Beberapa Contoh Tarbiah dan Pengajaran Rasulullah
A-Sikap Rasulullah terhadap Seorang Badui yang Kencing di dalam Masjid
B-Penghormatan Rasulullah kepada Wanita
C-Rasulullah Sosok yang Kaya Hati
D-Sekelumit tentang Budaya Jahiliah
E-Sifat Murah Hati dan Mengutamakan Orang lain (Îtsâr)
G-Sang Pengendara yang Berhijrah
I-Peristiwa Maiz ra. dan Pengendalian Diri
A-Sikap Rasulullah terhadap Seorang Badui yang Kencing di dalam Masjid
Imam al-Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadits dari Anas ibn Malik ra. sebagai berikut:
Ketika kami sedang berada di dalam masjid bersama Rasulullah Saw., tiba-tiba datanglah seorang badui yang langsung buang air kecil di dalam masjid. Para sahabat pun langsung berseru: "Mah... mah..." Tapi Rasulullah menukas: "Jangan kalian ganggu dia. Biarkan dia." Maka para sahabat pun membiarkan orang badui itu buang air kecil di masjid. Rasulullah lalu memanggil si badui seraya bersabda: "Sesungguhnya tempat-tempat sujud ini tidak pantas dikencingi dan dikotori, tapi hanya untuk mengingat Allah, shalat, dan membaca al-Qur`an." Setelah itu Rasulullah meminta seorang sahabat mengambil seember air yang kemudian disiramkan ke bekas kencing itu.[1]
Ya. Sebagian besar orang yang harus dihadapi Rasulullah dalam dakwah beliau adalah orang-orang terbelakang yang menganggap tindakan buang air kecil di dalam masjid sebagai perbuatan biasa. Dari masyarakat yang terbelakang seperti itulah Rasulullah membangun sebuah masyarakat yang menjadi teladan bagi umat manusia.
B-Penghormatan Rasulullah kepada Wanita
Keburukan jahiliah telah ditutup dalam catatan masa lalu. Setiap orang yang mengingat masa jahiliah pasti akan tersenyum sinis. Ya. Ketika mereka mengingat masa jahiliah, yang terbayang adalah kegetiran yang menjalar ke seluruh tubuh.
Pada suatu hari, seorang badui datang menemui Rasulullah lalu berkata kepada beliau: “Wahai Rasulullah, dulu kami adalah orang-orang jahiliah penyembah berhala. Kami biasa membunuh anak-anak kami. Dulu aku pernah mempunyai seorang putri yang selalu menurut kepadaku. Setiap kali aku mengajaknya pergi, dia selalu menyambut ajakanku dengan senang hati. Sampai suatu hari aku mengajaknya pergi ke suatu tempat. Ketika aku tiba di sebuah sumur yang terletak tak jauh dari tempat tinggalku. Di tempat itu aku merenggut lengannya dan kemudian kumasukkan dia ke dalam sumur. Ucapan terakhir yang kudengar darinya adalah ratapan “Oh ayah… oh ayah…!”
Demi mendengar cerita itu, Rasulullah pun menangis. Air mata beliau menetes satu-satu. Seorang sahabat sontak berseru ke arah si badui: “Kau telah membuat Rasulullah bersedih!”
Namun Rasulullah menukas: “Biarkan! Sungguh dia sedang bertanya tentang sesuatu yang membuatnya gundah.” Lalu beliau berujar kepada si badui: “Ulangi lagi ceritamu.”
Lelaki badui itu pun mengulangi ceritanya dan sekali lagi Rasulullah menangis sampai-sampai jenggot beliau basah oleh air mata. Beliau lalu bersabda: “Sungguh Allah telah mengenyahkan perbuatan jahiliah dan Dia telah mengubah kelakuanmu.”[2]
Ya. Seperti itulah tabiat manusia pada masa itu. Kaum wanita tidak diberi hak untuk hidup. Di tengah masyarakat seperti itulah Rasulullah muncul untuk kemudian memberi hak yang layak bagi setiap orang serta memberi posisi istimewa kepada kaum wanita. Para wanita direndahkan martabatnya dalam semua sisi kehidupan, termasuk di mata orang tua mereka sendiri. Bahkan pada saat itu para ibu terkadang menyembunyikan anak-anak perempuan dari suami mereka.
Seandainya saja pada masa jahiliah dilakukan sensus penduduk, saya yakin 50 % dari wanita yang hidup di masa itu adalah mereka yang disembunyikan oleh ibu-ibu mereka dari para ayah yang kejam. Sedemikian parahnya kondisi masyarakat jahiliah kala itu, sampai-sampai kebiasaan keji mengubur anak perempuan hidup-hidup menjadi tradisi yang tidak ditentang oleh siapapun, kecuali hanya segelintir orang seperti Abu Bakar ra. yang masih memiliki hati yang bersih. Selain mereka yang masih bersih nuraninya, sebagian besar pemuda jahiliah pernah mengubur anak perempuan mereka hidup-hidup. Di tengah masyarakat sebiadab itulah Rasulullah muncul untuk kemudian mengangkat harkat kaum wanita.
Sekarang mari kita bayangkan kembali sebuah peristiwa yang diriwayatkan oleh Aisyah ra. dan dinukil oleh Imam al-Nasai dan Imam Ahmad sebagai berikut:
Pada suatu ketika datanglah seorang pemudi menemui Aisyah lalu berkata: "Ayahku ingin menikahkan aku dengan keponakannya demi nama baiknya, padahal aku tidak menyukai pernikahan itu."
Aisyah ra. menjawab: "Duduklah kau dulu sampai Rasulullah datang."
Tak lama kemudian Rasulullah muncul dan si pemudi itu pun menyampaikan masalahnya. Setelah mendengar penjelasan di pemudi, Rasulullah mengirim utusan untuk memanggil ayah pemudi tersebut yang ternyata kemudian menyerahkan urusan pernikahan itu kepada putrinya. Pemudi itu lalu berkata: "Wahai Rasulullah, sebenarnya aku membolehkan ayahku melakukan semua ini. Hanya saja aku ingin mengajarkan sesuatu kepada para wanita lain."[3]
Dari hadits ini kita ketahui betapa kaum wanita yang sebelumnya biasa dikubur hidup-hidup; kaum wanita yang sebelumnya dihina dan direndahkan, setelah kemunculan Rasulullah mereka mendapatkan hak untuk mengadu kepada beliau guna menuntut hak mereka. Seandainya apa yang berhasil dilakukan Rasulullah ini diceritakan kepada kaum jahiliah beberapa tahun sebelumnya, pastilah mereka semua tidak akan mempercayai beliau.
C-Rasulullah Sosok yang Kaya Hati
Imam Muslim, Imam Ibnu Majah, dan Imam Abu Daud meriwayatkan sebuah hadits dari Auf ibn Malik ra., dia berkata:
Ketika kami bersembilan orang –atau bertujuh, atau berdelapan- sedang bersama Rasulullah Saw., beliau bertanya: "Maukah kalian membaiat Rasulullah?" Padahal pada saat itu, kami baru saja membaiat beliau. Kami pun menjawab: "Kami sudah membaiatmu wahai Rasulullah." Tapi Rasulullah mengulang kembali pertanyaannya: "Maukah kalian membaiat Rasulullah?" Kami pun menyahut: "Kami sudah membaiatmu wahai Rasulullah." Tapi Rasulullah mengulang kembali pertanyaannya: "Maukah kalian membaiat Rasulullah?" Maka kami pun mengulurkan tangan kami seraya berkata: "Kami sudah membaiatmu wahai Rasulullah. Jadi untuk apa lagi kami membaiatmu?"
Rasulullah menjawab: "Untuk menyembah Allah, tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, melaksanakan shalat lima waktu, patuh kepada (Rasulullah memelankan suaranya), dan bahwa kalian tidak akan meminta kepada orang lain." Setelah peristiwa itu, pernah kulihat ada salah seorang dari kami yang cambuknya jatuh, tapi dia tidak mau meminta bantuan orang lain untuk mengambilnya.[4]
Rasulullah sengaja memelankan suara beliau dalam kalimat terakhir, seakan-akan beliau tidak ingin ucapannya didengar orang lain. Rasulullah melakukan itu karena beliau tidak ingin menyusahkan sahabat beliau. Apalagi beliau dikenal sebagai pribadi yang sangat sensitif terhadap perasaan para sahabat.
Setelah sekian tahun berlalu, sebagian sahabat Rasulullah pun ada jatuh miskin. Tapi mereka tidak pernah melupakan baiat yang pernah mereka ucapkan di hadapan Rasulullah. Itulah sebabnya kita tidak pernah menemukan seorang sahabat pun yang menjadi peminta-minta, karena mereka sangat memperhatikan baiat mereka kepada Rasulullah untuk tidak mengemis kepada orang lain. Sedemikian ketatnya mereka menjaga baiat itu, sampai-sampai ketika cambuk unta milik seorang sahabat terjatuh, dia tidak mau meminta bantuan orang lain untuk mengambilkan cambuk itu dan lebih memilih turun dari untanya lalu mengambil sendiri cambuknya. Singkatnya, kita dapat membayangkan betapa kuatnya pendirian para sahabat dalam memegang baiat mereka kepada Rasulullah hingga bisa kita katakan bahwa mereka pasti akan pernah mau meminta walau hanya sekedar segelas air kepada orang lain demi menghormati baiat tersebut.
Imam al-Bukhari di dalam kitab Shahih yang ditulisnya, dan Imam Tirmidzi meriwayatkan bahwa Hakim ibn Hizam ra. berkata:
Aku pernah meminta sesuatu kepada Rasulullah, lalu beliau pun memberiku. Lalu aku meminta kepada beliau lagi, dan beliau pun memberiku lagi seraya berkata: "Wahai Hakim, sesungguhnya harta ini 'hijau dan manis' (begitu menggiurkan). Maka siapapun yang mengambilnya dengan kedermawanan dirinya, pasti akan diberkahi dengan harta itu. Tapi siapapun yang mengambilnya dengan keserakahan dirinya, pasti tidak akan diberkahi dengan harta itu. Karena dia akan menjadi seperti orang yang makan tapi tidak pernah kenyang. Padahal tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah." Aku pun berkata: "Wahai Rasulullah, demi Zat yang telah mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak akan meminta kepada siapapun selain engkau sampai aku meninggal dunia."
Suatu ketika Abu Bakar ra. pernah memanggil Hakim untuk memberinya sesuatu, tapi ia menolak menerima pemberian itu. Demikian pula Umar ra. pernah memanggil Hakim untuk memberinya sesuatu, tapi ia menolak pemberian itu sehingga Umar pun berkata di depan orang banyak: "Wahai orang-orang muslim! Sesungguhnya aku telah menawarkan kepada orang ini haknya yang telah diberikan Allah sebagai miliknya dari harta fai` ini, tapi dia menolak menerimanya."
Sejak mengucapkan sumpahnya di depan Rasulullah, Hakim memang tidak pernah menerima pemberian apapun dari orang lain sampai dia meninggal dunia.[5] ///
D-Sekelumit tentang Budaya Jahiliah
Di sepanjang misinya sebagai rasul, Rasulullah tak pernah henti berjuang melawan ribuan tradisi dan adat istiadat jahiliah hingga akhirnya beliau berhasil mengenyahkan kegelapan jahiliah dan mengantarkan manusia ke cahaya Islam. Untuk memperjelas masalah ini, berikut ini saya kutip ucapan Ja'far ibn Abi Thalib ra. di hadapan Raja Negus:
"Wahai Raja! Dahulu kami adalah kaum jahiliah. Kami menyembah berhala dan memakan bangkai. Kami juga melakukan perbuatan keji dan memutuskan hubungan silaturahmi. Kami suka menyakiti tetangga, dan orang yang kuat diantara kami memangsa yang lemah. Kami dahulu seperti itu hingga Allah mengutus kepada kami seorang Rasul dari kalangan kami sendiri, yang kami kenal garis keturunannya, kejujurannya, sifat amanahnya, dan kesuciannya. Ia mengajak kami untuk mengesakan Allah dan menyembah-Nya, serta meninggalkan apa yang dahulu kami sembah dan disembah oleh nenek moyang kami selain Dia, yaitu batu dan berhala. Ia memerintahkan kami untuk berkata jujur, menunaikan amanah, dan menyambung hubungan silaturahmi, bersikap baik kepada tetangga, menjauhi segala yang haram, dan menghentikan pertumpahan darah. Ia melarang kami melakukan perbuatan keji, mengucapkan sumpah palsu, memakan harta anak yatim, dan menuduh zina kepada perempuan baik-baik. Ia memerintahkan kami untuk menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Ia memerintahkan kami untuk mengerjakan shalat, menunaikan zakat, dan berpuasa.”
Lalu Ja’far menyebutkan beberapa ajaran Islam yang lainnya...
“Kami mempercayainya, beriman kepadanya, dan mengikutinya atas apa yang dibawanya dari Allah. Kami lalu menyembah Allah tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Kami mengharamkan semua yang haram bagi kami, dan kami menghalalkan semua yang halal bagi kami. Tapi kemudian kaum kami memusuhi kami. Mereka menyiksa kami. Mereka membujuk kami dan memaksa kami meninggalkan agama kami agar kami kembali kepada penyembahan berhala dari penyembahan kepada Tuhan yang Maha Tinggi dan agar kami menghalalkan perbuatan tercela yang dahulu kami halalkan. Ketika mereka memaksa kami, menzalimi kami, menindas kami, dan terus menghalang-halangi kami dari agama kami, kami pun keluar ke negerimu ini dan kami pilih engkau daripada yang selain engkau. Kami sungguh suka dapat tinggal dekat denganmu, maka kami berharap agar kami tidak dizalimi, wahai paduka Raja."[6]
Dari kutipan di atas, kita dapat mengetahui betapa gelapnya dunia sebelum Rasulullah Saw. diutus dan betapa parahnya masyarakat jahiliah tenggelam dalam kerusakan moral. Perzinaan dihalalkan, pencurian dianggap sebagai keberanian, khamar jadi minuman sehari-hari, dan berbagai keburukan lainnya.
Di tengah masyarakat yang biadab dan bejat itulah kemudian Rasulullah berhasil mengenyahkan semua bentuk kerusakan moral dan menggantinya dengan akhlak mulia dan nilai-nilai luhur. Dengan kata lain, Rasulullah berhasil membangun sebuah masyarakat yang disebut oleh Plato dalam karyanya yang berjudul Republic sebagai "Ideal State" (Negara Ideal),[7] yang banyak disinggung pula oleh Thomas More dan para cendekiawan lain.
Prestasi Rasulullah yang berhasil mengubah sebuah masyarakat yang terbelakang menjadi masyarakat maju yang mampu memimpin umat manusia ke arah tamadun dan kesempurnaan, tentu dapat kita analogikan sebagai sebuah tindakan yang mengantarkan manusia dari "kegelapan" menuju "cahaya". Sungguh ini merupakan sebuah mukjizat yang membuktikan bahwa Rasulullah memang sosok pribadi yang memiliki keistimewaan seperti itu.
Jadi, kita yang tidak mampu mengubah satu sifat buruk pun yang dimiliki seseorang, tentu seyogianya menaruh hormat kepada Rasulullah Saw. dan mengakui bahwa beliau adalah benar-benar Utusan Allah.
Saya pribadi pernah berusaha untuk meyakinkan seseorang yang terdekat dengan saya mengenai sistem pendidikan (tarbiah) paripurna yang terinspirasi dari Rasulullah Saw. Bahkan ketika saya menyeru orang lain ke dalam kebaikan, saya tidak pernah mampu melakukannya. Dari situ saya menyimpulkan betapa besarnya energi yang dimiliki Rasulullah yang telah berhasil mengubah sebuah masyarakat badui yang terbelakang dan biadab menjadi masyarakat berperadaban cemerlang. Rasulullah telah berhasil mengangkat keterperukan menuju keluhuran. Bahkan Rasulullah juga telah berhasil mengubah karakter orang-orang jahiliah menjadi mualim dan mursyid bagi bangsa-bangsa beradab.
Menurut pendapat saya, seseorang dengan kualitas seperti saya akan sangat sulit memasukkan ucapan ke dalam pikiran tiga sampai empat orang, termasuk jika itu dilakukan terhadap anggota keluarga yang menghormati saya. Tapi apa yang dilakukan Rasulullah adalah memasukkan ajaran yang beliau bawa ke satu bangsa yang sebelumnya terbelakang. Beliau berhasil dengan gemilang melakukan itu terhadap mereka semua dengan satu syarat: orang yang bersangkutan tidak bersikap keras kepala dan terlalu fanatik kepada tradisi lama yang dimilikinya.
Pada masa Rasulullah dan sahabat terjadilah kontak dengan bangsa Iran dan Turki. Pada saat itu Iran masih berada di bawah kungkungan budaya lain. Demikian pula Turki –seperti juga Romawi kala itu- juga berada di bawah bayang-bayang beberapa budaya yang berbeda. Akan tetapi risalah yang dibawa Rasulullah ternyata sesuai dengan bangsa-bangsa tersebut hingga menjadikannya seperti bagian dari mereka. Hal ini tentu merupakan sebuah mukjizat.
Ya. Risalah Islam yang selalu relevan dengan semua peradaban tentu merupakan sebuah mukjizat yang luar biasa sehingga Rasulullah dapat menyebarkan risalah tersebut ke seluruh penjuru dunia. Oleh sebab itu, hal ini juga menjadi bukti kebenaran bahwa Muhammad Saw. adalah benar-benar seorang utusan Allah.
Terkadang manusia biasa tidak mampu menggunakan kecerdasannya untuk mengenali zamannya. Tapi tidak demikian dengan para tokoh besar. Alexander Agung misalnya, mampu mengerti zamannya. Demikian pula halnya Julius Caesar, Napoleon Bonaparte, dan para tokoh besar lainnya mampu memahami zaman mereka masing-masing. Akan tetapi, tidak ada seorang tokoh besar pun yang mampu memahami zaman yang belum mereka alami. Tidak ada seorang pun yang mampu menyampaikan sebuah paham, ideologi, atau ajaran yang selalu relevan bagi semua suku bangsa di sepanjang masa. Hanya Rasulullah yang mampu –dengan izin Allah- melakukan hal seperti ini.
Itulah sebabnya, setelah melihat fakta tersebut kita tidak dapat menarik kesimpulan selain bahwa keistimewaan Rasulullah itu pastilah sebuah mukjizat. Tidak ada kata lain yang lebih tepat untuk menggambarkan keberhasilan gemilang yang beliau capai selain "mukjizat". Alp Arslan, sultan ketiga dinasti Seljuk yang hidup empat sampai lima generasi setelah masa Rasulullah, mengakui bahwa risalah yang beliau bawa sangat sesuai dengan jiwa dan nuraninya sehingga dia mengimaninya dengan sepenuh hati. Selain kalangan penguasa, ada pula panglima perang semisal Muhammad Fatih yang dikenal sebagai panglima terbesar di sepanjang sejarah disebabkan keberhasilannya mengantarkan Eropa ke pintu peradaban baru,[8] yang menerima risalah Rasulullah dengan sikap yang sama dengan para pendahulunya. Meski memiliki kedudukan dan kekuasaan yang sangat besar, para penguasa dan panglima itu tanpa ragu mengikuti jejak Rasulullah dan tunduk kepada ajaran beliau tanpa sedikit pun meragukan kebenaran risalah yang beliau bawa.
Saat ini, ketika kita berada di ambang abad dua puluh satu, setelah empat belas abad berlalu sejak masa Rasulullah, ternyata semuanya tidak berubah. Risalah yang dulu disampaikan Rasulullah masih menjadi ajaran yang matang dan segar mengajak jiwa, hati, dan akal kita berdialog. Hal itu terjadi karena ia berasal dari Zat yang sangat mengerti kita, sebab kalau bukan dari Dia, tentu tidak akan mungkin bagi siapapun untuk dapat membuat sebuah ajaran atau paham yang tetap relevan di segala zaman. Adalah mustahil bagi manusia untuk dapat melahirkan ideologi yang tetap mampu menjawab tantangan zaman, meski orang yang bersangkutan adalah seorang jenius yang memiliki kecerdasan tinggi.
Kita dapat menemukan penjelasan yang lebih terperinci mengenai sistem tarbiah yang dibawa Rasulullah Saw. di dalam al-Qur`an dan Sunnah. Kalau pun seandainya dulu Rasulullah Saw. tidak pernah melakukan apa-apa selain hanya menyampaikan al-Qur`an kepada umat manusia dan meyakinkan mereka akan kebenarannya, maka itu sudah lebih dari cukup untuk disebut sebagai sebuah prestasi yang luar biasa. Meskipun di buku ini kita tidak sedang membahas tentang al-Qur`an secara khusus, tapi perkenankan saya mengetengahan sekelumit penjelasan mengenai masalah ini sebagai berikut.
Ketika Rasulullah Saw. diutus sebagai nabi, yang beliau hadapi adalah sebuah masyarakat yang "buta huruf" dan "bodoh"; sebuah masyarakat yang tidak pernah mengenal lembaga pendidikan dan keterampilan baca-tulis. Tapi setelah Rasulullah meninggal dunia, ternyata hampir tak ada seorang pun umat Islam yang buta huruf hatta seorang lelaki tua yang sudah tinggal menunggu maut.
Sekarang mari kita bandingkan prestasi Rasulullah itu dengan kondisi Turki saat ini. Dengan segala fasilitas dan kecanggihan sistem yang dimiliki Turki saat ini, beserta segala usaha keras –bahkan tak jarang dengan paksaan- untuk membuat rakyat Turki melek huruf Latin, ternyata masih banyak rakyat Turki yang tidak dapat baca-tulis Latin meski sudah lebih dari enam puluh lima tahun bangsa ini menjadikan huruf Latin sebagai aksara resmi negara.
Hal ini jauh berbeda dengan Rasulullah Saw. yang dalam waktu relatif singkat –hanya dua puluh tahun lebih sedikit- mampu memasukkan keimanan ke dalam hati umat Islam dan sekaligus membuat mereka terampil baca-tulis. Saya bahkan berani menyatakan bahwa ketika Rasulullah mangkat, tak ada seorang sahabat pun yang tidak mampu membaca al-Qur`an. Dan bukan hanya terampil membaca al-Qur`an dengan satu macam bacaan, orang-orang Madinah –termasuk kalangan petani- mampu membaca al-Qur`an dengan tujuh atau sepuluh gaya bacaan (qira`at). Padahal penulis sendiri tidak mampu menguasai kesepuluh macam qiraat al-Qur`an yang mereka kenal pada saat itu dan kini disebut dengan istilah 'Ilm al-Wujûh yang saat ini hanya dikuasai segelintir orang.
Disebabkan keistimewaan para sahabat itu, saya akhirnya menyimpulkan bahwa mereka semua pasti memiliki kecerdasan dan ingatan yang luar biasa disebabkan kesucian fitrah mereka. Kita tidak akan dapat memahami kecerdasan yang dimiliki para sahabat sebagai bentuk kecerdasan atau kemampuan nalar seperti yang biasa dimiliki orang kebanyakan, sebab kita hanya akan dapat menjelaskan kecerdasan mereka sebagai hasil dari gemblengan tarbiah Rasulullah Saw. yang telah berhasil menyatukan hati mereka dengan al-Qur`an.
Kita akan semakin kagum dengan apa yang dilakukan Rasulullah karena sebagian besar dari orang-orang yang beliau hadapi adalah mereka yang sebelumnya terbiasa melakukan kejahatan. Tapi Rasulullah berhasil mengubah mereka dengan cara yang mengagumkan sehingga hilanglah segala bentuk kebiasaan buruk yang sebelumnya telah merasuki diri mereka.
Contoh:
Ketika ayat "Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kalian jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kalian berbuat baik pada ibu bapak kalian dengan sebaik-baiknya..." (QS al-Isrâ` [17]: 23) diturunkan, wahyu Allah tersebut langsung mengubah sikap para sahabat yang pada masa jahiliah terbiasa bersikap buruk –bahkan berani membunuh- terhadap orang tua mereka, menjadi manusia-manusia baru yang sangat menghormati orang tua, sampai-sampai ada seorang sahabat yang bertanya kepada Rasulullah apakah dia berdosa jika tidak membalas tatapan ayahnya dengan senyum.
Contoh lain:
Ketika ayat Al-Qur`an "Dan janganlah kalian dekati harta anak yatim..." (QS al-An'âm [6]: 152 dan QS al-Isrâ` [17]: 34) diturunkan, para sahabat yang mendengar ayat itu langsung menghadap Rasulullah untuk mengembalikan harta anak yatim yang masih ada di tangan mereka. Padahal jika kita teliti lebih lanjut, ayat ini tidak berkata "janganlah kalian makan harta akan yatim" tapi hanya berkata " janganlah kalian dekati harta anak yatim". Jadi, sikap yang ditunjukkan para sahabat itu menunjukkan kepekaan mereka yang tinggi terhadap perintah Allah, sehingga mereka ingin langsung lepas dari beban berupa harta anak yatim yang ada di tangan mereka.
Lihatlah betapa "cerdasnya" para sahabat yang sebelum Islam banyak dari mereka yang gemar memakan harta anak yatim dan tidak sungkan mencampur-adukkan harta mereka dengan harta anak yatim.
Lihatlah betapa "cerdas" para sahabat Rasulullah itu. Dalam waktu sekejap mereka mampu berubah dari "orang jahat" menjadi "orang baik ". Adakah manusia yang lebih "cerdas" dibandingkan mereka?!
Pada masa jahiliah, perzinaan merajalela di tengah bangsa Arab hingga nyaris tak ada seorang pun di antara mereka yang menolak perbuatan bejat seperti itu. Tapi ketika kemudian al-Qur`an menyatakan "Dan janganlah kamu mendekati zina..." (QS al-Isrâ` [17]: 32), semua sahabat langsung menjauhi segala bentuk perbuatan mesum hingga akhirnya saat ini kita hanya menemukan dua tiga hadits yang menyatakan bahwa ada sahabat Rasulullah yang berzina.
Pada masa jahiliah, tindakan mencuri dan merampok dianggap sebagai bentuk keberanian. Tapi ketika ayat menyatakan "Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya..." (QS al-Mâidah [5]: 38), para sahabat langsung mengubah pandangan dan jalan hidup mereka hingga akhirnya saat ini kita hanya menemukan dua tiga hadits yang menyatakan bahwa ada sahabat Rasulullah yang mencuri.[9]
Al-Qur`an juga menyatakan kepada orang-orang yang sebelum Islam biasa membunuh: "Dan janganlah kalian membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar..." (QS al-Isrâ` [17]: 33 dan QS al-An'âm [6]: 151); dan tiba-tiba saja mereka menghentikan tabiat buruk itu hingga akhirnya saat ini kita hanya menemukan dua orang sahabat yang melakukan pembunuhan, itu pun salah satunya disebabkan provokasi orang-orang Yahudi,[10] sementara yang lain membunuh disebabkan sebuah ketidaksengajaan.[11]
Sekarang coba Anda bayangkan, selama dua puluh tiga tahun masa kenabian Rasulullah, kita tidak menemukan kasus kriminal apapun, selain hanya satu kasus perzinaan ketika ada seorang sahabat yang mengaku berzina, satu kasus pembunuhan terhadap seorang Yahudi, dan satu kasus pencurian yang dilakukan seorang wanita.
Kasus krimal yang jumlahnya hanya sehitungan jari itu terjadi di tengah sebuah komunitas yang hanya beberapa belas tahun sebelumnya merupakan bagian dari masyarakat yang biasa memakan bangkai dan meminum darah seakan mereka adalah makhluk penghisap darah. Dari masyarakat sebiadab itulah kemudian Rasulullah melahirkan sebuah masyarakat baru yang bersih sejernih air. Dari masyarakat yang rusak dan terbelakang, Rasulullah berhasil mendidik orang-orang seperti Abu Bakar ra., Abu Hurairah ra., Maiz ra., dan seorang shahâbiyyah bernama al-Ghamidiyah ra. serta para sahabat lainnya sehingga terwujudlah sebuah masyarakat yang bersih dan cemerlang. Kalau ini bukan mukjizat, lantas seperti apakah mukjizat itu?!
Saya tentu tidak bisa menjelaskan masalah yang pelik ini secara lebih terperinci dan lengkap. Oleh sebab itu, perkenankan saya untuk mengetengahkan beberapa prinsip yang berhubungan sifat dan akhlak mulia berikut beberapa contoh yang berhubungan dengan masalah ini untuk mengetahui apa yang dulu telah dilakukan Rasulullah Saw. ///
E-Sifat Murah Hati dan Mengutamakan Orang lain (Îtsâr)
Kaum jahiliah adalah kaum yang selalu memikirkan kepentingan sendiri. Termasuk dalam urusan memberi, orang-orang jahiliah selalu memberi sesuatu demi kebanggaan atau mencari muka alih-alih sebagai bentuk pertolongan kepada orang lain. Itulah sebabnya, sifat îtsâr (mengutamakan orang lain) sama sekali tidak dikenal dalam budaya jahiliah.
Ketika Rasulullah diutus sebagai nabi, beliau berhasil mengubah sekian banyak tradisi dan tabiat buruk kaum jahiliah termasuk dalam urusan memberi kepada orang lain. Rasulullah berhasil mengenyahkan sifat kikir dari bangsa jahiliah dan menggantinya dengan sifat murah hati (al-karam) dan mengutamakan kepentingan orang lain (îtsâr) yang dilakukan –seperti banyak perkara lainnya- demi Allah dan untuk mendapatkan keridhaan-Nya.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. bahwa suatu ketika datanglah seseorang menemui Rasulullah Saw. seraya berkata: "Wahai Rasulullah, aku sedang kesusahan."
Maka Rasul pun mengirim utusan kepada salah seorang istri beliau. Tapi si istri menjawab: "Demi Zat yang telah mengutusmu dengan kebenaran, aku hanya punya air." Maka Rasul mengirim utusan itu kepada istri beliau yang lain. Tapi si istri memberi jawaban yang serupa.
Demikianlah kejadian itu terus berulang sampai utusan Rasulullah itu mendatangi semua istri Rasulullah tapi mereka selalu memberi jawaban: "Demi Zat yang telah mengutusmu dengan kebenaran, aku hanya punya air."
Setelah mendengar jawaban itu, Rasulullah akhirnya berkata kepada para sahabat yang ada di situ: "Siapa yang mau menjamu orang ini, semoga dia dirahmati Allah?"
Tiba-tiba bangkitlah seorang sahabat anshar seraya berkata: "Aku wahai Rasulullah!"
Sahabat anshar itu pun lalu mengajak si lelaki ke rumahnya. Setibanya di rumah, sahabat itu bertanya kepada istrinya: "Apakah kau punya makanan?"
Si istri menjawab: "Tidak. Yang ada hanya makanan untuk anak-anak kita."
Demi mendengar jawaban itu, sang sahabat Rasulullah itu berkata: "Kalau begitu sibukkanlah anak-anak kita dengan sesuatu. Jika tamu kita masuk, segeralah kau matikan lampu agar ruangan ini gelap dan tunjukkan kepadanya seolah-olah kita semua sedang makan. Nanti jika dia ke sini untuk makan, segeralah kau matikan lampu." Tak lama kemudian, keluarga sahabat itu duduk sementara si tamu bersantap.
Keesokan paginya, Rasulullah berkata kepada sang sahabat: "Allah takjub dengan apa yang kalian berdua lakukan terhadap tamu kalian tadi malam."
Pada saat itulah turun ayat: "...dan mereka mengutamakan (orang-orang muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu)..." (QS al-Hasyr [59]: 9), yang memuji sahabat Rasulullah yang telah menunjukkan sifat îtsâr dengan cara yang luar biasa.[12]
Demikianlah hasil tarbiah sifat mengutamakan orang lain yang dilakukan Rasulullah terhadap para sahabat dan umat Islam secara keseluruhan. Beliau mengajarkan kepada kita semua bahwa iman harus diiringi dengan sikap berserah diri, dan sikap berserah diri harus diikuti dengan sikap tawakal. Karena tawakal adalah pintu bagi kebahagiaan dunia akhirat.
Ya. Jika Anda adalah seorang mukmin, maka Anda harus selalu menyerahkan segala urusan Anda kepada Allah s.w.t. dengan tawakal, percaya, dan mengandalkan Dia dengan sepenuh hati. Jika itu semua berhasil Anda lakukan, niscaya Anda akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
F-Kepahlawanan Khansa`
Jauh sebelum Rasulullah diangkat sebagai rasul, seorang penyair wanita bernama Khansa` pernah membuat sedih orang-orang Arab dengan bait-bait elegi yang dibuatnya untuk mengenang kepergian Shakhr, saudara kandungnya. Pada saat itu, Khansa` yang masih berada di tengah masa jahiliah belum mengenal Rasulullah dan sama sekali belum bersentuhan dengan ajaran Islam atau ayat-ayat al-Qur`an yang dapat membuka hatinya untuk menerima Islam. Tapi setelah Khansa` mengenal dan mendengar al-Qur`an, dalam waktu singkat penyair wanita ini langsung berubah watak dan tabiatnya.
Setelah pernah mengharu biru perasaan orang-orang jahiliah dengan puluhan bait syair ratapan yang digubah untuk mengenang kematian saudaranya, setelah memeluk agama Islam Khansa` berhasil berubah menjadi sosok tegar yang sama sekali tidak bersedih ketika mendengar keempat putranya gugur sebagai syahid di medan pertempuran al-Qadisiyyah.
Sebagai seorang ibu, tentu saja Khansa` tetap berduka ketika mendengar berita kematian keempat putranya. Tapi dia mampu menahan air matanya agar tidak menetes, bahkan dia berkata: "Segala puji bagi Allah yang memuliakan aku dengan kematian anak-anakku. Aku berharap Tuhanku akan mempertemukan aku dengan mereka di persemayaman rahmat-Nya."[13]
Lihatlah kualitas perubahan karakter yang berhasil dilakukan Rasulullah Saw. Sungguh beliau benar-benar telah mengubah "kegelapan" menjadi "cahaya". Sekali lagi saya ingin mengulangi pertanyaan saya: Jika perubahan watak manusia seperti ini bukan mukjizat, maka seperti apakah mukjizat itu?!
G-Sang Pengendara yang Berhijrah
Setelah kota Mekah ditaklukkan umat Islam, Ikrimah ibn Abu Jahal melarikan diri. Barulah setelah istrinya yang sudah menjadi muslimah bersusah payah membujuknya pulang, Ikrimah akhirnya bersedia pulang. Ikrimah adalah salah satu musuh besar Rasulullah Saw. Tapi ketika Ikrimah kembali dari pelarian dan menemui Rasulullah, beliau langsung menyambut hangat putra Abu Jahal itu dengan ucapan: "Selamat datang wahai pengendara yang berhijrah!"[14]
Ternyata kata-kata Rasulullah itu langsung merasuk ke dalam hati Ikrimah sehingga dia pun menyatakan masuk Islam dan berjanji kepada Rasulullah untuk berjihad fi sabilillah.
Beberapa tahun kemudian, ketika Ikrimah tengah mengharapkan kematian sebagai syahid dalam pertempuran Yarmuk, para prajurit muslim yang lain tiba-tiba mendatanginya dengan membawa berita bahwa anak tunggal Ikrimah yang bernama Amir telah syahid di medan perang. Pada saat itu Ikrimah sontak teringat ucapannya di hadapan Rasulullah dan seakan ia berkata kepada beliau: "Bukankah aku telah berjanji untuk berjihad? Apakah sang pengendara yang berhijrah ini sudah menepati janjinya?"
Bagaimana mungkin anak Abu Jahal dapat bergabung dengan kaum muhajirin, padahal sebelumnya ia menghabiskan hari-harinya untuk memusuhi Rasulullah dan bahkan ia pernah berusaha membunuh beliau?[15]
Apakah mungkin seseorang yang pernah menjadi simbol kejahatan berubah menjadi teladan kebaikan?
Ya. Itulah yang terjadi.
Di masa jahiliah Ikrimah adalah seorang hartawan yang sangat berpengaruh. Dia biasa menindas orang-orang lemah. Apalagi di masa jahiliah kaum lemah tidak memiliki pelindung, khususnya para wanita yang selalu dinista dan anak-anak yang dengan mudah dibunuh tanpa alasan yang jelas. Memang benar jika dikatakan bahwa pada masa jahiliah telah ada aturan-aturan dan adat istiadat tertentu yang menjadi pedoman bermasyarakat. Namun semua aturan itu selalu dipakai hanya untuk menjajah kaum lemah seperti yang saat ini terjadi. Dari sebuah masyarakat yang terbelakang dan biadab itulah Rasulullah berhasil mendidik satu generasi yang mampu menerapkan keadilan paling sejati di muka bumi. ///
H-Tunduk pada Kebenaran
Ketika menjabat sebagai khalifah, Umar ibn Khaththab ra. adalah sosok yang sangat dihormati dan disegani. Dengan kekuasaan yang mencakup wilayah amat luas dari Yaman hingga sungai Amu Darya di dekat kota Bukhara, Umar pantas dianggap sebagai khalifah besar dalam sejarah.
Pada suatu ketika, Umar ibn Khaththab ra. bersengketa dengan Ubay ibn Ka'b. Pada saat itu Umar berkata kepada Ubay: "Ayo kita cari orang yang dapat menengahi sengketa ini."
Beberapa saat kemudian kedua orang ini bersepakat memilih Zaid ibn Tsabit ra. untuk ditunjuk sebagai penengah. Mereka pun mendatangi Zaid lalu Umar berkata kepada Zaid: "Kami mendatangimu agar kau dapat mengadili kami." Pada saat itu di rumah Zaid memang biasa dilangsungkan sidang.
Setelah Zaid menyetujui permintaan Umar itu, ia pun meminta Umar dan Ubay masuk. Tapi ketika sidang akan dimulai, Zaid sengaja bergeser dari tempat duduknya untuk mempersilakan Umar duduk di situ seraya berkata: "Duduklah di sini wahai Amirul Mukminin."
Demi mendengar itu, Umar pun menukas: "Inilah awal kekeliruanmu dalam memutuskan perkara. Aku memilih duduk bersama seteruku ini saja."
I-Peristiwa Maiz ra. dan Pengendalian Diri
Berikut ini saya akan menukil hadits tentang Maiz ra. yang menunjukkan pengendalian diri yang luar biasa.
Suatu ketika seorang sahabat bernama Maiz ibn Malik ra. datang menemui Rasulullah Saw. dan berkata: "Wahai Rasulullah! Sucikanlah aku."
Rasulullah langsung menyahut: "Celakalah kau, pulanglah dan mohonlah ampunan serta bertobat kepada Allah."
Maka Maiz pergi tapi beberapa saat kemudian ia kembali dan mengulangi permintaannya: "Wahai Rasulullah! Sucikanlah aku."
Rasulullah pun kembali menyahut: "Celakalah kau, pulanglah dan mohonlah ampunan serta bertobat kepada Allah."
Maka Maiz pergi tapi beberapa saat kemudian ia kembali dan mengulangi permintaannya: "Wahai Rasulullah! Sucikanlah aku."
Rasulullah pun kembali menyahut dengan kata-kata yang sama. Sampai akhirnya setelah Maiz datang untuk keempat kalinya, Rasulullah bertanya kepadanya: "Dari dosa apa aku akan menyucikanmu?"
Maiz menjawab: "Dari zina, wahai Rasulullah."
Demi mendengar itu, Rasulullah pun bertanya kepada para sahabat: "Apakah dia gila?"
Para sahabat menjawab bahwa Maiz tidak gila.
Rasulullah lalu bertanya lagi: "Apakah dia minum khamar?"
Seorang sahabat langsung berdiri dan menghidu aroma mulut Maiz. Ternyata tidak tercium bau arak dari mulutnya.
Rasulullah lalu bertanya kepada Maiz: "Apakah kau telah berzina?"
"Ya," jawab Maiz.
Maka Rasulullah pun memerintahkan agar Maiz dirajam.
Dalam suatu riwayat dikatakan bahwa ketika hukuman dilaksanakan dan batu-batu mulai mengenai tubuh Maiz, tiba-tiba ia melarikan diri karena tak sanggup menahan sakit. Setelah kejadian itu diadukan kepada Rasulullah, beliau bersabda: "Kenapa tidak kalian biarkan saja dia?"
Dua sampai tiga hari setelah itu, Rasulullah datang ke tengah para sahabat yang sedang duduk-duduk. Beliau lalu mengucap salam, duduk, dan kemudian bersabda: "Mintakanlah ampunan untuk Maiz ibn Malik."
Para sahabat kontan menyahut: "Semoga Allah mengampuni Maiz ibn Malik."
Rasulullah lalu bersabda: "Sungguh dia telah bertobat dengan sebuah pertobatan yang seandainya pertobatan itu dibagikan kepada satu umat, pasti akan cukup."[16]
Sebuah hadits lain...
Beberapa lama setelah peristiwa Maiz, datanglah seorang wanita Ghamid[17] dari Azd menemui Rasulullah Saw. Wanita itu berkata: "Wahai Rasulullah, sucikanlah aku."
Rasulullah pun menyahut: "Celakalah kau! Pulanglah kau dan mohonlah ampunan serta bertobat kepada Allah."
Tapi wanita itu berkata: "Menurutku kau hendak menolakku seperti kau telah menolak Maiz ibn Malik."
Rasulullah akhirnya bertanya: "Apa kesalahanmu?"
Wanita itu menjawab bahwa dia tengah hamil dari sebuah perzinaan. Maka Rasulullah berkata: "Apakah kau memang melakukan itu?"
"Ya," jawab si wanita.
Rasulullah lalu berkata: "Tunggulah sampai kau melahirkan."
Maka wanita itu lalu ditampung oleh seorang sahabat anshar sampai ia melahirkan. Setelah wanita itu melahirkan, si sahabat anshar mendatangi Rasulullah Saw. dan berkata: "Wanita Ghamidah itu telah melahirkan."
Rasulullah menyahut: "Kalau begitu kita tidak boleh merajamnya karena kita tidak mungkin membiarkan anaknya yang masih bayi itu tidak memiliki ibu yang menyusuinya."
Lalu berdirilah seorang sahabat anshar seraya berkata: "Aku yang akan menanggung persusuannya wahai Nabiyullah!"[18]
Ketika hukuman rajam dilaksanakan, ternyata darah wanita Ghamidah itu memuncrat hingga mengenai wajah Khalid ibn Walid ra. sehingga Khalid pun mengumpat wanita itu.
Demi mendengar cacian yang dilontarkan Khalid, Rasulullah bersabda: "Tenanglh Khalid! Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya wanita itu telah bertobat dengan sebuah pertobatan yang seandainya pertobatan itu dilakukan oleh seorang durjana pastilah ia akan diampuni."
Setelah hukuman rajam selesai dilaksanakan, Rasulullah memerintahkan agar jenazah wanita itu diurus dan dikafani. Pada saat itu Rasulullah sendiri ikut menshalati wanita tersebut sebelum jenazahnya dimakamkan.[19]
Kenapa tobat yang dilakukan wanita ini sedemikian dahsyatnya? Jawabannya adalah karena ada dosa diam-diam yang sebenarnya tidak diketahui orang lain, tapi kemudian si wanita yang menjadi pelakunya tidak mau balasan atas dosanya itu menjadi hutang di Hari Perhitungan. Maka dia pun mengakui dosanya itu meski menyadari konsekuensi dari pengakuan itu. Rupanya wanita itu terus gelisah sebelum dosanya ditebus dengan apa yang ditetapkan Allah. Ya. Dia memang telah melakukan kesalahan, tapi dia tidak mau kesalahan itu menjadi hutang yang membebaninya kelak di Hari Kiamat.
Tidaklah mungkin bagi kita untuk menyebutkan semua aturan akhlak yang diajarkan Rasulullah Saw. karena jumlahnya mencapai ratusan. Yang dapat saya lakukan di sini hanyalah mengutip beberapa contoh di antaranya. Jika kita dapat menyusun semua kaidah akhlak yang disampaikan Rasulullah, tampaknya kita akan dapat mengetahui keunggulan Rasulullah yang melebihi kemampuan manusia biasa. Apalagi kita tahu bahwa pada masa Rasulullah, bangsa Arab memiliki tradisi dan standar moral yang sama sekali bertolak belakang dengan apa yang diajarkan Rasulullah Saw. Beliaulah yang kemudian menyingkirkan segala bentuk kerusakan akhlak dengan cara menumbuhkembangkan akhlak mulia di dalam jiwa kaum jahiliah.
Di dalam ranah tabiah inilah kita dapat menemukan salah satu mukjizat Rasulullah Saw. Yaitu keberhasilan beliau meletakkan landasan dan prinsip-prinsip pokok bagi kaidah tarbiah (pendidikan) manusia yang dalam dan komprehensif sehingga mampu menjawab kebutuhan umat manusia di segala zaman.
Dengan segala keterbatasan yang kita miliki, sebenarnya jika kita mampu memahami semua prinsip pemikiran mendalam yang diwariskan Rasulullah ini hingga kita benar-benar mengerti, kita pasti akan dapat mencapai derajat yang akan membuat para malaikat iri kepada kita. Namun hingga saat ini –seperti yang dikatakan oleh Hamida Quthb- kita masih berada di tengah perjalanan.
Dalam sebuah riwayat dinyatakan bahwa Musa a.s. menunjukkan keheranannya kepada Allah seraya berkata: "Wahai Rabb! Aku banyak melihat manusia sedang berjalan di jalan-Mu setelah mereka mendapat hidayah. Tapi sungguh aku terkejut karena kemudian mereka mengubah arah mereka dan menuju jalan lain." Allah lalu menjawab: "Wahai Musa! Sesungguhnya orang-orang itu belum mengarah pada-Ku dan belum menemukan Aku. Mereka adalah orang-orang yang berada di tengah perjalanan lalu mereka mengubah jalan mereka."
Mari kita memohon kepada Allah semoga Dia berkenan menjadikan kita tidak termasuk orang-orang yang tergelincir dan tersesat dari jalan yang benar.
Ya. Memang tidak pernah ada jaminan dan tidak ada seorang pun yang mampu menjamin bahwa dirinya tidak akan menyimpang dari jalan kebenaran dalam perjalanannya menuju Allah. Semuanya ada di tangan Allah. Itulah sebabnya, kita harus memohon kepada Allah agar Dia berkenan menjaga kita dari penyimpangan dan kesesatan, serta tidak mengabaikan kita sedikit pun. Kita juga berdoa kepada Allah semoga umat yang tidak ada bandingannya di sepanjang sejarah manusia, mendapatkan tempat yang layak di antara umat-umat lain.
Ya. Ketika umat ini mendapat tempat yang pantas dalam sejarah, pastilah di hadapan kita akan tersedia lebih banyak waktu dan kesempatan untuk menyampaikan nilai-nilai akhlak Islam dan akhlak qur`ani kepada umat manusia. Jika itu terjadi, maka umat manusia akan dapat melihat bahwa ternyata "Negara Ideal" (Ideal State) sudah pernah ada sejak berabad-abad lampau. Tentu hal ini akan menjadi penemuan yang mencengangkan.
Jika Anda pernah membaca buku Republic yang ditulis Plato, Anda pasti akan menemukan impian Plato ketika para filsuf memimpin negara. Namun sekarang Anda bisa kesampingkan mimpi filsuf besar Yunani itu sebab Anda tahu bahwa Islam pernah mengalami periode tertentu ketika negara dikelola dengan cara yang melampaui bayangan para filsuf. Periode itu adalah pada masa awal Islam dan pada masa kekuasaan Turki Ottoman. Seandainya saja para malaikat dapat mendirikan sebuah negara di langit, pastilah mereka tidak akan mampu membangun negara seperti kedua periode dalam sejarah Islam tersebut.
Tapi Anda tidak perlu heran jika setiap kali kita menjelaskan bahwa Islam pernah mengalami kemajuan sehebat itu, akan ada banyak orang yang menutup telinga mereka karena tidak mau mendengar penjelasan kita. Memang benar jika dikatakan bahwa ada beberapa orang dari kalangan "mereka" yang bersedia masuk Islam setelah cahaya al-Qur`an masuk ke dalam hati mereka. Akan tetapi kita tidak pernah berharap bahwa orang-orang itu akan menerima Islam secara bersama-sama. Hal itu baru akan terjadi jika umat Islam mendapatkan tempat yang pantas di tengah bangsa-bangsa lain dan mereka mampu menunjukkan keteladanan Islam bagi semua bangsa.
Sekarang mari kita kembali ke topik bahasan kita...
Kita dapat menyatakan bahwa Rasulullah Saw. telah melakukan sebuah "revolusi" yang berhasil menyingkirkan dominasi tradisi jahiliah yang sudah begitu lama mengungkung masyarakat Arab. Revolusi yang dilakukan Rasulullah itu adalah sebuah revolusi total yang menyentuh semua aspek kehidupan.
Dalam sejarah manusia, kita menemukan banyak tokoh jenius yang sebagian dari mereka berhasil membuat perubahan dalam beberapa bidang kehidupan umat manusia tapi tak ada seorang pun dari mereka yang mampu melakukan perubahan total dalam semua bidang kehidupan. Misalnya kita temukan sosok jenius yang berhasil dalam bidang sosiologi lalu berhasil mencapai prestasi luar biasa bersama para pengikutnya, tapi ternyata dia sama sekali tidak menguasai ilmu ekonomi, tidak terampil dalam mendidik, sama sekali buta soal psikologi, dan gagal total dalam bidang spiritual. Atau misalnya kita temukan seorang tokoh jenius yang sangat menguasai ilmu ekonomi dan berhasil memajukan negaranya dalam bidang ekonomi, tapi ternyata tokoh itu tidak mampu memajukan bidang lain; tidak mampu memberi sumbangsih apapun dalam bidang pendidikan, tidak mengerti bagaimana mengajak masyarakat untuk selalu mawas diri, dan sebagainya.
Demikianlah, banyak tokoh besar muncul dengan penguasaan dan prestasi di bidang tertentu. Tapi tidak ada seorang pun di antara mereka yang mampu mengusai dan sekaligus mencapai prestasi gemilang di semua bidang. Tidak ada seorang pun yang mampu melakukan itu selain Muhammad Saw. Hanya beliaulah yang berhasil menumbuhkembangkan kehidupan umat manusia pada semua aspeknya serta mengantarkan mereka ke puncak kejayaan.
Rasulullah Saw. berhasil mengantarkan umat ke puncak keberhasilan dalam bidang ekonomi, sosial, militer, kejiwaan, dan dakwah. Bahkan beliau juga berhasil mengantarkan umat ke puncak keberhasilan dalam menjaga keseimbangan dunia akhirat dan berbagai aspek spiritual lainnya.
Ya. Di dalam tarbiah yang dilakukan Rasulullah, kita tidak pernah menemukan adanya perasaan manusia yang dinafikan sebagaimana tidak pernah ada sesuatu pun yang beliau anggap remeh. Sebaliknya, kita justru melihat Rasulullah selalu terbuka terhadap segala sesuatu untuk kemudian beliau kembangkan sembari membuka jalan kemajuan bagi umat manusia. Dengan pertolongan Allah Saw., Rasulullah mampu mendidik umat manusia dalam segala hal untuk menjadi suri teladan sempurna bagi siapa saja.
[1] Al-Bukhari, al-Wudhû`, 56-58; Muslim, al-Thahârah, 98-100.
[2] Al-Dârâmi, al-Muqaddimah, 1.
[3] Al-Nasai, al-Nikâh, 36; al-Musnad, Imam Ahmad 6/136.
[4] Muslim, al-Zakâh, 108; Abu Daud, al-Zakâh, 27; Ibnu Majah, al-Jihâd, 41.
[5] Al-Bukhari, al-Zakâh, 50; al-Wshâyâ, 9; al-Tirmidzi, al-Qiyâmah, 29.
[6] Al-Sîrah al-Nabawiyyah, Ibnu Hisyam 1/359-360; al-Musnad, Imam Ahmad 1/201-202.
[7] Dalam bahasa Arab disebut dengan istilah "Al-Madînah al-Fâdhilah", meski istilah ini lebih dikenal sebagai seuah teori yang kemukakan oleh al-Farabi dan sedikit berbeda dengan Ideal State yang dikemukakan Plato. Penerj-
[8] Setelah Muhammad Fatih berhasil menaklukkan Istanbul pada tahun 1403, Masa Kegelapan Eropa pun berakhir, karena setelah itu orang-orang Eropa menimba ilmu dari ilmuwan-ilmuwan muslim yang kelak mengantarkan mereka ke renaisans, penerj-
[9] Al-Bukhari, al-Hudûd, 13; Muslim, al-Hudûd, 10.
[10] Al-Bukhari, al-Diyât, 5; Muslim, al-Qasâmah, 15, 16.
[11] Al-Bukhari, al-Diyât, 10.
[12] Al-Bukhari, Tafsîr Sûrah (59) 6; Muslim, al-Asyribah, 172-173.
[13] Usud al-Ghâbah, Ibnu Atsir 7/89-90; Al-Ishâbah, Ibnu Hajar 4/287-288.
[14] Al-Tirmidzi, al-Isti`dzân, 34; al-Mustadrak, Hakim 3/241-242; al-Ishâbah, Ibnu Hajar 2/496; Majma' al-Zawâid, al-Haitsami 9/385.
[15] Lihat: Kanz al-'Ummâl, al-Hindi 13/541; al-Sunan al-Kubrâ, al-Baihaqi 9/44.
[16] Muslim, al-Hudûd, 17-23; al-Bukhari, al-Hudûd, 28; al-Musnad, Imam Ahmad 1/238, 2/450.
[17] Ghamid adalah nama sebuah puak di Juhainah, penerj-
[18] Sebenarnya sahabat Rasulullah ini berkata seperti itu setelah si bayi disapih dari ibunya. Adapun yang dimaksud dengan "persusuan" (al-radhâ'ah) di sini adalah membesarkan dan mendidik si bayi, penerj-
[19] Muslim, al-Hudûd, 22, 23; Abu Daud, al-Hudûd, 24; al-Darami, al-Hudûd, 17.
- Dibuat oleh