan cara ini taanpa diragukan amat bermanfaat bagi para murid. Sejauh pengamatan kami metode ini sangat membantu para santri agar lebih aktif dan menaruh minat selama pelajaran, serta memberikan pondasi yang kuat dalam mempersiapkan mereka.
Berikut ini adalah urutan cara pengajaran sebuah teks dengan pembacaannya:
- Pengenalan kitab dan tahapan pembiasaan para murid terhadap teks dan tulisan yang akan dipelajari.
- Mengembangkan kemampuan dalam membaca seri buku
- Mengarahkan para murid agar lebih banyak membaca buku dan teks
- Membangun rasa percaya pada murid terhadap kitab-kitab dasar ilmu Islam
- Mendorong para siswa menguasai informasi ensiklopedia dan memiliki pandangan yang meruncing pada ilmu pengetahuan
- Membiasakan murid pada metode pengajaran dan diskusi, perbedaan pemahaman dan pola pikir, serta konsep-konsep yang ada pada teks dan tulisan
Dengan cara membaca berseri ini membantu para murid untuk menemukan apa dan di mana informasi yang ingin di cari, memberikan pemahaman menyeluruh dari sebuah konsep serta memudahkannya untuk mencapai informasi yang dibutuhkan secara cepat. Sedikitnya ada 40-50 halaman teks yang dipelajari dalam satu sesi 3-4 atau 2-3 jam pelajaran dengan cara ini.dalam hal ini adalah sangat penting untuk mengetahui bahwa untuk menerapkan agar metode ini benar-benar berhasil maka Hocaefendi dengan amat sabar mendengarkan murid-muridnya,dan tidak terlalu sering menyela mereka.
Selain itu Beliau juga sangat mementingkan metode pengajaran dengan pendekatan analitis pada bagian-bagian yang dibaca. Pada masa ini, cara beliau tersebut dapat juga diungkapkan dalam istilah “Membaca Kritis”. Namun “kekritisan” yang dipakai bukan dalam arti sebagai ketidak sopanan kita terhadap para ulama, dan Salafusshalih namun lebih kepada mengajarkan kitab tersebut dengan menguji tulisan-tulisannya berdasarkan nalar wahyu, kebenaran agama, dan kriteria periwayatnya. Pada waktu yang sama diharapkan melalui filter ini akanmengantarkan hasil dari zaman inipadaulasan-ulasan baru.
Salah satu kekhususan yang paling mendasar yang selalu ditekankan oleh Hocaefendi adalah dengan semua metode pengajaran ini murid akan memahami apa yang dibacanya, menganalisa, menerapkannya dalam kehidupan dan membawanya pada kedalaman entitas, untuk kemudian menyuarakan apa yang telah dialaminya dengan suara kalbu. Jika tidak ada sebab-sebab yang sangat mendesak atau luar biasa, Hocaefendi selalu menyelesaikan kitab yang diajarkannya di dalam kelompok halaqoh-nya dan bisa dikatakan sangat sedikit jumlah buku atau kitab yang tidak terselesaikan untuk diajarkan.
- Dibuat oleh