Pendahuluan

Pendahuluan

Dalam kehidupan ini, adakalanya manusia terjatuh sampai pada tingkatan yang terendah, disebabkan ketidakmauan dan ketidakmampuannya mengoptimalkan segala potensi yang telah dianugerahkan Allah Swt. kepadanya. Sebaliknya, ketika potensi yang dimiliki mampu dioptimalkan, manusia mampu mencapai kedudukan yang tinggi, bahkan melebihi derajat para malaikat. Karenanya setiap upaya mengingatkan, selalu ada potensi ketidaksempurnaan. Terutama, ketika Kita tidak memerhatikan secara detail sisi-sisi kelebihan dan kekurangan yang dimiliki setiap manusia.

Islam memandang manusia sebagai satu kesatuan yang utuh. Sedikit pun Islam tidak pernah mengotak-ngotakkan sisi-sisi manusia, siapa pun ia. Sisi negatif manusia, Islam dekati dengan cara memberi larangan dan ancaman, sementara sisi positif Islam dorong dengan beragam anjuran dan dorongan. Oleh karena itulah, dalam Islam terdapat ajaran al-Khauf (rasa takut akan ancaman) dan al-Raja' (berharap mendapat semua kebaikan), juga konsep surga (sebagai balasan apabila manusia mau melakukan setiap anjuran ajaran Islam) dan neraka (sebagai balasan apabila manusia terjerumus kepada setiap larangan ajaran Islam).

Kehidupan bergama tidak akan terwujud dan tidak akan pula mengalami keabadian, kecuali jika tersedia hukum-hukum dan berbagai ketetapan. Sebab, keyakinan manusia akan semakin kuat manakala kehidupan keruhaniannya juga diperkuat. Ketika ruhaninya kuat, ia akan selalu berpegang teguh kepada hukum-hukum Allah Swt., sehingga akan selalu dapat menjaga sikap istiqamah-nya, serta menjaga kredibilitas dirinya dari berbagai kesalahan maupun kesesatan secara maksimal.

Adakalanya di dalam perintah-perintah agama itu terkandung balasan bagi setiap pelaku, dan itu terlihat seperti memberatkan. Akan tetapi, ketika diperhatikan lebih saksama, akan terlihat bahwa hukum-hukum agama itu justru mengandung beragam kebaikan bagi manusia. Seperti hukum-hukum yang menyatakan tentang adanya pahala bagi perbuatan yang baik, dan sekaligus adanya dosa bagi yang melakukan perbuatan yang buruk (terlarang). Dengan memahami keduanya, amal kebaikan yang dilakukan manusia akan menyebabkan wajahnya tampak ceria, bagaikan wajah bidadari di surga. Di samping itu, ada pula mereka yang terlihat bermuram durja, terutama bagi orang-orang yang suka melakukan perbuatan dosa.

Telah terbukti dalam aktivitas keseharian, semua peraturan yang dibuat oleh manusia untuk menegakkan kesejahteraan sesamanya ternyata tidak mampu menegakkan setiap apa yang mereka kehendaki secara bersama-sama. Termasuk pula berbagai peraturan yang telah hilang dari permukaan bumi ini akibat bergantinya periode kepemimpinan dan bergantinya masa. Sehingga yang tertinggal hanya namanya saja dalam catatan sejarah. Sebab, setiap peraturan yang diciptakan oleh manusia tidak mungkin akan membicarakan seputar hakikat dan kenyataan hidup, hingga setiap peraturan yang diciptakan oleh manusia pasti akan mengalami kegagalan akibat kelemahan yang memang melekat pada kesemua sisinya.

Sebagai umat Islam, sudah seharusnya kita menghargai hukum-hukum Islam, terutama yang berkaitan dengan moral (akhlak) yang telah ditentukan oleh Allah Swt.. Yaitu, aturan akhlak yang telah disebutkan di dalam Al-Qur'an. Sebab, tujuan utama Islam adalah memperbaiki moral manusia, hingga mencapai kedudukan tertinggi berdasarkan petunjuk Al-Qur'an dan Al-Sunnah. Bukankah tujuan beliau diutus ke alam dunia ini untuk memperbaiki akhlak manusia setinggi dan sebaik mungkin?

Sesungguhnya hukum-hukum yang terkandung di dalam ajaran Islam bisa menyatukan dua perkara yang menurut anggapan manusia sangat krusial, yaitu; hukumhukum anfusiyyah (sisi kemanusiaan), dan âffaqiyyah (sisi lahiriah).[1]

Adapun hukum-hukum anfusiyyah adalah berbagai peraturan yang wajib untuk dilakukan oleh seorang hamba untuk membina ruhani maupun jiwanya. Sedangkan hukum-hukum âffaqiyyah adalah segala kewajiban yang harus dilaksanakan oleh seorang hamba untuk memperbaiki sisi lahiriahnya.

Dengan kata lain, setiap mukmin harus menjalani kehidupan maknawiahnya secara apik, agar selalu mampu bersikap istiqamah di dalam beramal. Sebab, keyakinan seorang mukmin terhadap semua rukun Iman akan menyebabkannya mampu bersikap istiqamah selama hidupnya. Karena, setiap mukmin pasti meyakini adanya Allah Yang Maha Esa, para malaikat-Nya, berbagai kitab suci, para Rasul-Nya, Hari Kiamat, dan takdir Allah Swt.. Akan tetapi, sikap istiqamah seorang hamba dalam kehidupan maknawiahnya harus didukung pula oleh berbagai unsur amal ibadah atau amal shalih yang nyata, agar ia menjadi manusia yang seutuhnya, lahir maupun batin.

Seorang hamba harus menjalankan semua hukum Islam yang diwajibkan kepadanya, seperti melaksanakan shalat lima waktu, menjalankan puasa di bulan Ramadhan, mengeluarkan zakat, dan menunaikan ibadah haji. Setelah itu, didukung pula dengan amalan-amalan sunah yang akan memperindah qalbu dan sanubarinya.

Perlu pula untuk diketahui, bahwa hukumhukum yang bersifat perintah dalam Islam tidak cukup dilakukan tanpa menjauhi segala bentuk larangan yang telah ditetapkan oleh Allah Swt.. Sebab, Allah telah menetapkan berbagai macam hukum yang wajib untuk ditegakkan, sekaligus menetapkan berbagai macam larangan yang harus dijauhi oleh setiap diri yang mengaku beriman kepada-Nya. Jadi, untuk menciptakan keseimbangan dalam hidup seorang hamba, Allah Swt. menetapkan berbagai kewajiban yang harus dijalani, dan juga menetapkan berbagai bentuk larangan yang harus dijauhi oleh setiap mukmin. Hingga dengan cara demikian terciptalah keseimbangan dalam kehidupan.

Kini mari kita bicarakan hakikat dan kenyataan manusia dari berbagai sisinya. Allah Swt. telah menciptakan kita sebagai manusia yang mengandung berbagai ragam kekurangan di satu sisi, sekaligus memiliki keutamaan (kelebihan) pada sisi lainnya. Perlu diketahui, bahwa keistimewan seperti itu tidak diberikan kepada makhluk selain manusia. Sebab, pada diri manusia ada kemampuan untuk berbuat kebaikan, hingga ke tingkat yang tertinggi. Demikian pula sebaliknya, berpotensi melakukan amalan yang bernilai dosa hingga merendahkan derajat pelakunya hingga ke tingkat yang terendah. Makhluk Allah Swt. dari jenis hewan tidak dapat melampaui batas yang telah ditentukan bagi mereka. Oleh karena itu, mereka tidak dibebani pertanggungjawaban apa pun, karena hewan tidak mempunyai kehendak juz-iyyah (terinci).

Makhluk lain dari jenis jin juga tidak dapat berbuat banyak seperti manusia. Adapun apa yang biasa disebut sebagai setan tidak dapat berbuat kebaikan sedikit pun. Demikian pula makhluk Allah Swt. dari jenis malaikat, mereka tidak dapat berbuat keburukan sedikit pun. Sebab, mereka telah diciptakan oleh Allah hanya untuk berbuat kebaikan; selamanya.

Dalam kaitan dengan masalah ini sengaja kami sebutkan kalimat yang mengandung unsur keterbatasan, agar dapat dimengerti bahwa semua makhluk Allah selain manusia mempunyai keterbatasan yang bersifat khusus. Sebaliknya, makhluk Allah Swt. dari jenis manusia telah diciptakan menurut kesediannya masing-masing untuk berbuat kebaikan ataupun berbuat keburukan. Semua itu telah ditetapkan oleh Allah Swt.. Manusia dapat mencapai tingkat pendekatan yang tertinggi di sisi Allah, dan dapat pula mencapai keburukan ke tingkat yang paling bawah. Bahkan, menurut Al-Qur'an manusia dapat melakukan berbagai keburukan hingga lebih rendah nilainya daripada binatang ternak.

Ajaran Islam mempunyai misi untuk menganjurkan manusia agar senantiasa melakukan segala bentuk kebaikan, dan menjauhi segala bentuk keburukan. Sama halnya jika kita ingin terhindar dari gangguan nyamuk, maka kita harus senantiasa membersihkan apa saja yang berpotensi menjadi tempat berkembang-biaknya nyamuk. Demikian pula jika kita ingin menjauhkan diri kita dari gigitan ular, maka kita harus memusnahkan tempat-tempat yang biasa dijadikan ular sebagai sarang tempat dia tumbuh dan berkembang.

Kami yakin, bahwa dengan memerhatikan baik-baik hukum-hukum yang telah diajarkan oleh syari'at Islam, maka kita akan mengetahui berbagai ragam kebaikan dan keburukan dengan sangat jelas. Hingga kita bisa menapakinya dengan terang-benderang, sebagaimana cahaya siang yang tidak akan pernah menyulitkan pandangan mata untuk mendeteksi kebaikan maupun keburukan yang tersedia di hadapan kita.

Bukankah Islam telah menetapkan bagi setiap mukmin untuk menegakkan amar ma'ruf nahi munkar (Menyuruh kepada kebaikan dan mencegah dari berbuat kemunkaran). Yaitu, menganjurkan kepada setiap mukmin untuk menyuruh orang lain selalu mengerjakan kebaikan, dan mengajak mereka semaksimal mungkin menjauhi segala bentuk kemunkaran atau keburukan. Seseorang yang berbuat kebaikan akan disediakan pahala baginya, sedangkan bagi mereka yang telah berbuat keburukan tersedia siksa sebagai balasannya. Oleh karena itu, dengan tegaknya amar ma'ruf nahi munkar yang dilakukan dengan cara-cara yang bijak akan terciptalah kelompok masyarakat yang saling mencintai segala perbuatan baik, dan membenci segala perbuatan buruk.

Dalam buku yang sederhana ini sengaja kami porsikan secara khusus tentang amar ma'ruf nahi munkar dari segala sisinya. Kami usahakan pembahasan mengenai masalah ini sebagai bahasan yang lebih komprehensif, agar kita semua dapat mewujudkan misi utama kita; untuk mewujudkan berbagai jalan menuju kebaikan, dan mengusahakan berbagai jalan dalam menjauhi keburukan.

[1] Yang mengatur tentang segala bentuk aktivitas keseharian manusia dalam kaitannya dengan bersosialisasi terhadap sesama, yang itu berbentuk fisik-penerj.

Pin It
  • Dibuat oleh
Hak Cipta © 2024 Fethullah Gülen Situs Web. Seluruh isi materi yang ada dalam website ini sepenuhnya dilindungi undang-undang.
fgulen.com adalah website resmi Fethullah Gülen Hojaefendi.