
Naiknya Umat Manusia ke Tingkat Kemanusiaan Sejati serta Perbaikan Masyarakat
Di mana pun dan kapan pun kita hidup, tujuan utama kita adalah membawa umat manusia menuju cakrawala kemanusiaan yang sejati. Hanya individu-individu yang dipenuhi semangat kebaikan dan senantiasa berusaha mencapai kesempurnaan saja yang dapat membantu serta menunjuki arah menuju jalan menjadi manusia dalam maknanya yang sejati kepada umat manusia yang dalam beberapa abad terakhir terus berjalan di jalur yang salah serta sedemikian rupa tak mampu kembali kepada jati dirinya yang sejati. Di mana pun berada, mereka akan menjadi juru bicara bagi nilai-nilai kemanusiaan. Secara bertahap, mereka akan berkontribusi pada penyebaran rasa kebaikan dan keindahan di setiap level masyarakat. Berkat upaya dan kerja keras individu-individu pilihan yang hatinya senantiasa berdegup demi kemanusiaan, sebuah kebangkitan umum dapat terjadi. Semua orang akan mulai berbicara dalam bahasa kemanusiaan yang digunakan secara kolektif dan mengejar tujuan yang sama. Jika atmosfer yang demikian berhasil terbentuk, maka orang-orang yang kesulitan berdiri mandiri bisa bergabung dalam suatu “paduan suara”[1] berkat semangat kolektif sehingga ia pun terselamatkan dari kemusnahan.[2]
Keimanan dan semangat seseorang mungkin tidak selalu cukup untuk membuatnya dapat tetap berdiri tegak. Terkadang, keteguhan iradatnya bisa luluh oleh keinginan nafsu. Jika orang seperti ini berada di tengah masyarakat yang semua anggotanya memiliki visi untuk mengejar kebaikan dan kebajikan, ia akan ditopang untuk tetap berdiri tegak berkat semangat yang dibawa masyarakat, di mana mekanisme tersebut kemudian melindungi dirinya dari godaan hawa nafsu dan setan. Persis seperti yang terjadi pada jamaah yang berada di tempat-tempat suci Haji seperti Mataf,[3] Mina, Muzdalifah, dan Arafat, di mana mereka berbagi semangat yang sama sehingga kemudian mereka saling memengaruhi serta menguatkan mentalnya secara psikologis. Bahkan andaikata Anda kehilangan semangat dan gairah ibadah di sana, tingginya gelombang antusiasme ibadah yang terbentuk di tempat-tempat suci ini akan menghanyutkan Anda dalam aliran arusnya sehingga mengantarkan Anda untuk mencapai dan merasakan atmosfer spiritual yang begitu luhur.
Ya, keistikamahan hidup sedikit banyak tergantung pada posisi kita di tengah masyarakat yang saleh. Dari perspektif ini, di satu sisi kita harus berusaha meraih cakrawala insan kamil. Di sisi lain, kita harus menunjukkan usaha supaya orang lain juga dapat mencapainya.
Tidak semua orang mampu dengan mudah melakukan resistensi terhadap kekosongan dan kelemahan dalam dirinya serta membangun prasasti jiwanya sendiri. Sebagaimana perbaikan masyarakat bergantung pada individu-individu yang tumbuh dan terdidik dengan baik, demikian juga dengan kemampuan individu berdiri mandiri, ia bergantung pada ada atau tidaknya dukungan dari komunitas masyarakat yang saleh. Seseorang yang berdiri sendirian dapat terjatuh dengan mudah. Ia mungkin tidak bisa melawan arus kesesatan dan gelombang dosa yang menghempas dengan kuat. Namun, jika ia berada di tengah lingkungan yang siap meraih tangannya, memberinya kekuatan dan energi, maka dukungan tersebut akan memudahkan dirinya untuk menjaga diri serta berdiri mandiri.
Ketika batu-batu kubah saling mendukung, mereka mampu bertahan melawan gravitasi dan menopang struktur bangunan yang begitu besar. Begitu pula dengan manusia, di saat mereka saling mendukung, mereka tidak hanya membantu dirinya sendiri untuk berdiri mandiri, tetapi juga semua anggota dalam satu masyarakat. Oleh karena itu, jalan untuk menjamin kecemerlangan masa depan kita di satu sisi bergantung pada upaya saling bantu dan saling dukung satu sama lain demi membentuk suatu fondasi, sementara di sisi lain bergantung pada kemampuan kita membuat lingkungan menjadi kondusif sehingga kita dapat menjalankan nilai-nilai yang sesuai dengan identitas kita. Jika kondisi tersebut dapat dicapai, maka saat situasi di mana seseorang kehabisan energi atau semangat di tengah perjalanan yang ketat tengah terjadi, ia tetap dapat melanjutkan penjelajahan dengan memanfaatkan energi dan dukungan dari teman-teman di sekitarnya. Ketika lutut kehabisan tenaga saat mendaki suatu tanjakan, seseorang dapat terus melanjutkan pendakian berkat angin positif dan uluran tangan dari orang-orang disekitarnya.
Terkadang kita berpikir bahwa orang lain membutuhkan pandangan dan nilai-nilai kita. Hal itu mungkin saja benar. Namun, sebenarnya kita juga masih memerlukan fondasi yang kuat, lingkungan yang baik nan saleh, serta lingkungan yang kondusif di mana perasaan dan pemikiran kita dapat hidup dengan tenteram. Mewujudkan hal tersebut tidaklah mudah. Jika kita tidak mampu melakukannya dalam lingkup yang luas, setidaknya kita harus mewujudkannya dalam lingkup yang lebih kecil, meskipun hanya dalam skala terbatas.
Ketika Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah al-Munawwarah, dengan kecerdasan dan kebijaksanaannya yang agung beliau membangun struktur masyarakat yang baik. Meskipun terdapat banyak orang Yahudi, musyrik, dan munafik yang tinggal di Madinah, dalam waktu singkat beliau berhasil meletakkan otoritasnya di sana. Padahal mereka secara rahasia selalu berusaha untuk menyudahi urusan kaum muslimin. Diam-diam, mereka selalu merencanakan dan membuat intrik di belakang kaum Muslimin. Mereka menggunakan segala cara untuk melemahkan semangat juang dan motivasi kaum Muslim. Setiap ada kesempatan, mereka tidak ragu menyakiti kaum Muslimin. Mereka melakukan segala cara untuk memadamkan cahaya Islam di Madinah serta menghancurkan kaum Muslim. Meskipun menghadapi banyak kesulitan, Sosok Kebanggaan Umat Manusia shallallahu ‘alaihi wa sallamberhasil menciptakan sebuah lingkungan di Madinah di mana banyak masalah perlahan-lahan terselesaikan, rawa-rawa keburukan mengering, dan kaum munafik akhirnya melebur dalam atmosfer yang saleh tersebut, berkat pertolongan dan bantuan dari Allah.
Struktur suatu masyarakat, bahkan arsitekturnya, akan terbentuk sesuai dengan pemahaman orang-orang yang tinggal di sana. Misalnya, kita merasa memiliki hubungan dengan tempat-tempat di mana orang-orang hidup dengan nilai-nilai kemanusiaan dan Islam. Di tempat dengan atmosfer seperti itu, setiap sudut yang kita kunjungi, lihat, dan singgahi bisa menambah semangat dan motivasi. Ketika mengunjungi Istanbul pada tahun 1950-an, Aku mengunjungi masjid-masjid seperti Masjid Beyazit, Masjid Fatih, Masjid Süleymaniye, Masjid Yavuz Sultan Selim serta makam para sultan. Aku sangat mencintai tempat-tempat bersejarah tersebut. Saat menziarahinya, Aku merasa seakan-akan sedang berjalan di Kota Madinah. Seseorang yang hidup di lingkungan seperti ini akan terhindar dari perbuatan dosa.
Ya, pada masa ketika ajaran Islam dijalankan dengan penuh semangat, kota-kota yang dibangun saat itu benar-benar menghadirkan suasana seperti yang dirasakan di Madinah. Dari arsitekturnya, rumah ibadahnya, madrasahnya, tempat-tempat zikir dan pertemuannya, hingga kebersihan dan keindahannya, semua mencerminkan jati diri dari kota-kota kita. Ke mana pun melangkah, kita menjumpai orang-orang yang tutur katanya bagaikan butiran mutiara. Kita duduk bersama orang-orang yang setiap kali nama Allah disebut maka hatinya segera bergetar hebat seolah hendak terbang karena haru dan cinta. Ketika penduduk suatu kota adalah orang-orang yang penuh dengan keutamaan, maka kota itu pun berubah menjadi menjadi Al-Madinatul Fadhilah ~ Kota yang penuh dengan fadilat.
Jika menggunakan pendekatan yang biasa kita gunakan, dunia mengenal masalah berkat sikap dan laku manusia. Manusia, merupakan makhluk yang dibentuk oleh dua kekuatan besar yang dianugerahkan kepadanya, yaitu akal dan kehendak. Berkatnya, manusia lahir ke dunia sebagai makhluk yang berpotensi berkembang dengan segala bentuk kebaikan sekaligus segala bentuk keburukan. Memang, dalam fitrah dan nalurinya, manusia memiliki sisi-sisi yang rentan terhadap keburukan. Manusia dilahirkan ke dunia dengan sejumlah kekurangan, keterbatasan, dan kelemahan seperti keserakahan, nafsu, kebencian, dan permusuhan. Selama manusia tidak berhasil menuju kepada kemanusiaannya yang sejati, ia akan terus hidup dalam lingkungan yang dipenuhi oleh orang-orang dengan kepribadian yang cacat. Kondisi umum masyarakat seperti ini juga akan memengaruhi orang-orang yang lahir di lingkungan tersebut. Dalam masyarakat yang kondisinya seperti itu, sulit diharapkan seorang manusia dapat tumbuh sebagai insan kamil, atau bahkan untuk sekedar bertahan hidup.
Sebaliknya, mereka yang berhasil menjadi manusia sejati akan memiliki sikap hormat terhadap orang lain. Mereka tidak akan mencampuri keyakinan, nilai-nilai suci, atau cara hidup orang lain. Mereka tidak akan memperlakukan orang lain dengan merendahkan atau mencela. Dalam masyarakat seperti ini, semangat toleransi dan saling menghargai akan tumbuh di antara warga. Dan sebagaimana yang tercatat dalam sejarah selama berabad-abad, kelompok minoritas yang hidup berdampingan dengan umat Islam tetap dapat menjalankan agama mereka dengan bebas.
Apabila orang-orang yang tinggal di tempat yang sama dapat bersepakat pada nilai-nilai tertentu, mereka akan mampu hidup berdampingan dalam damai. Setiap orang bisa menjalankan nilai-nilai yang diyakininya secara bebas, tanpa hambatan, tanpa rasa takut atau khawatir. Tak seorang pun akan mencampuri urusan orang lain atau berusaha menguasai hidup mereka. Dalam dunia seperti ini, kita bisa memanfaatkan keuntungan globalisasi dan kemajuan teknologi untuk mengenalkan nilai-nilai yang kita pegang ke tengah masyarakat dunia, bahkan melangkah jauh dalam waktu yang relatif singkat. Syaratnya, kita harus mampu menampilkan nilai-nilai berharga yang kita miliki sesuai dengan hakikatnya serta tidak menampilkan laku yang merusak citra atau martabat nilai tersebut. Kita juga harus tetap menjunjung tinggi sikap toleran, mau menerima perbedaan, tidak menyulut kebencian dan permusuhan, serta merangkul sesama manusia dengan kasih sayang. Jika kita mampu melakukan itu semua, maka dunia pun akan membalas sikap kita tadi dengan pelukan kasih sayang. Pada akhirnya, kita akan memiliki kesempatan untuk menyampaikan nilai-nilai yang kita yakini kepada seluruh umat manusia dan berbagi kebaikan itu bersama mereka.
Singkatnya, salah satu tugas pokok orang-orang yang berdedikasi adalah mengingatkan sesama tentang hakikat kemanusiaan serta nilai-nilai bersama yang menjadi milik seluruh umat manusia. Sambil menunjukkan bahwa iman kepada Allah dan hari akhir adalah sebuah kebenaran besar yang tak mungkin disangkal sekaligus sebuah kebutuhan mendasar bagi hati dan jiwa manusia, bersama-sama kita berusaha membangkitkan kehidupan batin dan spiritual dalam diri setiap manusia. Ketika berhasil melakukannya, maka di mana pun kita berada, sebuah arus semangat dan kebahagiaan akan terasa mengalir deras. Ke mana pun mata memandang, kita akan melihat warna, corak, dan gambaran yang sejiwa dengan dunia batin kita. Namun, hidup ini singkat, sementara jalan yang harus ditempuh masih amat panjang. Maka dari itu, sebaiknya kita bergerak cepat. Semakin sigap langkah kita, semakin tinggi standar pelayanan dan pengabdian yang kita tegakkan, insya Allah, semakin besar pula sumbangsih yang dapat kita berikan kepada kemanusiaan. Kita bukan sedang mengejar utopia. Kita memahami kenyataan manusia apa adanya. Kita pun cukup sadar akan batas-batas dan kemungkinan dari setiap usaha. Namun, kita juga menyadari betapa besar amanah yang ada di pundak kita. Jika kita bisa menjalankan tugas itu dengan sungguh-sungguh dan jika Allah berkenan membukakan jalan seiring dengan izin dan pertolongan-Nya, maka terbentuknya al-Madinat al-Faḍilah atau kota-kota yang penuh dengan kebajikan bukanlah mimpi belaka.
[1] Tidak semua anggota paduan suara secara alami memiliki suara yang merdu seperti yang sering diasumsikan. Dalam paduan suara, berbagai suara (soprano, alto, tenor, bass) berkontribusi untuk menciptakan harmoni, sehingga keberhasilan sebuah paduan suara tidak hanya bergantung pada keindahan suara individu tetapi juga pada pelatihan, teknik bernyanyi, dan kemampuan untuk menyatu dalam kelompok. Demikian juga dalam masyarakat, mereka yang kesulitan berdiri mandiri dapat ditopang oleh anggota masyarakat lainnya dalam semangat kebersamaan yang kolektif (penerj.).
[2] Diterjemahkan dari artikel: https://herkul.org/kirik-testi/insanligin-gercek-insanliga-yukselmesi-ve-toplumun-salahi/
[3] Mataf adalah istilah yang merujuk pada area di sekitar Ka'bah di Masjidil Haram, Mekah, yang digunakan khusus untuk melakukan tawaf—ritual mengelilingi Ka'bah sebanyak tujuh kali selama ibadah haji atau umrah. Kata ini berasal dari bahasa Arab "مطاف" yang berarti "tempat tawaf."
- Dibuat oleh