Jejak Fethullah Gülen di Afrika Selatan (Bagian 1): Sosok yang Penuh Inspiratif
Pendidikan menjadi fokus utama Fethullah Gülen untuk mendidik generasi bangsa yang berakhlak mulia. Melalui keikhlasan murid-muridnya yang tergabung dalam Gülen Movement, kini buah pikiran pemikir asal Turki ini menyebar ke seluruh penjuru dunia.
Wartawan Republika Syahruddin El-Fikri, melalui Fethullah Gülen Chair di Jakarta, berkesempatan mengunjungi sejumlah lembaga pendidikan yang dikelola para anggota hizmet (sebutan untuk murid-murid Fethullah Gülen) di Johannesburg dan Pretoria, Afrika Selatan, pada 22-28 Februari lalu. Berikut catatan perjalanannya.
* * *
Menyebut nama Fethullah Gülen di Indonesia, mungkin belum banyak yang mengenalnya. Bahkan, para cendekiawan Muslim di Indonesia pun mungkin tak tahu sosoknya. Jangankan untuk mengenal profilnya, pola pikirnya pun mungkin sebagian tak mengetahui.
Hal ini wajar mengingat Fethullah Gülen memang bukan orang Indonesia. Bahkan, karya-karyanya pun belum banyak diterjemahkan di Indonesia. Padahal, sosok ulama, pemikir, sekaligus mujtahid asal Turki ini sudah menelorkan 77 karya yang sangat fenomenal. Karyanya itu sudah diterjemahkan ke berbagai bahasa, seperti Arab, Urdu, India, Inggris, Jerman, Prancis, Melayu, Indonesia, dan Cina.
Sebanyak tujuh karyanya telah diterjemahkan di Indonesia dan diterbitkan Republika Penerbit. Di antaranya Qadar; Di Tangan Siapakah Takdir Atas Diri Kita?, 2011; Dakwah, 2011; Islam Rahmatan Lil ‘Alamin, 2011; Cahaya Al-Qur’an, 2011; dan Cahaya Abadi Muhammad SAW (3 jilid, 2012).
Hal ini menunjukkan Fethullan Gülen adalah sosok pemikir yang luar biasa, ulama yang mumpuni dalam segala bidang. Sebab, hoca efendi (panggilan murid-muridnya untuk Fethullah Gülen yang berarti guru yang mulia), menguasai berbagai ilmu pengetahuan, baik umum (fisika, kimia, filsafat, matematika, psikologi, dan sejarah) maupun agama (fikih, usul fikih, akidah, dan mualamah).
Saya bersama rombongan dari Indonesia --Wakil Rektor Universitas Paramadina Dr Wijayanto Samirin yang juga staf khusus Wakil Presiden Jusuf Kalla bidang ekonomi dan keuangan, Direktur Indonesian Center for Civic Education (ICCE) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Achmad Ubaedillah PhD, sosiolog Universitas Indonesia yang juga direktur UI Press Dr Ricardi Syamsuddin Adnan, dan Direktur Fethullah Gülen Chair Jakarta Dr Ali Unsal-- beruntung bertemu salah seorang murid utama Fethullan Gülen, yakni Naci Tosun di Johannesburg, Afrika Selatan, Kamis (26/2) dan pada Jumat (27/2) di Pretoria.
Naci menjelaskan siapa sebenarnya sosok Fethullan Gülen. Menurut Direktur Utama Kaynak Holding (Turki) itu, hoca efendi Fethullan Gülen merupakan sosok yang sangat inspiratif. “Kami sangat beruntung bertemu dan berguru dengan beliau,” kata Naci. “Sebab, beliau seorang pemikir dan ulama yang sangat mumpuni dan tawadhu.”
Guide kami selama di Afrika Selatan, Ali Ünsal dan Yusuf Altuntas, merupakan dua murid dari hoca efendi. Kami diajak bertemu sejumlah murid hoca efendi lainnya di Afrika Selatan.
Bagi para hizmet itu, hoca efendi telah membantu mereka mengenal Islam secara lebih baik. Pemahaman akan Islam itu diterapkan murid-muridnya dengan langkah nyata yang penuh keikhlasan untuk berkhidmat menyebarkan Islam yang damai dan penuh toleransi.
Fethullan Gülen mendapatkan beragam ilmu pengetahuan itu dari berbagai guru. Untuk pendidikan agama, ia mendapatkannya dari sang ayah, Ramiz Afandi, yang juga seorang ulama. Ibunya bernama Rafi’ah Hanim, seorang istri yang salehah. Selain itu, salah seorang gurunya bernama Muhammed Lutfi dari Kota Alvar, Turki.
Fethullah Gülen mendapatkan pengaruh yang besar dari gurunya ini, sampai-sampai hampir setiap kata yang terlontar dari mulut Muhammed Lutfi diingatnya. "Seakan-akan kata-kata beliau adalah ilham yang datang dari alam lain," demikian komentar Gülen mengenai Muhammed Lutfi, gurunya, sebagaimana tertulis dalam biografinya di buku Cahaya Abadi Muhammad.
"Saya dapat mengatakan bahwa saya telah berutang banyak dari beliau atas semua yang telah beliau ajarkan dan membentuk karakter serta kepribadian saya," tulis Gülen. Fethullah Gülen yang lahir pada 1938 di Korucuk, desa kecil di Anatolia, Provinsi Erzurum, secara umum mendapatkan pendidikan agama dari keluarga besarnya. Mulai dari kakeknya yang bernama Syamil Agha, sosok ulama yang senantiasa hidup sederhana dan tawadhu.
Dalam keluarga seperti itulah Fethullah Gülen kecil tumbuh dewasa. Sejak dini dia sudah belajar membaca Alquran dari ibundanya dan ketika usianya menginjak empat tahun, Fethullah Gülen telah mengkhatamkan Alquran hanya dalam satu bulan. Setiap tengah malam ibundanya bangun untuk menyampaikan nasihat dan mengajari Fethullah Gülen bacaan Alquran.
Cinta damai
Takdir Allah menetapkan Fethullah Gülen tumbuh dewasa di tengah kondisi yang sangat kondusif bagi pembentukan kepribadiannya. Ia menjadi sosok yang memiliki energi sangat aktif, pemberani, berpandangan tajam terhadap sejarah, dan sekaligus memiliki semangat yang tak pernah padam.
Itulah sebabnya, Fethullah Gülen kecil tumbuh menjadi pribadi yang sangat penyantun dan selalu menjaga hubungan baik dengan karib kerabatnya. Disebabkan sifatnya yang sangat peduli kepada keluarga besarnya, maka sejak remaja Fethullah Gülen telah merasakan duka mendalam ketika harus menyaksikan di antara kerabatnya yang kesusahan, termasuk ketika ayah kandungnya tertimpa musibah yang disusul kematian kakek dan neneknya.
Semua kejadian itu memengaruhi hati Fethullah Gülen muda hingga nyaris membuatnya menempuh jalan hidup sebagai seorang darwisy sufi. Takdir Allah menuntun Fethullah Gülen terus mendalami semua cabang ilmu, baik ilmu agama dan spiritualitas maupun ilmu umum dan filsafat.
Pada masa-masa inilah, Fethullah Gülen mulai mengenal Syekh Bediüzzaman Said Nursi melalui gerakan yang dilakukan murid-muridnya. Gerakan yang dicanangkan Said Nursi pada dasawarsa ketiga abad ke-20 ini adalah sebuah gerakan pembaruan yang mencakup seluruh aspek kehidupan.
- Dibuat oleh